Chereads / WOLFY (Humankeeper) / Chapter 1 - PART 1

WOLFY (Humankeeper)

novitawhite
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 59k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - PART 1

PART 1

Siang ini, matahari terik dengan angin berhembus pelan di kampus, hall C. Emma duduk bersama ketiga temannya, berdiskusi mengerjakan tugas kelompok.

Mereka adalah mahasiswi teknik industri semester 7 yang penuh dengan tugas dalam keseharian, juga sedang proses membuat skripsi dan mengejar dua mata kuliah yang belum diambil. Mereka telah mendiskusikan tugas kelompok itu selama beberapa jam.

Tasya berpostur tinggi dan sangat kurus dengan rambut hitam yang ikal. Ia sangat populer karena ia adalah ketua senat fakultas teknik. Phanie berambut keriting, kulitnya putih dan tubuhnya berisi. Nia berambut lurus, lebih tinggi dari Phanie, kulitnya kecoklatan seperti Tasya, dan ia adalah yang paling pintar diantara mereka semua.

Saat perdebatan dimulai lagi, Emma sudah sangat lelah mendengarkannya, ia merasa sudah tak punya tenaga lagi untuk berpura-pura mengerti apa yang di perdebatkan. Dan angin sepoi-sepoi ini membuatnya mengantuk. Ia memandang ke sekitar, melihat anak-anak teknik lainnya yang juga sedang mengerjakan tugas.

Dan disitulah ia melihatnya! Seorang lelaki yang selalu ia perhatikan selama ini sejak ia di semester pertama. Lelaki itu berbadan cukup tinggi, berambut hitam dan agak gondrong, tubuhnya kurus, alisnya tebal dan hidungnya mancung. Hari ini ia memakai kaos hitam, dan seperti biasa, kemeja kotak-kotak lengan panjang yang ia lipat sampai siku.

Ia seangkatan dengan Emma, tapi mereka tak pernah saling mengenal karena dunia mereka berbeda. Teman-teman Emma orang-orang yang sangat mengikuti peraturan, takut untuk bolos, selalu mengerjakan tugas dengan benar dan selalu mengejar nilai A. Sedangkan lelaki itu, teman-temannya adalah orang-orang yang tak peduli dengan nilai baik atau reputasi yang baik di depan dosen. Ia dan teman-temannya arogan, sering bolos, dan jarang mengerjakan tugas dengan benar.

Ia dipanggil Wolfy oleh teman-temannya. Dari wajahnya terlihat bahwa ia adalah seorang lelaki yang bandel, bukan tipe yang akan mengikuti aturan yang ada, tipe yang hanya ingin bersenang-senang.

Sejak awal bertemu, Emma merasa sangat terpikat olehnya. Ia sering sekali memandangi Wolfy sampai Wolfy sadar oleh tatapannya dan membalas tatapan Emma. Saat itu terjadi, Emma hanya bisa gugup, menunduk atau memalingkan wajah, pura-pura melihat ke sekeliling. Well, siapa yang tak akan sadar kalo di stalking-in terus kan?!

Tasya: " Lanjutin besok aja deh tugasnya. Udah sore, lagian gue mau rapat senat nih. Gue duluan ya." Kata Tasya, yang membuat lamunan Emma buyar seketika. Tasya mengambil tas nya dan beranjak dari tempat duduknya.

Nia: " Ya uda deh. Daah.. Tasya." Nia dan Phanie membereskan meja, memasukkan buku-buku dan laptop ke dalam tas.

Emma pun ikut beranjak dan pamit pada mereka berdua. Sebelum ia pergi, ia melirik ke arah Wolfy yang sedang tertawa dengan teman-temannya, matanya menyipit saat ia tertawa. Emma tersenyum kecil saat melihat tawanya.

------------------------------------------------------------------------------------

Emma baru saja masuk kelas yang akan mulai jam 7 pagi, kelas yang diambil juga oleh Wolfy, tapi biasanya Wolfy tidak masuk dan hanya titip absen pada temannya. Emma sedang terkantuk-kantuk di kursinya saat Wolfy datang dan duduk di dekatnya. Wolfy berada 4 kursi di samping kiri Emma.

