Tapi semangat Bhiru yang sempat drop mendadak melonjak saat mobil pak Ranu berhenti di area parkir sebuah ruko besar nan mewah milik 'ELLA'S BRIDAL & COUTURE' yang memajang beberapa gaun pengantin yang semuanya sangat cantik dan anggun pada jendela display-nya.
Bola mata dan otak Bhiru seketika menjadi segar. Ini yang namanya sengsara membawa hikmah!
Bhiru juga ingin melihat-lihat koleksi gaun pengantin rancangan Madam Ella yang sudah menjadi langganan para pesohor negeri ini.
Masuk ke dalam gedungnya, mereka langsung disambut ramah oleh pemiliknya. Seorang wanita transgender yang biasa dipanggil dengan sebutan Madam Ella.
"Hallo Kania sayaaang!" Madam Ella langsung nyosor cium pipi kanan dan kiri Kania dengan heboh. "Yuk langsung cobain gaunnya." Dan langsung menarik Kania ikut bersamanya.
Sementara itu, Bhiru yang tak henti-henti merasa kagum, menyusuri setiap sudut ruangannya untuk melihat-lihat aneka gaun pengantin yang dipajang pada manekin yang semuanya membuatnya girang setengah mati. Bhiru jadi ingin lompat-lompat saking girangnya.
Di sinilah gaun pengantin impiannya bisa ia dapatkan! Meski pun ia hanya akan menyewa gaun sesuai dengan budget-nya yang tidak terlalu besar. Tapi Bhiru percaya tempat ini pasti juga menyediakan gaun yang seperti ia angan-angankan. Bahkan sejak pertama kali melangkahkan kakinya masuk ke dalamnya, Bhiru langsung merasa ia berjodoh dengan tempat ini.
Ia juga ingin mencoba salah satu gaunnya dan ia akan memperlihatkannya pada Langit.
Tapi sebelum itu ia harus mempersiapkan zoom meeting yang harus dihadapi oleh bosnya. Beruntung tugasnya sedikit diringankan oleh Kania yang berinisiatif meminta bantuan pada asisten Madam Ella agar meminjamkan satu ruangan tenang untuk pak Ranu.
"Sudah dimulai, pak." Bhiru lalu menyerahkan ipad telah ia nyalakan pada pak Ranu yang sejak tadi menunggunya dengan wajah bosan.
Sementara Kania sedang mencoba gaun pengantinnya, Bhiru menemani pak Ranu menghadiri zoom meeting yang dipimpin oleh CEO yang saat ini berada di Tokyo dan seluruh dewan direksi perusahaan. Selama mengikuti meeting, Bhiru yang tampak kurang fokus karena pikirannya sibuk melayang-layang keluar ruangan akhirnya membuat pak Ranu terusik.
"Kamu keluar saja." Suara pak Ranu mengejutkan Bhiru yang sedang asyik berandai-andai mencoba salah satu gaun pengantin di luar sana.
"Yang bener, Pak?" Bola mata Bhiru berbinar-binar menatap pak Ranu.
"Iya."
"Terima kasih, Pak!" ucap Bhiru girang sambil bergegas keluar meninggalkan pak Ranu yang lanjut mengikuti zoom meeting dengan CEO dan para dewan direksi.
Menemukan Kania sedang mencoba gaun pengantinnya dengan dibantu oleh Madam Ella dan asistennya, Bhiru menatapnya dengan takjub. Gaun pengantin yang dikenakan Kania adalah gaun dengan model mermaid berpotongan dada yang sangat rendah. Sehingga Bhiru yakin dada Kania bisa tumpah kapan saja jika ia tidak hati-hati bergerak, meski pun membuatnya terlihat sangat seksi karena Kania memiliki ukuran payudara yang cukup menggiurkan.
Cantik sekali gaunnya…Bhiru benar-benar takjub melihatnya.
"Bhiru, gimana pendapat kamu? Cantik nggak gaunnya?" Kania bertanya padanya yang masih menatapnya takjub.
