Chereads / WOLFY (Humankeeper) / Chapter 24 - PART 24 - The Dreams

Chapter 24 - PART 24 - The Dreams

Emma mulai berangkat bekerja keesokan harinya. Ia masuk ke dalam lift yang terbuka, seseorang menyapa teman di dalam lift, dan seorang lelaki membalas menyapa. Emma yang sedari tadi menundukkan kepala refleks mengangkat kepalanya, matanya menatap tajam ke depan sebelum ia menoleh ke arah suara lelaki itu. Ia mengenal suara berat itu, dan benar seperti yang di pikirannya, dia adalah Wolfy.

Wolfy sedang berbincang dengan Enyo dan Clio yang kebetulan masuk di lift yang sama. Emma menatap sejenak dengan terkejut, kemudian kembali menundukkan kepalanya. 'Kenapa dia ada disini?! Apa dia bekerja disini juga?! Stalker?! Kenapa otakku berpikir bahwa suaranya seksi sampai aku mengingat suaranya dengan jelas?! Sialan!'

Emma segera keluar dari lift saat lift berhenti di lantai yang ia tuju. Ia berbelok ke lobby kantor, namun ia berteriak kencang saat melihat makhluk bulat hitam berduri dengan mata mencuat yang berada di depan lobby. Emma menutup mulutnya dengan kedua tangannya, menahan teriakannya.

Wolfy, Enyo dan Clio bergegas keluar dan Clio merapalkan mantra untuk menghancurkan demon level rendah yang muncul di sana. Emma mengedipkan matanya berkali-kali, ia meminta maaf telah membuat keributan kepada satpam di depan. Ia merasa yakin melihat makhluk berbentuk sangat aneh di depannya tadi, namun sekarang ia sudah tak melihatnya lagi. "Apa aku berhalusinasi?" Ia bergugam pelan sambil berjalan masuk ke dalam kantor.

Wolfy dan Clio saling berpandangan, menyadari bahwa Emma bisa melihat demon yang berkeliaran.

Enyo: "Dia bisa melihat-" Clio mengangguk sebelum Enyo menyelesaikan kalimatnya.

Emma duduk di tempatnya, menggeleng-gelengkan kepalanya berharap bisa menghilangkan halusinasinya. 'Apa ini efek dari obat yang mereka berikan? Tadi aku sungguh melihat makhluk aneh itu, tapi kenapa tiba-tiba hilang begitu saja?!'

Pak Jonathan: "Apa kamu sudah sehat?" Emma menoleh ke arah Pak Jonathan yang baru saja datang.

Emma: "Pagi pak. Sudah baikan pak, aku baik-baik saja." Pak Jonathan tersenyum cerah padanya.

Pak Jonathan: "Ayo kita sarapan bareng." Emma tersenyum dan mengangguk. Wolfy mengawasi pak Jonathan dan Emma yang berjalan keluar bersama. Ia memutuskan mengikuti mereka berdua. Dan ia menyesali keputusannya untuk mengikuti mereka yang sarapan bersama kemudian meeting dengan client hingga sore hari. Wolfy mengepalkan tangan menahan emosinya setiap melihat kedekatan pak Jonathan dan Emma.

Malamnya mereka berdua pergi ke rumah pak Jonathan, membuat Wolfy semakin kesal. Ia berusaha masuk ke dalam rumah agar ia bisa melihat apa yang mereka berdua lakukan. Pak Jonathan dan Emma sedang makan di depan TV, toto si anjing kecil berkeliaran mencari perhatian mereka.

Wolfy mengirimkan message di grup, memberikan informasi update kepada Gaia dan yang lainnya bahwa Emma saat ini berada di rumah pak Jonathan. Ia melirik ke dalam rumah sebentar, kemudian ia menoleh memandang Emma dan pak Jonathan yang duduk di sofa, sedang berciuman. 'What the #$@%?!!' Wolfy mengumpat kesal.

