Chereads / WOLFY (Humankeeper) / Chapter 28 - PART 28 - Drunk On This Pain

Chapter 28 - PART 28 - Drunk On This Pain

Emma: "Aku tak bisa menghubunginya, dan sudah satu minggu aku mencarinya! Please help me out here..."

Gaia, Cyclop dan Satyr hanya terdiam memandang Emma yang tampak putus asa dengan menghilangnya Wolfy tanpa kabar. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya Gaia berusaha menjawab.

Gaia: "Aku akan menjelaskannya padamu, tapi kuharap kau bisa menerimanya.. Wolfy.. mungkin sekarang dia sudah berubah menjadi serigala dan tak bisa kembali ke tubuh manusianya."

Emma: "Apa maksudmu dia tak bisa kembali ke tubuh manusia?" Gaia menghela nafas perlahan dan mengangguk.

Gaia: "Karena.. kau adalah keturunan demon, dan Wolfy adalah human keeper, ada hukum alam yang membuat kalian tidak diperbolehkan bersama. Dan karena kalian masih bersama, itu membuat Wolfy mendapat hukuman, menjadi serigala seumur hidupnya."

Mata Emma membesar dan menatap gusar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mencerna dan menolak penjelasan dari Gaia.

Emma: "Kenapa, kenapa Wolfy yang harus menanggung semuanya sendiri?"

Satyr: "Karena.. konon Purson sudah membuat kesepakatan, ia mau meninggalkan dunia atas dan menjadi demon dengan satu permintaannya: dunia atas tak boleh menganggu keturunannya."

Emma menutup bibirnya dengan kedua tangannya yang bergetar, kedua matanya mulai berkaca-kaca dan ia terus menggelengkan kepalanya kesulitan untuk menerima apa yang terjadi. Cyclop merangkul Emma berusaha menenangkannya.

Emma: "Apa kalian tau dimana Wolfy sekarang?" Mereka semua menggeleng dengan wajah sedih dan sama putus asanya dengan Emma. Tangisan Emma memecahkan keheningan, mereka bertiga memeluk Emma bersama-sama, berharap itu bisa meredakan kepedihan yang dirasakan oleh Emma.

Gaia, Satyr dan Cyclop menemani Emma, sampai akhirnya Emma meminta mereka meninggalkannya karena ia ingin sendiri. Emma menangis hingga tertidur di kasurnya. Tengah malam ia terbangun karena mimpinya, ia melihat serigala abu-abu di hutan yang pernah ia datangi. Hutan tempat camping saat kuliah dulu, tempat pertama kalinya ia melihat Wolfy dalam bentuk serigala.

Ia segera berlari ke tempat Erebus, berteriak memanggil nama Erebus sampai ia datang.

Erebus: "Sweetheart, kenapa kau teriak-teriak tengah malam begini?"

Emma: "Erebus, aku baru saja melihat Wolfy di dalam mimpiku. Bolehkah kupinjam Harpy, tolong antarkan aku ke tempat Wolfy. Please.. Please.."

Erebus tak tega melihat Emma yang merengek, akhirnya ia mengijinkan Harpy mengantar Emma ke hutan tersebut.

Emma buru-buru turun saat Harpy mendarat di tempat yang ia tunjuk hingga ia tersandung dan hampir jatuh. Ia berlari sambil

meneriakkan nama Wolfy berkali-kali. Hampir setengah jam ia mencari, sampai akhirnya ia melihat sepasang mata menatap ke arahnya dan bergerak mendekatinya. Sesosok serigala besar berwarna abu-abu tampak muncul dari semak-semak.

Emma: "Wolfy..."

Emma berjalan pelan mendekati serigala itu dan memeluknya. Ia tak mau melepaskan pelukannya sampai serigala itu mengerang pelan. Ia melepas pelukannya, menatap serigala itu yang tampak murung dan sedih. Emma menunduk, berusaha menghentikan air matanya yang menyeruak tak tertahankan.

