Chereads / LOVE WITH [ OUT ] LOGIC / Chapter 16 - Seperti Majikan Dan Babu!

Chapter 16 - Seperti Majikan Dan Babu!

Sebelum keluar dari ruangannya, Ranu kembali menarik tali roller blind dan membuat seluruh pasang mata stafnya sontak menatap ke arahnya karena penasaran. Terutama Bhiru yang pertama kali tertangkap basah olehnya dan langsung menenggelamkan wajahnya di balik dinding kubikelnya.

"Bapak mau keluar makan siang?" Jenar dengan berani menegur ketika ia hendak pergi bersama Kania yang bergelayut genit di lengannya.

"Iya."

"Tapi maaf sebelumnya nih pak, saya cuma mau mengingatkan bahwa pukul satu lewat tiga puluh menit nanti, Mr. CEO mau mengadakan zoom meeting penting. Dan semua dewan direksi wajib join. Bapak jangan sampai lupa ya?" ujar Jenar mengingatkan membuat Kania meliriknya dengan tidak senang. Sosok tinggi semampai dan wajah cantik Jenar membuat Kania diam-diam merasa terintimidasi.

Mendengar peringatan Jenar, raut wajah Ranu tampak ragu jika ia akan kembali ke kantor dengan tepat waktu. Tetapi karena Kania menempelnya dengan begitu erat dan tidak akan pergi begitu saja sebelum ia memenuhi keinginannya, akhirnya Ranu memutuskan sesuatu yang membuat Kania dan semua orang terkejut.

"Bhiru kamu ikut makan siang dengan saya dan Kania."

"Hah?!" Bhiru terperangah kaget mendengar instruksinya. Entah mengapa tampang imut stafnya itu jadi terlihat seperti sedang terguncang dan membuat Ranu sebenarnya merasa geli.

"Dan jangan lupa bawakan iPad saya untuk zoom meeting nanti."

"Kenapa harus saya, pak?" Bhiru cepat-cepat melayangkan protes sambil melirik Jenar yang tampak pura-pura acuh tak acuh dengan nasib Bhiru. "Kenapa bukan Jenar?" gadis berwajah baby face oriental itu menuding Jenar yang merupakan sekretaris pak Ranu.

"Saya ajak kamu bukan tanpa alasan." Ranu berkata sambil melangkah duluan pergi bersama tunangannya.

Selepas pak Ranu dan Kania pergi.

"Yang tabah ya, Bhi." Jenar meremas lembut bahu Bhiru yang sedang cemberut mencangklong tasnya. "Jangan lupa ipad pak Ranu dibawa."

"Kenapa bukan kamu yang diajak sih, Nar?" Bhiru masih belum bisa menerima kenyataan.

"Tahu nggak, kenapa?"

Bhiru menggeleng.

"Karena sepertinya pak Ranu tahu kalau tunangannya itu terintimidasi dengan adanya aku di antara mereka." Jenar dengan percaya diri memaparkan alasannya sambil mengibas rambut ekor kuda sempurnanya.

"Tahu dari mana bu Kania nggak suka sama kamu?"

"Masa kamu nggak lihat caranya perempuan itu melihat aku? Seolah-olah aku ini akan menjadi pesaingnya saja," jawab Jenar sambil tertawa sinis.

"Memangnya ke aku nggak begitu juga?" Bhiru bertanya sambil memasukan iPad pak Ranu di tasnya.

"Jelas beda dong. Kalau caranya menatap aku tuh bagai pesaingnya sedangkan caranya dia menatap kamu tuh seperti…" Jenar mengamati Bhiru dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Seperti apa?" Bhiru penasaran sambil mendekatkan wajahnya pada Jenar.

"Seperti majikan ketemu babu!" tambah Jenar mengakhiri ucapannya dengan derai tawa yang membuat Bhiru ingin meremas bibirnya yang kelewat julid. Tapi ia tidak punya waktu lagi, pak Ranu pasti sudah menunggunya menyusul.

"Aku pergi dulu ya!" Bhiru bergegas menyusul pak Ranu.

"Hati-hati di jalan ya Bhi! Yang nurut sama Nyonyah!"

"Kampret kau ya!" seru Bhiru terdengar lantang meski sosoknya telah hilang di balik pintu.