Namun beberapa saat kemudian, ia melihat demon yang menunjukkan dirinya keluar dari Emma dan hendak melahap jiwa pak Jonathan. Wolfy segera berdiri dan masuk ke dalam rumah, menghentikan demon yang sudah mulai melahap jiwa pak Jonathan. Pak Jonathan mulai tak sadarkan diri. Wolfy berlari dan mendorong demon itu keluar sepenuhnya dari tubuh Emma.

Demon itu memiliki sayap hitam yang seperti tercabik-cabik dengan tanduk besar di kepalanya. Gigi taringnya berbaris selebar wajahnya. Matanya berwarna hijau dan memiliki wajah gelap seperti terbakar yang menyeramkan.

Wolfy berusaha menekan leher demon tersebut dengan cakar tajamnya, namun demon itu sangat kuat sehingga bisa mendorong Wolfy hingga jatuh terpental. Kemudian demon tersebut berubah menjadi dua cahaya hijau dan kabur dengan begitu cepat.

Wolfy mendekati Emma yang tak sadarkan diri, memeriksa denyut nadinya dan bernafas lega mengetahui Emma masih hidup. Ia berjalan mendekati pak Jonathan dan memeriksanya juga. Keduanya masih bernafas, Wolfy menghembuskan nafas leganya sekali lagi, kemudian ia segera menelpon Bram, memberitahu apa yang baru saja terjadi.

Tak lama, Bram datang dan memberikan ramuan recovery untuk pak Jonathan dan Emma yang tampak lemah.

Wolfy: "Apa mereka akan ingat kejadiannya?"

Bram: "Sampai sebelum demon itu muncul melahap jiwanya. Setelah itu mereka tak sadarkan diri, mereka tak akan tau apa yang terjadi. Sebaiknya kau segera membawa Emma pulang. Tubuh yang dimasuki oleh demon akan kehabisan banyak energi, tubuhnya pasti lemah dan butuh istirahat untuk memulihkan energinya." Wolfy menatap pak Jonathan yang terbaring di sofa, dengan toto yang kebingungan di sisinya.

Bram: "Dia akan baik-baik saja. " Wolfy menatap Bram dengan ragu.

Wolfy: "Tolong manipulasi pikirannya bahwa Emma tidak datang ke rumahnya hari ini." Bram mengerutkan dahinya bingung.

Wolfy: "Hubungi Gaia untuk memanipulasi pikirannya. Please.." Bram mengangguk walau bingung dengan keinginan Wolfy.

Wolfy membawa Emma pulang. Ia membaringkan Emma di kasur, menyelimuti Emma dengan selimut tebal. Ia tampak cemas dan gelisah sambil menatap Emma yang terkulai. Wolfy mengambil handuk kecil dan air hangat, membersihkan wajah Emma perlahan. Karna ia tau Emma tak akan senang dengan kehadirannya di dalam apartemen Emma, Wolfy pun keluar dan berjaga di luar sepanjang malam.

Jam tiga pagi, Emma bermimpi buruk dan merintih ketakutan. Wolfy segera bangkit saat mendengar Emma yang merintih dan mengetok pintu beberapa kali sambil memanggil Emma.

Tak lama Emma membuka pintu dengan wajah syok dan ketakutan. Nafasnya pendek-pendek seperti kelelahan.

Wolfy: "Emma, kenapa?" Wolfy bertanya dengan gusar, ia menggenggam kedua lengan Emma erat.

Emma: "Aku.. aku melihat makhluk yang sangat aneh di dalam mimpiku. Dia..bertubuh pria, tapi berkepala singa. Dan dia menaiki seekor beruang, ada seekor ular yang melilit di pergelangan tangannya- " Mata Wolfy membesar, menyadari itu pasti sosok seorang demon.

Emma: "Dia mengatakan sesuatu, tapi aku tak bisa mengingat apa yang ia katakan. Bahasanya.. bahasanya asing, namun aku tampak mengerti apa yang ia katakan di dalam mimpi. Begitu aku terbangun, aku tak bisa mengingatnya."