Sejak hari itu, hampir setiap minggu Emma menyempatkan diri ke hutan tersebut dan menemui Wolfy. Walau ia hanya dapat memeluk seekor serigala besar dan menatap mata kuningnya, bahkan tak bisa berkomunikasi dengannya, namun ia merasa cukup puas bisa melepas rindu walau hanya sebentar.

Ares: "You can't keep doing it Emma.. Itu hanya membuatmu semakin nggak bisa move on. Kau mau seumur hidupmu seperti ini?" Emma menatapnya kesal.

Emma: "So kalau ini terjadi padamu dan Gaia, kau akan melepaskannya begitu saja dan move on? Sementara Gaia menderita sendiri diluar sana, kau berusaha move on?!"

Gaia: "Emma, tenanglah.. Bukan itu maksud Ares."

Emma: "Oh! bukan? Lalu apa maksudnya mengatakan itu?!"

Cyclop: "Emma, Emma, please calm down."

Emma: "Calm down?! Calm down?! Berbulan-bulan aku berpacaran dengan seekor serigala yang bahkan tak bisa berbicara denganku! Apa kau tau seberapa buruk yang kualami sekarang?!" Nada bicaranya semakin meninggi seiring dengan emosinya yang meningkat.

Gaia: "Ok this is your demon side talking. Emma kau semakin temperamen dan melampiaskan semua kemarahanmu kepada kami. Kami hanya ingin tetap berada disampingmu, di saat terburuk sekalipun."

Emma: "No.. kalian tak tau bagaimana perasaanku. Ini bukan sekedar LDR yang harus menempuh beberapa jam bolak balik hanya untuk menemuinya, tapi aku memacari segumpal bulu berkaki empat. Ini bahkan lebih buruk daripada memacari seorang demon."

Ia terisak dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Gaia dan yang lainnya memeluk Emma tanpa berkata-kata dengan raut wajah sedih namun tak bisa berbuat apapun untuk memperbaiki keadaan ini.

Sampai suatu hari saat Emma datang menemui Wolfy, Wolfy menggelengkan kepalanya seperti memberi isyarat. Kemudian Wolfy menekan hidungnya ke pipi Emma, mengerang pelan hampir terdengar seperti tangisan, kemudian ia pergi meninggalkan Emma yang masih terdiam tak mengerti.

Sejak hari itu, Emma masih mendatangi hutan tersebut namun tak pernah bisa menemukan Wolfy lagi. Setelah beberapa kali ia datang dan tak pernah menemukan Wolfy, ia memutuskan untuk menyerah dan tak pernah mendatangi hutan itu lagi. Ia berpikir, mungkin kecupan di pipinya waktu itu adalah salam perpisahan dari Wolfy yang sudah tak mau menemuinya.

Ia marah dengan hidupnya, dan semakin hari ia semakin tak mampu mengontrol emosinya. Emma menjadi semakin tak peduli dengan sekelilingnya dan hidup seperti zombie. Ia pergi bekerja, dan pulang ke apartemen, pergi bekerja dan pulang, pergi bekerja dan pulang, begitu seterusnya. Ia menolak untuk hang out seperti dulu dengan Gaia dan yang lain.

Ia bahkan tak peduli saat melihat orang yang membawa banyak barang dan kesulitan membuka pintu, atau orang buta yang tersandung di jalan, atau dengan pengemis tua yang tampak kelaparan. Rasa empati perlahan benar-benar menghilang dari dirinya.

Pak Jonathan: "Emma, kamu yakin kamu baik-baik saja? Kamu semakin tampak pucat dan tampak tak bersemangat sudah cukup lama. Aku sungguh khawatir denganmu." Emma menghela nafas perlahan tampak lelah.

Emma: "Ya, i'm still alive." Ia memberi senyum datar dengan lemah.