Berada di jok belakang mobil, Bhiru yang merasa bagaikan asesoris mobil, hanya bisa menonton interaksi pasangan di depannya yang membuatnya sakit mata!

Kania yang seolah menganggap Bhiru tidak ada di belakang sana, dengan cuek menyandarkan kepalanya di bahu kiri pak Ranu yang sedang fokus mengemudi. Sembari bibirnya bersenandung mengikuti alunan lagu di tape mobil tunangannya.

Dalam diam, Bhiru sebenarnya merasa geli karena Kania benar-benar kebal dengan sikap dingin pak Ranu. Bahkan dengan santai bersenandung mengikuti alunan musik yang diputar di tape mobil. Tapi Bhiru akui suara Kania benar-benar merdu dibandingkan suara dirinya yang mirip suara kambing gunung saat berdendang.

Apakah gara-gara suara yang merdu itu ya pak Ranu jadi jatuh cinta dengan Kania? Kalau bagi Bhiru sih merasa jadi mengantuk.

Zz…Zz…Zz…

Tiba-tiba Bhiru terbangun dengan kaget begitu mendengar bunyi pintu mobil yang sengaja dibanting oleh pak Ranu untuk membangunkannya. Bhiru baru sadar ia tertidur.

Mengusap-usap kedua pelupuk matanya yang masih mengantuk, Bhiru tergopoh-gopoh menyusul pak Ranu yang sudah berada cukup jauh di depannya bersama Kania yang tidak pernah melepaskan gandengannya.

"Ma—maaf saya ketiduran." Bhiru cepat-cepat meminta maaf karena pak Ranu cemberut menatapnya.

"Tolong bawakan tas aku, ya Bhiru." Kania tiba-tiba mengulurkan tas Gucci-nya pada Bhiru yang sontak tercengang.

B%¥€≠£ßØ£¥ÀN!!! Bhiru hanya mengumpat dalam hati. Kenapa ucapan Jenar selalu benar? Kania benar-benar memperlakukannya seperti babu! Dan pak Ranu mendiamkan saja ulah tunangannya yang seenaknya. Seolah-olah itu adalah hal yang biasa di matanya.

Aku stafmu yang berdedikasi tinggi pak! Bukan babu!

Ingin rasanya Bhiru berteriak seperti itu. Tapi nyatanya Bhiru tak berdaya dan terpaksa membawakan tas mahal Kania.

Dengan patuh, Bhiru mengekor di belakang pasangan itu masuk ke dalam restoran elite. Untung saja dulu Langit pernah mengajaknya makan di tempat seperti ini, jadi Bhiru tidak merasa canggung ketika memasukinya.

Setelah makan siang bertiga yang menghabiskan waktu sekitar selama satu jam lewat lima belas menit untuk makan namun lebih banyak mesra-mesraannya, Kania meminta pak Ranu mengantarnya pulang.

Sambil mengemudi, pak Ranu menatap Bhiru melalui spion tengah mobilnya. Memperhatikan Bhiru yang tengah sibuk mengecek grup Whatsapp kantor, dan beberapa surel dari customer perusahaan serta chat dari Jenar yang memberinya link zoom meeting yang akan diadakan.

"Lima belas menit lagi zoom meeting-nya dimulai, kan?" tanyanya mengusik kesibukan Bhiru.

"Info dari Jenar, zoom meeting-nya diundur satu jam lagi pak," sahut Bhiru cepat. "Pak CEO lagi menerima tamu dari Bangkok."

"OK."

"Karena meeting diundur satu jam lagi, gimana kalo kita mampir sebentar di tempat Madam Ella, Sayang?" pinta Kania tiba-tiba membuat Bhiru dan pak Ranu kompak menghela nafas panjang.

"Ngapain?" Bahkan pak Ranu pun terdengar keberatan. "

"Aku penasaran ingin mengecek gaun pengantinku. Madam Ella barusan chat, gaunku sudah delapan puluh persen pengerjaannya." Kania memaksa dengan rengekannya.

Bisa ditebak oleh Bhiru, meski tampak enggan dengan ajakan tunangannya, pak Ranu tetap saja mengabulkannya.

Dan Bhiru seketika merasa lelah. Tidak menyangka mengikuti kemana pasangan itu pergi benar-benar menghabiskan energi dan menurunkan kadar kebahagiaannya seketika.