Emma meliriknya sebentar, tak kuasa melihat wajah pagi hari Wolfy, rambutnya masih agak basah dan matanya masih terlihat mengantuk. Wolfy merasakan tatapan Emma dan membalas tatapan Emma. Tatapan mata Wolfy tajam namun tampak tak peduli, warnanya hitam pekat dan alis tebalnya membingkai matanya dengan sempurna. Emma yang panik langsung menundukkan kepalanya.

Emma tak bisa berkonsentrasi pada pelajaran, juga tak bisa tidur karna Wolfy berada terlalu dekat dengannya. Bukan karna ia malu tidur di dekat Wolfy, tapi jantungnya berdegup terlalu kencang sampai rasa kantuknya hilang sejak ia melihatnya.

Jam tujuh lebih tiga puluh Dika baru masuk kelas. Ia juga teman seangkatan Emma. Ia duduk disamping Emma dan menyikut lengan Emma pelan. Emma tersenyum meledeknya.

Dika: " Telat.... kemaren nggak tidur lagi gue, ngerjain lab.tata letak pabrik." Katanya.

Emma:" Keliatan dari mata lu. Hahaha..."

Emma sudah mengambil semua laboratory, sudah melewati masa-masa yang sedang Dika lewati.

Dika: " Wolfy, yang revisi bab 2 udah lu kerjain belom?"

Emma membelalakkan mata dengan kaget saat mendengar pembicaraan Dika. Dika satu kelompok dengan Wolfy??!

Wolfy: " Lagi dikerjain, belom selese." Jantung Emma menari-nari saat mendengar suaranya.

" Eh, camping nanti ikut nggak?" Dika menanyakannya pada Emma, karena tentu saja orang-orang seperti Wolfy akan ikut, sedangkan orang 'seperti Emma'- begitu menurut mereka- hanya memikirkan cepat lulus dan takut akan surat peringatan dari fakultas.

Camping angkatan mereka kali ini ilegal karena tidak disetujui dekan dan rektor. Hanya sedikit sekali mahasiswa baru yang mau ikut camping ini.

Emma:" Emm... kayaknya sih ikut, sama si Kemal, konsumsi. Lu juga konsumsi kan?" Dika mengangguk.

Dika: " Iya, besok lusa berangkat deh. Besok katanya disuruh belanja tuh sama si Kemal."

" Oya?" Mata Emma terarah pada Wolfy, pasti dia di bagian keamanan. Sejak camping dua tahun yang lalu ia selalu menjadi bagian keamanan, pikirnya.

-----------------------------------------------------------------------------------

Hari ini mereka berangkat camping. Karena Emma di divisi konsumsi, kebanyakan waktu ia habiskan di tenda konsumsi untuk membantu memasak. Sesekali Ia melarikan diri dari tenda dan mengintip apa yang sedang dilakukan anak-anak divisi acara pada mahasiswa baru. Malam ini malam api unggun, Emma melarikan diri dan ikut acara api unggun.

Akhirnya setelah ia mencari berkeliling, ia menemukan Wolfy. Wolfy memakai jaket ungu gelap yang sangat mengesankan dipakai olehnya. Ia memasukkan tangannya ke saku jaket. Setelah melihat sejenak sosok yang ia cari, Ia pun kembali ke tenda konsumsi, berpuas diri karna pada akhirnya ia bisa melihat Wolfy.

Hari kedua, di sore yang panas itu akhirnya Emma bisa beristirahat sejenak dari kegiatan memasaknya. Makan siang sudah selesai, masih jam stengah tiga, belum waktunya untuk menyiapkan makan malam. Emma duduk di luar tenda. Dan dia datang! Wolfy datang dan bertanya pada Dika apakah masih ada sisa makan siang. Dika menyuruhnya untuk mengambil sendiri di dalam.

Emma teringat ada makanan yang sudah disiapkan untuk sopir tronton, jangan-jangan dari tadi orang-orang mengambil makanan sendiri, makanan untuk sopir tronton yang mereka ambil, pikirnya. Emma berlari masuk ke dalam tenda dan ternyata benar. Wolfy baru saja mengambil sepiring nasi dengan lauk lengkap.

Emma:" Jangan ambil yang itu."

Katanya dengan sangat cepat dan Wolfy agak terkejut.

Emma:" Itu buat tronton."

Wolfy meletakkan piring itu kembali.

Wolfy: " Buat siapa?"

