"Ayo kita akhiri semuanya dan bercerai!" pintanya dengan lantang sembari melepaskan cincin nikah di jari manisnya dan meletakannya di atas meja.
Pasha tersentak kaget mendengar permintaan Anya yang tiba-tiba saja.
"Anya...sudah jelas kamu mabuk."
"NGGAK!!! AKU NGGAK MABUK!!!" Anya berteriak sambil menatap tajam Pasha.
Pasha balik menatap tajam Anya. Jantungnya berdebar kencang, menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan tingkah istrinya.
Anya mundur perlahan hingga kakinya menyentuh kursi. Akhirnya ia menemukan sesuatu yang bisa menopang tubuhnya yang mulai limbung. Anya duduk dan mulai terisak keras. Ia merasa frustasi. Sangat frustasi hingga rasanya ia ingin meluapkan semua kemarahannya.
Namun Anya hanya mampu terisak sambil kembali bilang, "ayo kita bercerai, Sha."
"Kenapa?" Pasha mendekat lalu berlutut di depan Anya. Mengusap air mata di pipi Anya dengan ujung ibu jarinya, namun sorot matanya penuh kecurigaan.
"Karena aku sudah tahu segalanya." Anya mengangkat wajahnya. "Tentang kamu dan Rahma..." lanjutnya sembari sembari menepis tangan Pasha.
Pasha terdiam mendengar Anya menyebut nama Rahma, namun menatap Anya yang tampak kacau dengan sorot mata tajam. Tak lagi selembut seperti sebelumnya.
Hingga akhirnya ia berkata, "Tapi kita sudah menikah, sayang. Mengapa kamu masih saja mengungkit tentang dia? Dia hanya masa laluku. Aku pernah menceritakannya bukan? Sekarang kamu adalah satu-satunya dalam hidupku, Nyonya Pasha Iskandar."
"Bullshit!" Anya melontarkan makian itu dengan nada tajam.
"Sayang, selama ini kita baik-baik saja. Mengapa sekarang harus dipermasalahkan lagi? Mengapa kamu nggak percayai aku?" Pasha berusaha menangkup wajah Anya namun gagal karena Anya memalingkan wajahnya.
Sambil menggeleng sangat keras, Anya mendorong tubuh suaminya agar menjauh dari tempatnya berada.
"Bagaimana aku bisa percaya jika aku sudah tahu semua rencana busukmu?" ucap Anya kian menegaskan tuduhannya.
"Maksud kamu apa?!" tanya Pasha dengan sorot mata yang menjadi kelam dan dingin.
"Tau nggak, Sha? Pagi itu aku lah yang membalas semua pesanmu untuk Rahma," ucap Anya dengan nada yang ia buat setenang mungkin namun terdengar suram.
Pasha terdiam.
"Aku juga telah melihatmu berdiri di belakang rumahku di pukul tiga pagi buta..."
"…."
"Melihatmu yang sebenarnya. Yang tidak pernah menginginkan aku dan kamu hanya memperalatku untuk kepentinganmu, Sha…"
Anya berhenti dan menarik nafas panjang lagi. Punggung tangannya ia gunakan untuk mengusap kedua bola matanya yang basah.
"Karna kamu berencana minggat dengan istri ayahku," tambah Anya sambil terkekeh geli namun getir.
Tubuh Pasha pun sontak menegang dan wajahnya berubah memerah karena tuduhan Anya yang begitu tepat sasaran padanya.
"Tapi Rahma ternyata tidak bodoh. Ia lebih memilih Ayahku ketimbang lari dengan laki-laki brengsek kayak kamu!" jerit Anya sambil mengarahkan jari telunjuknya lurus ke arah wajah merah Pasha. Seolah memaksa Pasha untuk membuka topeng yang telah ia kenakan selama ini di depan semua orang-orang.
"Dan kamu sudah membuat hatiku sakit, Sha…" Telunjuk yang tadinya ia arahkan pada Pasha berbalik menunjuk dadanya sendiri. Menekan rasa sakit yang ia rasakan di dadanya.
"Sakit banget, Sha. Ternyata laki-laki yang aku cintai sedang memanfaatkan aku. Terpaksa menikahiku hanya untuk rencana cadangan jika rencana utamamu gagal. Bukan karena kamu mencintaiku. Aku benar bukan?" lanjutnya sambil meraih botol wine dan menenggaknya cukup lama.
Pasha lalu tertawa sambil melepaskan jasnya dan melemparkannya ke kursi sambil mendesiskan kata-kata yang akhirnya berhasil Anya pancing keluar dari dirinya yang sebenarnya.
"Dasar perempuan bodoh," desisnya sambil menggulung kedua lengan kemejanya dan membuka dua kancing teratas kemejanya.
Namun dalam diam, Anya mengawasi setiap gerak-geriknya yang entah mengapa mulai membuat Anya khawatir.
"Iya, aku memang bodoh," Anya membalasnya dengan tenang.
"Dengan menikahiku, kamu justru akan lebih leluasa masuk lebih jauh ke dalam keluargaku untuk mendekati Rahma. Itu yang kamu kira bukan? Tapi aku nggak bodoh Pasha. Aku hanya terlalu ceroboh telah memberi peluang pada lelaki jahat sepertimu..."
