Chapter 8 - Janji

Aku melangkah dan mengambil tempat untuk duduk di sebuah kursi ayunan yang terletak di taman sembari menikmati suasana langit malam.

Langit begitu indah dihiasi bulan dan bintang, aku sungguh iri dengan kemewahan malam. Sambil menengadah ke langit tiba-tiba air mataku mengalir membasahi wajahku. Teringat akan ucapan ibu padaku.

Waktu itu usiaku baru 6 tahun saat masa-masa terakhir ku dengan ibu yang paling berharga di sebuah taman di halaman belakang rumah. Saat berlari-larian menangkap seekor kupu-kupu di mana ibu menjaga dan memandangi ku dari kursi taman yang tidak jauh dariku.

"haha...haha..haha...ibu...ibu lihat ini...

bunga ini sangat cantik bukan?"

"Kemari lah sayang..." ujar sang ibu

Aku berlari ke arah ibu ku dan mendekap kakinya...

"Ana sayang ibu" Ujarku dengan polos

Ibu mengangkat ku ke pangkuannya. Dan hendak mengatakan hal-hal yang saat itu belum bisa ku pahami.

"Ana, berbahagialah saat kau terlahir menjadi seorang perempuan. Jika kelak kau tumbuh dewasa jadilah wanita yang terhormat. Jangan seperti ibumu ini" Kata ibu

Tak ku mengerti satu pun maksud dari perkataan ibuku. Aku hanya tersenyum dan terus menganggukkan kepalaku kepadanya.

Ia lalu akan mengelus rambutku dengan manja saat aku mengangguk-angguk pertanda setuju.

"Kamu kelak harus menjaga martabat mu dan kesucian mu. Berjanjilah pada ibu!" Wajah ibuku terlihat sangat cemas waktu itu. Walaupun aku tak paham arti dari kata-kata itu dahulu, aku berjanji kepadanya.

Beberapa hari setelahnya ibu meninggal dunia, aku di jemput oleh beberapa pria dewasa yang membawa ku ke rumah yang sangat besar. Katanya pemilik rumah itu adalah ayahku. Saat mulai tumbuh dewasa barulah ku tahu bahwa ibuku adalah seorang wanita simpanan dari seorang pria kaya raya. Sehingga saat masuk ke SMA, aku memutuskan untuk tinggal sendiri. Dan ayah akan membiayai semua keperluan ku sampai aku tamat kuliah sesuai janjinya kepada ibu.

Istri ayah tidak menyukaiku, sehingga ketika janji ayah kepada ibu terselesaikan, aku hendak di buang sebagai yatim piatu. Sebenarnya itu tidak masalah. Toh saya juga di berikan modal dari ayah untuk hidup dengan memberikan ku Apotek yang sekarang ku kelolah.

Namun, perasaan ini selalu merindukan ibu. Setiap kata-katanya membekas terlalu dalam di alam bawah sadar ku. Dan sekarang aku menghianati janji kami...

"Ibu, setidaknya aku tak menjadi wanita simpanan seseorang kan! Saya sangat mencintai nya, ibu pasti akan memaafkan anakmu ini yang tak bisa menjaga kesucian nya sampai akhir. Benarkan ibu?" gumam ku sendirian di tengah gelapnya malam.

Hatiku sedikit sesak, berpikir mungkin ibuku yang telah di alam baka membenciku.

"Ana, sedang apa kamu di luar?"...

Suara yang kukenal menyapaku, dengan segera aku menghapus air mataku yang mengalir di wajahku.

"Ah, Andre. Saya ingin menikmati suasana langit malam" Ujarku sambil tersenyum.

"Disini sangat dingin, ayo kita segera masuk. Kamu bisa terkena flu" kata Andre sedikit menunjukkan kekhawatirannya.

"Baiklah sayangku" Ujarku sedikit meledek.

Kami berjalan dan bergegas masuk kembali ke dalam rumah. Andre merangkul ku memastikan bahwa tubuhku yang dingin kembali menjadi hangat.

"Apa perlu aku buatkan kopi hangat buatmu?" Tanya Andre "Ah, tidak. kamu duduk saja di sini, aku akan segera kembali dengan kopi hangat" sambung Andre sambil melangkah ke arah dapur.

Aku hanya berdiam diri saja dari tadi dan mengikuti apa yang Andre katakan.

"Sayang apa kamu tidak bisa tidur?" tanya Andre sambil memberikan ku secangkir kopi panas. "Apakah masih sakit? Kamu mungkin belum terbiasa dengan hal ini, aku akan berhati-hati mulai besok" tanya Andre sedikit khawatir.

Mendengar perkataan Andre aku sedikit terkejut. Apakah maksud dari perkataannya bahwa aku belum terbiasa! Bukankah ini juga pengalaman pertamanya... Tunggu dulu, kalo dipikir-pikir, dia sangat profesional melakukannya, ia dengan mudah membuatku terangsang mencapai orgasme dan tak kuasa buat menolaknya.

"Sayang... Ana?... hei..." Andre memegang pundakku

"Ah, maaf... ada apa sayang?" Aku sedikit terkejut. Lalu ku cicipi kopi panas yang ada di tanganku untuk sedikit mengalihkan perhatian Andre.

"Kamu benaran tidak apa-apa?" tanya Andre dengan serius menatap mataku.

"Tentu saja saya baik-baik saja" Ujarku tersenyum. "Bagaimana jika kita tidur sekarang? saya sudah mengantuk" kataku lagi untuk menghindari pertanyaan Andre yang lainnya.

Dengan cepat aku melangkah menuju kamar tidur kami. Andre terlihat sedikit bingung dan agak cemas. Namun syukurlah dia berhenti untuk bertanya lebih lanjut.

"Sayang, ayo..." ucapku kepada Andre yang bengong di atas kursi sofa.

"Aku datang..." jawabnya sambil melangkah ke arahku.

Dia merangkul ku seperti biasa "Tolong jangan menghilang di tengah malam. Aku sangat khawatir tadi saat melihat mu tak ada di ranjang kita. Aku cari-cari kamu dimana-mana, eh ternyata ada di taman"

"Saya akan ingat untuk tidak menghilang dari pandangan mu sayang" Ujarku sedikit menggoda.

"Dasar kamu..."

hahahaha...

***