Pak Jonathan: "Hmm.. Emma, Aku perlu membicarakan ini denganmu. Selain kamu yang tampak tak bersemangat, kinerjamu juga sangat menurun. Apakah kamu bisa memperbaiki itu untukku?" Emma menatap nanar seakan ingin menangis, membuat pak Jonathan sedikit panik.

Pak Jonathan: "Ok, gimana kalo kamu ambil cuti dulu dan menyelesaikan masalahmu agar kamu bisa kembali..fresh?" Air mata Emma menetes tak bisa ditahan olehnya.

Pak Jonathan: "Emma.. apa perkataanku menyakitimu? Sorry, aku hanya merasa masalahmu kali ini sangat personal dan aku nggak bisa step in begitu saja. Jadi aku hanya ingin memberimu waktu untuk menenangkan diri dan menyelesaikan masalahmu."

Emma: "Itu nggak bisa diselesaikan.." Ia mengusap air matanya. Pak Jonathan berjongkok menghadap Emma.

Pak Jonathan: "Aku ingin mengelus kepalamu atau memelukmu untuk membuatmu tenang, tapi tampaknya it's inappropriate melakukan itu di kantor." Ia memberi seringai canggung yang membuat Emma tertawa kecil melihatnya.

Setelah satu bulan lebih, akhirnya Emma bisa kembali tampak lebih bersemangat dan berhasil memperbaiki kinerjanya dengan bantuan pak Jonathan yang selalu memperhatikan dan menghibur Emma dengan jokes nya.

Emma: "Thanks pak sudah anter aku sampai apartemen. Dan Thanks dinnernya." Emma tersenyum sambil berusaha melepas seatbelt di mobil pak Jonathan.

Pak Jonathan: "You're welcome. Aku senang kamu sudah kembali 'hidup'." Ia mengakhiri kalimatnya dengan senyum lebar dan dibalas tawa kecil Emma.

Pak Jonathan: "Apa seatbeltnya menolak untuk dipisahkan? Coba kubantu memisahkan mereka." Emma tertawa mendengar jokes konyolnya.

Emma: "Akhirnya mereka mau dipisahkan."

Ia mendongakan kepalanya, mengalihkan pandangannya dari seatbelt ke pak Jonathan. Ia tak menyangka wajahnya begitu dekat dengan wajah pak Jonathan yang membantunya melepas seatbelt. Mereka saling berpandangan, pak Jonathan mengelus pipi Emma perlahan sambil masih memandang Emma. Ia tersenyum lembut kepada Emma, dan perlahan mendekatkan bibirnya, menekan bibirnya ke bibir Emma.

Ia menyadari tak ada perlawanan dari Emma, kemudian ia memberanikan diri mencium Emma dengan lebih intens. Jantungnya menari-nari saat Emma membalas ciumannya.

Tiba-tiba Emma membelalakkan matanya. ia mencium pak Jonathan, namun wajah Wolfy tiba-tiba muncul di dalam pikirannya. Ia menghentikan ciuman itu dengan sopan, perlahan menjauhkan bibirnya dengan gugup.

Emma: "Aku..Maaf pak, aku.. baru saja mengakhiri hubungan yang panjang dan rumit. It feels wrong untuk memulai sebuah hubungan baru, karna.."

Pak Jonathan: "He still in your head." Ia melanjutkan kalimat Emma yang mengambang.

Emma menelan kata-kata yang tak bisa ia ucapkan itu, dan ia mengangguk. Ia menundukkan kepalanya, merasa malu dengan apa yang ia lakukan. Pak Jonathan mengecup kepala Emma dan memeluknya.

Pak Jonathan: "It's ok. Take your time."

Berjalan dengan lunglai, Emma sampai di apartemennya walau ia tampak melamun sepanjang jalan menuju apartemennya. Di depan apartemennya, Gaia, Cyclop, Satyr dan Ares segera berdiri saat melihat Emma. Mereka menyapa dengan ceria bersama "Hai Emma!" Namun mereka segera menyadari mata Emma yang sembab. Mereka memeluk Emma dan menyemangatinya.