Wolfy: "Kau hanya bermimpi buruk. Tenanglah. Aku akan menemanimu, ok?" Wolfy menuntun Emma ke kasurnya.

Emma tampak ragu sebelum berbaring di kasur, ia menatap Wolfy dengan tatapan cemas bercampur dengan rasa takut.

Wolfy: "Aku disini. Aku tak akan meninggalkanmu. Tidurlah." Emma berbaring, menatap Wolfy dengan tatapan nanar. Wolfy menggengam tangan kanan Emma sambil terus menatap Emma.

Emma: "Siapa kau sebenarnya.. Mengapa kau terasa begitu dekat namun aku tak bisa mengingatmu.. Mengapa kehadiranmu selalu membuat perasaanku.." Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.

Emma: "Aku bahkan tak bisa menggambarkannya.." Wolfy menggelengkan kepalanya perlahan.

Wolfy: "Jangan banyak berpikir dan istirahatlah." Emma menutup kedua matanya, tubuhnya terasa lemah dan akhirnya ia pun tertidur.

--------------------------------------------------------------------------------------

Bram: "Itu adalah sosok Demon Purson. Apakah dia datang ke dalam mimpi Emma untuk memberikan pesan atau sesuatu?"

Wolfy: "Ya, tapi Emma tak bisa mengingatnya. Dia jelas menyampaikan sesuatu. Apa kita perlu mengkhawatirkan ini?" Bram terdiam beberapa saat sebelum menjawab.

Bram: "Aku tak bisa memastikannya. Terus awasi Emma, jangan lepaskan dia dari pengawasanmu." Wolfy mengangguk.

Wolfy: "Apa Gaia sudah memanipulasi ingatan Jonathan?"

Bram: "Ya. Gaia sudah memilah ingatannya dan menghilangkan ingatan bahwa Emma datang ke rumahnya. Mengapa kau mencemaskan hal itu?" Wolfy menghela nafas sebelum menjawab.

Wolfy: "Emma menciumnya. Aku tak mau dia salah sangka, itu pasti karna Emma dirasuki demon dan tak tau apa yang ia lakukan."

Bram: "Kau takut itu akan membuat hubungan mereka one step forward?" Bram mengangkat alisnya menggoda Wolfy dengan pertanyaannya.

Wolfy: "Nope. Aku hanya tak mau dia mengingat sesuatu yang Emma bahkan tak akan mengingatnya." Wolfy menggeleng, menghindari kontak mata dengan Bram. Bram tersenyum, ia tau Wolfy hanya berusaha mengelak.

Hari sabtu, Emma berjanji menemani pak Jonathan untuk pergi ke klinik hewan. Pak jonathan menggendong toto di tangan kirinya dan membukakan pintu klinik untuk Emma. Emma tersenyum dan berjalan masuk. Wolfy baru saja keluar dari ruangan dokter, dan gerakannya melambat saat melihat pak Jonathan dan Emma.

Pak Jonathan: "Oh, dia tetanggamu kan Emma?" Emma melirik pak Jonathan sejenak, mengangguk dan tersenyum tipis.

Wolfy: "Pengecekan rutin?"

Pak Jonathan: "Ya. Kau bekerja disini?"

Wolfy: "Ya, hanya pekerjaan sambilan di hari libur. Silakan mengisi data dulu. Langsung masuk saja setelah mengisi data."

Emma masih memandang Wolfy yang mengambil beberapa dokumen dari meja registrasi dan kembali masuk ke dalam ruangan dokter. Ia merasa dejavu, namun berusaha mengabaikan perasaan itu.

Vina: "Halo, Jonathan. Oh hai Emma, kau juga ikut ternyata. Hei little toto, apa kabarmu..." Dokter Vina yang ramah menyambut mereka begitu mereka masuk ke dalam ruangan. Ia mulai memeriksa toto.