Emma: " Buat sopir tronton." Ulangnya. Wolfy mengangguk.

Emma mengambil piring dan menyendokkan nasi, kemudian teringat kata-kata Dika untuk mengambil sendiri makanannya.

Emma: " Mm..mau ambil sendiri aja? Ato gue yang ambilin?"

Wolfy menatapnya sekilas dan mengambil centong nasi di tangan Emma. Jarinya menyentuh jari Emma sesaat, Emma merasakan kehangatan kulit Wolfy yang membuat darahnya panas.

Wolfy: " Nggak usah, gue ambil sendiri aja."

Emma terdiam, berdiri canggung disamping meja. Akhirnya ia menyibukkan diri dengan membuat tiga porsi untuk sopir tronton yang telah diambil orang-orang tadi. Emma menyendokkan ikan teri ke masing-masing piring dan Wolfy tiba-tiba menyodorkan piringnya. Dengan bodohnya Emma bengong dan memandang bingung ke arah Wolfy. Lalu ia tersadar dan cepat-cepat menyendokkan ikan teri banyak-banyak ke piring Wolfy.

Wolfy: " Thanks." katanya. Emma mengangguk dan seketika sadar Wolfy tidak akan melihat anggukannya.

Oh tidak!!! Kenapa aku diam aja? Kenapa aku nggak mengajaknya bicara, menanyakan bagaimana acaranya? Atau menanyakan apa saja biar aku bisa kenal dengannya? Pikir Emma dengan panik. Kesal karna telah melewatkan kesempatan untuk berbicara dengan Wolfy, ia melempar sendok yang dipegangnya ke baskom berisi ikan teri dengan perasaan menyesal.

Malam ini adalah malam terakhir. Setelah tugas memasak selesai, divisi konsumsi sudah terbebas dari tugasnya malam itu. Kebanyakan dari mereka beristirahat atau berbincang di dalam tenda. Emma termenung di belakang tenda konsumsi, mereka membuat dapur terbuka di belakang tenda. Dua kompor besar di sebelah kiri, dan meja kursi di sebelah kanan. Emma duduk sambil memandang langit yang cerah karena malam itu adalah malam bulan purnama, tangan kanannya menopang dagu sambil mengagumi bulan yang tampak besar.

Tiba-tiba suara ranting patah terdengar dari arah hutan. Emma terlonjak dari lamunannya, memandang seksama ke arah hutan tapi ia tak bisa melihat apapun. Emma menyipitkan matanya, ia mulai penasaran karna suara gemerisik di dalam hutan tak juga berhenti.

Ia menoleh ke dalam tenda, tak ada orang di luar sini. Pelan-pelan ia beranjak dari kursi dan berjalan ke arah hutan. Ia berdiri di bibir hutan, gemerisik itu terdengar lagi. Gelapnya hutan membuatnya tak bisa melihat ada apa di dalam. Ia menyalakan lampu handphone, berjalan masuk ke dalam hutan sambil menyinari jalan di depannya dengan lampu dari handphone.

Ia memandang ke sekeliling sambil terus berjalan ke dalam, saat ia memandang ke atas, ia melihat sesuatu yang bercahaya berkedip-kedip terbang di antara pepohonan. 'Apa itu?' Pikirnya sambil terus mencoba melihat lebih jelas ke arah cahaya kecil itu. Dan saat itulah, ia mendengar suara geraman kecil di depannya. Perlahan ia mengarahkan pandangannya ke arah suara geraman itu terdengar.

Mata Emma membelalak saat melihat hewan yang berdiri beberapa meter di depannya. Emma terdiam di tempat ia berdiri, tubuhnya membeku, keringat dingin mulai muncul di keningnya. Di depan Emma, berdiri serigala berbulu putih di bagian kaki, bulu dipunggungnya berwarna abu dan ada semburat coklat kekuningan di kanan kiri tubuhnya, matanya kuning keemasan, memandang tajam ke arah Emma. Ia menggeram sekali lagi, memperlihatkan barisan giginya yang tajam.

Emma yang terlonjak dengan geraman itu, berusaha lari menjauhi si serigala sambil berteriak ketakutan. Serigala putih itu menerjangnya hingga Emma terjatuh terlentang dengan serigala itu tepat di atasnya, menggeram sekali lagi tepat di depan wajah Emma.