"Cantik banget." Bhiru menyahut dengan pandangan yang tak mau lepas sedikit pun dari gaun pengantin Kania.
"Terima kasih. Ranu pasti bakal terpesona melihatnya." Kania berputar memamerkan gaun pengantin yang tampak begitu pas di tubuh tinggi semampainya bahkan membuat bokong indah Kania jadi tampak tercetak jelas.
Bhiru sontak menjadi iri dengki dengan anugerah yang dimiliki Kania sambil meraba bokongnya sendiri.
"Kenapa kamu nggak sekalian cobain gaun pengantin di sini, Bhiru?" usul Kania membuat Bhiru tersadar akan salah satu tujuannya meninggalkan pak Ranu zoom meeting sendirian. "Madam, tolong bantu dia ya? Asisten tunangan aku itu juga sebentar lagi akan menikah." Kania meminta pada Madam Ella yang langsung tertarik dengan cerita Kania.
"Tentu saja bisa." Madame Ella lalu menghampiri Bhiru dan meminta tubuh Bhiru berputar agar ia bisa lebih jelas melihat bentuk tubuhnya. "Hmm, tidak terlalu mungil juga tidak tinggi."
Bhiru mendadak salah tingkah karena Madame Ella mengamati bentuk tubuhnya dengan serius untuk beberapa saat hingga akhirnya ia memanggil salah satu asistennya yang mengganggur.
"Mirnaaaa! Ambilkan beberapa gaun buat adek kecil ini yang modelnya empire waist!"
"Siap Madaaaam!" Mirna asistennya yang saat itu sibuk mendandani salah satu manekin bergegas mematuhi perintah bosnya.
Adek kecil? Entah Bhiru harus merasa tersanjung atau terhina dengan sebutan itu.
Apakah ia tampak semuda itu di mata orang-orang?
Tidak lama kemudian, Mirna datang untuk membawa Bhiru pada salah satu ruang ganti untuk mencoba gaun pengantin yang telah ia bawakan.
"Adek kayaknya baru lulus SMA ya? Apa nantinya nggak menyesal nikah cepat?" Mirna bertanya sambil membantu Bhiru mengenakan gaunnya.
Astaga! Bahkan Mirna pun ikut menganggapnya semuda itu. Ingin rasanya Bhiru tertawa terbahak-bahak, tapi ia malah berusaha menahannya agar tidak merusak kesan anggun dirinya yang saat ini terpantul dari balik cermin besar.
"Aku sudah 27 tahun, mbak," pengakuan Bhiru membuat Mirna tercengang sesaat lalu tertawa geli.
"Yang bener?" Mirna masih saja tak mempercayainya. Dua puluh tujuh tahun masih punya tampang anak SMA? Benar-benar gadis yang beruntung menurut Mirna.
"Iya."
"Awet muda sekali ya?" Mirna langsung mengagumi paras Bhiru yang baby face dan sering menuai kesalah pahaman orang-orang. "Nah, sudah. Kamu kelihatan cantik sekali begitu pakai gaun ini." Mirna tidak ragu-ragu memuji penampilan Bhiru dengan gaun pengantin model empire waist yang membuat tinggi tubuh 160 cm Bhiru terkesan lebih tinggi. Pilihan Madam Ella benar-benar tidak perlu diragukan lagi, mengingatkan Bhiru akan saran Jenar tempo hari.
"Apakah gaun seperti ini biaya sewanya mahal?" Bhiru bertanya dengan malu-malu pada Mirna.
"Tarif sewanya lumayan mahal sih. Dari dua jutaan hingga delapan jutaan. Kalau gaun yang lagi kamu pakai ini tarif sewanya enam juta rupiah."
Bhiru mendadak migren.
"Tapi kalau untuk dikenakan di hari yang istimewa rasanya sebanding dengan pengorbanannya. Lagi pula masih jauh lebih mahal jika kamu sengaja membuatnya seperti gaunnya bu Kania contohnya." Mirna menjelaskan sambil memasangkan veil lumayan panjang di kepala Bhiru.