Emma: "Kupikir aku sudah bisa move on darinya. Tapi saat pak Jo menciumku, wajah Wolfy terus muncul di kepalaku. Bagaimana caranya agar aku bisa melepaskan diri dari Wolfy.."

Satyr: "Aku ingin memberi saran untuk mengambil ramuan penghilang ingatan, tapi itu akan percuma karna visuality power yang kau miliki."

Cyclops: "Walau kami tak berdaya membantumu, tapi kami akan selalu disampingmu Emma."

Ares: "Aku ingin lebih realistic, kenapa tak dicoba saja pacaran dengan pak Jonathan. Siapa tau kau bisa melupakan Wolfy nanti." Gaia menepuk lengan Ares.

Gaia: "Jangan cari masalah! Dan oh please, jangan permainkan perasaan si tampan itu."

Bahkan saat Emma berusaha untuk tidur, otaknya mem-flashback kenangan masa-masa bersama Wolfy. Ia mengingat saat pertama kali melihat Wolfy dan jatuh hati kepadanya pada pandangan pertama, ia juga mengingat betapa jantungnya berdegub kencang saat melihat Wolfy di kelas pagi dengan rambut yang masih agak basah dengan mata yang masih mengantuk. Dan hari-hari menegangkan saat ia tinggal bersama dengan Wolfy. Hari-hari dimana ia semakin terpikat oleh Wolfy.

'how long will it take to forget you, how many sleepless nights do i have to take? It's killing me to know that we'll never see each other anymore.. I miss you.. I always do.. I thought time would heal the pain, but turns out.. i need to get used by this pain.. '

Dengan pikiran itu, akhirnya Emma tertidur dengan air mata mengalir di pipinya.

---------------------------------------------------------------------------------------

Dengan langkah lunglai, Wolfy melewati demon hutan yang berusaha memakan hewan liar di hadapannya. Ia melirik demon tersebut dengan tidak tertarik, namun mengingat itu adalah tugasnya untuk membunuh demon, ia melompat dan menggigit bagian leher demon, mengoyakkan leher dan tubuh demon sampai demon itu mati dan menjadi abu yang terbang ditiup angin.

Ia menghela nafas dengan lemah dan kembali berjalan lunglai. Pikirannya terus mengingat pertemuan terakhirnya dengan Emma. Ia mulai merasa menyesal memutuskan untuk tak menemuinya lagi setelah rasa rindu menggerogoti dirinya setiap hari.

Wolfy berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia melakukan hal yang benar, untuk meninggalkan Emma agar Emma bisa melanjutkan hidupnya tanpa mencemaskan dirinya. Namun rasa rindu dan sepi ini membuatnya tersiksa sampai ia sulit menjalani hidupnya walau sudah berlalu berbulan-bulan bahkan hampir satu tahun lamanya.

Setelah satu tahun lamanya ia mencoba bertahan, ia mulai meragukan keputusannya untuk melanjutkan hidupnya seperti ini. Wolfy membaringkan tubuhnya yang semakin lemah itu di pinggir semak-semak. Siang itu begitu lembab, musim hujan membuat rerumputan basah dan meskipun ia memiliki bulu yang tebal, ia tetap bisa merasakan dinginnya angin yang berhembus.

Ia bahkan sudah tak berniat untuk memakan apapun sejak beberapa hari lalu. Yang ia lakukan hanyalah berbaring lemah, menunggu siapa tahu malaikat pencabut nyawa akan menjemputnya. Hari yang suram itu tiba-tiba berubah saat cahaya yang sangat terang muncul, terangnya terik matahari bukanlah tandingannya.

Wolfy memicingkan matanya kesulitan untuk membuka matanya karna terangnya cahaya itu. Ia melihat sesosok tubuh manusia yang diselimuti oleh jubah putih dan sayap lebar di punggungnya. Dengan wajah yang begitu cerah dan terang, ia menyapa Wolfy dengan senyum teduh di wajahnya.

"Hai Wolfy."