Vina: "Wolfy, bisa kau ambilkan- Oh, thank you asistenku yang cekatan. Kamu sungguh hapal apa yang akan kuminta ya?" Dokter Vina tertawa kecil dan Wolfy tersenyum membalas candaan dokter Vina.

Wolfy: "Aku asistenmu yang paling cekatan kan? That's why kau tak mau melepasku dokter?" Wolfy tersenyum menggoda dokter Vina.

Vina: "You are the best!"

Melihat keakraban antara dokter Vina dan Wolfy menimbulkan de javu lagi bagi Emma. Emma merasa kesal tanpa sebab melihat keakraban itu.

Vina: "Emma teman Wolfy kan? Aku ingat terakhir kali Emma datang, Wolfy memberitahuku bahwa kalian tinggal di apartemen yang sama, hanya berbeda tower saja."

Wajah Emma tampak kaku dan matanya menatap tajam ke arah Wolfy. Ia tak ingat bertemu Wolfy saat ia ke klinik ini. Namun perkataan dokter Vina meyakinkannya bahwa ia pernah mengenal Wolfy sebelumnya. Wolfy menyadari ekspresi Emma yang tampak terkejut.

Emma: "Ah.. ya, kami tinggal di apartemen yang sama." Emma menjawabnya dan berusaha menghilangkan keterkejutannya.

Setelah pemeriksaan selesai, mereka menunggu toto dimandikan. Sesekali Wolfy melirik ke arah pak Jonathan dan Emma yang bercanda dan tertawa bersama. Wolfy berusaha keras mengabaikan perasaan kesal yang ia rasakan. Ia ingin tak peduli, namun kekuatan pendengarannya menyiksanya karna terus berfokus pada pembicaraan pak Jonathan dan Emma.

Setelah toto selesai dimandikan, mereka pun segera meninggalkan klinik hewan itu. Emma menghabiskan waktu bersama pak Jonathan dan toto di rumah pak Jonathan. Mereka memasak makan malam bersama dan berbincang sambil bermain dengan toto.

Emma: "Kurasa aku harus pulang sekarang pak, sebelum terlalu malam untuk naik bus." Emma melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan.

Pak Jonathan: "Biar kuantar. Jangan pulang sendiri malam-malam."

Emma: "No, ini belum terlalu malam untuk pulang sendiri. Aku kan bukan anak kecil pak." Emma nyengir sambil menahan pak Jonathan yang sudah bersiap untuk berdiri."

Emma: "It's ok. Aku suka menikmati malam dengan naik bus." Emma tersenyum meyakinkan pak Jonathan untuk tidak mengantarkannya.

Emma berjalan keluar dari perumahan, tiba-tiba ia berbalik karna merasa ada seseorang yang mengikutinya. Wolfy berdiri diam terkejut dengan gerakan Emma yang tak terduga itu.

Emma: "Kau mengikutiku?!" Wolfy masih terdiam, bingung harus menjawab seperti apa agar Emma bisa mempercayainya. Emma berjalan mendekati Wolfy.

Emma: "Berusaha mencari kebohongan yang meyakinkan? Darimana kau tau aku ada disini?"

Wolfy: "Aku mendengar percakapan kalian di klinik." Wolfy menjawab dengan enggan.

Emma: "Jelaskan padaku tentang yang dikatakan dokter Vina tadi. Aku yakin aku tak melihatmu saat terakhir kali aku datang ke klinik itu beberapa waktu lalu. Namun dokter Vina bilang aku bertemu denganmu di klinik itu sebelumnya."

Wolfy tampak gugup dan gusar. Ia diam saja, menolak menjawab pertanyaan Emma.

Emma: "Cepat atau lambat aku akan mendapat jawaban itu, darimu atau bukan. Aku akan mencari tahu sendiri kalau kau tak mau memberitahuku." Emma berbalik dan hendak pergi.

Wolfy: "Kamu sendiri yang mau melupakannya." Emma menghentikan langkahnya dan berbalik lagi.