Memandang dirinya melalui cermin, kini Bhiru benar-benar tampak seperti pengantin sungguhan. Gaun yang ia kenakan sekarang benar-benar sesuai dengan ekspetasinya.
"Ngomong-omong, kalau gaunnya bu Kania semahal apa?" Bhiru masih penasaran.
"Sekitar lima puluh jutaan, kalau nggak salah dengar dari Madam."
Bhiru sontak bengek.
"Gimana? Suka nggak dengan gaunnya?" Mirna bertanya sambil berdiri di samping Bhiru yang masih terpana memandang dirinya sendiri di cermin.
"Suka banget." Bhiru dengan riang berputar ke kanan dan kiri, tak bosan-bosannya mematut diri di depan cermin.
"Kalau udah cocok, booking dari sekarang saja. Ngomong-omong kapan acaranya?"
"Masih sebelas bulan lagi."
"Berarti masih panjang waktunya buat menabung biaya sewanya tuh."
"Iya." Bhiru dalam hati sudah memutuskannya dan tinggal meminta pendapat Langit saja.
"Eh mau aku fotoin sekalian nggak?" Mirna membuat Bhiru teringat ia harus memperlihatkannya pada Langit. "Sayang kalau nggak difoto."
"Iya mau! Tapi HP ku tertinggal di tas. Aku ambil dulu ya." Bhiru buru-buru membuka tirainya untuk mengambil gawainya.
Tapi ia malah menemukan pak Ranu sedang berdiri tak jauh dari depan tirainya yang telah ia buka lebar.
Bahkan sekitar beberapa detik pak Ranu tampak membeku menatapnya.
Terus terang, Bhiru malu sekali karena ketahuan oleh pak Ranu dan untuk menutupi rasa malunya Bhiru sengaja nyengir lebar. Bhiru yakin wajahnya kini pasti sedang semerah tomat.
"Meeting-nya sudah selesai, pak?" Bhiru berbasa-basi untuk mencairkan suasana yang mendadak canggung.
"Sudah." Pak Ranu menjawab dengan suara tertahan sambil mengalihkan pandangannya ke arah Kania yang sedang berdiskusi panjang dengan Madam Ella tentang gaun pengantinnya.
Berjalan dengan kedua tangan mengangkat bagian bawah gaunnya yang kepanjangan, Bhiru menuju bangku tempat ia meletakan tasnya untuk mengambil gawainya. Lalu kembali nyengir ke arah pak Ranu yang kembali memandangnya.
Kembali menghampiri Mirna, Bhiru menyerahkan gawainya pada Mirna yang hendak membantunya mengambil fotonya.
"Jangan tegang, ayok santai saja. Senyum yang manis…nah pose yang seperti itu kelihatan OK. Satu…dua…tiga…"
Cekrek! Cekrek!
Dua gaya andalan Bhiru, pose melebarkan bagian bawah gaun dan pose pegang pinggang sakit encok diabadikan oleh Mirna dengan baik.
Melihat hasil jepretan Mirna di gawainya, Bhiru tersenyum lebar menatap foto dirinya. Tak sabar ingin memperlihatkannya pada Langit, Bhiru mengirimkan fotonya saat itu juga ke nomor kontak Langit yang telah mengabaikannya selama dua hari ini.
Menunggu respon dari Langit, Bhiru menghela nafas panjang karena gelisah dan matanya kembali menatap ke arah pak Ranu yang ternyata masih berada di tempat yang sama. Yang mana lelaki itu ternyata kembali sedang menatapnya dalam diam. Dengan tatapan berbeda yang belum pernah Bhiru temui sebelumnya. Bukan tatapan tajam, sinis, judes apalagi tatapan membunuh saat menagih laporan bulanan yang terlambat satu hari.
Dan tatapan itu membuat Bhiru mendadak menyentuh dadanya. Ada desir aneh yang tiba-tiba datang tanpa permisi dan itu karena tatapan pak Ranu.