Pasha terus menatap tajam Anya. "Benarkah?" tanyanya.
"Dan Rahma tidak keberatan aku melakukannya. Mantan pacarmu itu bahkan berlutut memohon padaku agar melepaskan dirinya dari kejaranmu." Anya mengungkapkannya sambil kembali meneguk wine. Hanya seteguk untuk tenggorokannya yang terasa serak karena terlalu banyak berbasa-basi. Namun nyatanya wine malah membuat tenggorokannya kian menjadi panas.
"Lalu mengapa kamu meneruskan pernikahan kita? Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan?" tanya Pasha yang kini tampak penasaran dengan rencana terselubung Anya.
Anya terkekeh sinis mendengar tuduhan Pasha.
"Tentu saja untuk menghentikan apa yang telah kamu mulai," jawab Anya kian tajam menatap Pasha yang mulai kehilangan kesabaran dan tiba-tiba tertawa getir setelah mendengar alasannya.
Seperti kekhawatiran Anya beberapa saat yang lalu mulai terbukti. Tiba-tiba saja Pasha menarik bedcover ranjang ke lantai hingga bunga-bunga mawar yang menghiasi di atasnya terbang berhamburan ke segala arah.
Anya mengulurkan telapak tangannya untuk menangkap sehelai kelopak mawar merah dan menatapnya sendu.
Setelah mengacaukan ranjang, Pasha pelan-pelan mendekat dan mencengkeram kedua bahu Anya dengan sangat kuat. Hingga rasanya begitu menyakitkan.
"Dengar, jalang! Kamu harus membayar mahal karena telah menggagalkan rencanaku!" Pasha berteriak dengan raut wajah berubah kejam bagai beruang yang hendak menerkam mangsanya, sebelum akhirnya menyeret Anya dan melemparkan Anya ke atas ranjang.
Lalu menampar keras kedua pipi Anya berkali-kali sebelum menindih tubuhnya dan mengunci wajah Anya dengan lumatan bibirnya yang brutal. Ciuman tak bermoral yang membuat bibir Anya terluka dan berdarah. Menjambak rambut Anya dengan kuat sementara bibirnya terus mencium bibir Anya dengan brutal. Kemudian beralih mengunci Anya dengan menduduki perutnya dan mencekik leher Anya dengan kedua tangannya.
"Le...ppaas..." Anya berusaha melepaskan cengkeraman kedua tangan Pasha di lehernya, namun begitu sulit dan menyakitkan.
"Rasakan ini karena kamu merusak rencanaku!"
"Baj...Baj...ji...ngan!" Kali ini Anya berusaha meninju sekenanya ke bahu Pasha yang bagai kesetanan memperlakukannya. Namun setiap tinjunya seolah tak berarti bagi Pasha. Hingga Anya teringat sesuatu dan merogoh saku roknya.
"Kamu minta cerai kan? Baik aku kabulkan!" Pasha berteriak satu inci tepat di depan wajah Anya. "Tapi setelah aku menikmati tubuhmu!" katanya lagi sambil menarik paksa blouse Anya hingga robek dan hendak mencium Anya kembali.
Namun belum sempat Pasha mencium Anya kembali, tiba-tiba tubuhnya kejang-kejang seperti orang tersetrum hingga akhirnya jatuh di atas tubuh Anya.
"Jangan harap," ujar Anya dengan nafas tersengal-sengal sambil berusaha menyingkirkan tubuh Pasha dari atas tubuhnya.
Stun gun yang sengaja Anya sembunyikan di saku roknya telah menyelamatkan harga dirinya setelah ia menggunakannya untuk menyetrum bagian pinggang Pasha.
Saat lelaki itu tampak mulai sadar, sekali lagi Anya menyetrum Pasha di bagian leher hingga benar-benar tumbang tak sadarkan diri.
"See...akhirnya lo memperlihatkan wajah asli lo. Dasar laki-laki sakit jiwa!" Anya meringis sembari mengusap lehernya yang masih terasa sakit bekas cekikan Pasha.
Melihat Pasha tergeletak pingsan, Anya menggunakan kesempatan itu mengambil dompetnya dan nekat mematahkan semua kartu ATM dan kartu kreditnya serta mengambil seluruh uang cash-nya.
Ah...ada lagi yang hampir Anya lupakan. Dua buah ponsel mahal milik lelaki yang akan menjadi mantan suaminya itu, Anya lemparkan pula ke infinity pool di depan kamar hotelnya.
Semua itu hanya balasan kecil karena telah menyakitinya. Sisanya biar Tuhan yang akan membalasnya.
Dengan sedikit sempoyongan, Anya mengganti pakaiannya yang telah robek dan berantakan lalu secepatnya kabur meninggalkan hotel.
Lalu apakah semuanya berakhir begitu saja? Tentu saja belum. Masih banyak rentetan pekerjaan rumah yang harus Anya bereskan. Terutama mulai mengurus perceraian dari pernikahannya yang berumur tak lebih dari seminggu! Semoga ayahnya tidak sakit jantung setelah mengetahui apa yang telah menimpanya.