Wolfy: "Kau yang meminta untuk melupakanku. Apa gunanya itu jika sekarang kau mencari tahu tentang ingatan yang ingin kamu lupakan. Kamu hanya membuat lingkaran setanmu sendiri kalau begitu." Emma terdiam menatap Wolfy.

Emma: "Aku sering melihatmu di dalam mimpiku. Aku ingin memastikan sesuatu."

Emma berjalan mendekati Wolfy, menyibakkan kaos Wolfy sedikit untuk melihat sesuatu di perut samping kirinya. Emma melihat lambang human keeper di perut kiri Wolfy, sama seperti yang ia lihat di dalam mimpinya.

Emma: "Ternyata benar itu bukan mimpi. I guess, it's a piece of my memory." Emma menatap mata Wolfy sambil bergumam.

Emma: "Yang kurasakan padamu, kini aku bisa menggambarkannya. Aku merasa seperti menyukaimu sekaligus membencimu. Pasti kau telah membuatku begitu patah hati sampai aku memutuskan untuk melupakanmu yang entah bagaimana caranya." Tatapan Emma berubah menjadi tatapan benci, ia berbalik dan berjalan meninggalkan Wolfy.

Wolfy berjalan mengikuti Emma walau perasaannya begitu sakit melihat tatapan Emma yang tampak begitu membencinya.

Emma: "Jangan mengikutiku!" Emma mempercepat jalannya.

Wolfy: "Kita tinggal di apartemen yang sama, ingat?" Emma berjalan cepat dan berbelok ke gang kecil yang gelap untuk memisahkan arahnya dari Wolfy. Wolfy berlari mengejar Emma.

Wolfy: "Hei, bahaya sendirian di tempat gelap seperti ini." Wolfy menarik lengan Emma.

Ia menarik Emma terlalu kuat sehingga Emma menubruk dada bidangnya. Emma menengadahkan kepalanya, mereka saling berpandangan dengan jarak yang sangat dekat. Perasaan Emma bergejolak saat menatap Wolfy dari jarak yang sangat dekat, ia merasakan kerinduan yang membuncah di dalam hatinya.

Wolfy menatap bibir Emma, membuatnya teringat lagi saat Emma mabuk dan memaksa menciumnya dengan bibir merah muda itu. Wolfy melepas tangannya dan menjauhkan tubuhnya. Emma berjalan mundur dan hendak pergi meninggalkan Wolfy, namun Wolfy menahannya lagi.

Wolfy: "Emma, pulanglah bersamaku. Kita punya tujuan yang sama, ini akan lebih aman untukmu." Emma menarik lengannya.

Emma: "Biarkan aku sendiri. Aku takut tak bisa menahan perasaanku saat ini." Wolfy melepaskan tangan Emma, membiarkan Emma berjalan menjauh.

Ia masih mengikuti Emma dari jarak yang lebih jauh agar Emma tak menyadarinya. Setelah memastikan Emma sudah sampai di apartemennya, ia mengelilingi taman berpatroli sejenak kemudian kembali ke apartemennya. Wolfy beristirahat di kamarnya setelah selesai mandi.

Tengah malam, seseorang mengetuk pintunya. Wolfy mengerutkan keningnya, meletakkan laptopnya di meja samping kasur dan berjalan keluar membuka pintu. Matanya melebar saat melihat Emma berdiri di depan pintu, tampak berantakan dan nafasnya tersengal-sengal.

Wolfy: "Bagaimana kamu bisa kesini?"

Emma: "Aku melihatnya di mimpiku. Pintu darurat selalu tidak tertutup rapat. Kukira aku bisa menahan perasaan ini, tapi aku tersiksa bahkan di dalam mimpiku." Wolfy mengusap pipi Emma dengan tangannya. Ia tak perlu penjelasan Emma untuk mengerti perasaan seperti apa yang dimaksud, karna ia pun merasakan hal yang sama.