Chereads / DANCING IN THE RAIN / Chapter 2 - LELAKI YANG DIAM-DIAM JATUH HATI

Chapter 2 - LELAKI YANG DIAM-DIAM JATUH HATI

Orang- orang kerap memanggilnya Alvaro. Ia selalu datang lebih awal dari jam masuk kuliah. Tidak jarang, ia hampir datang bersamaan dengan penjaga kampus. Waktu jeda sebelum kelas mulai ia habiskan untuk membaca buku. Akhir-akhir ini ia lebih sering membaca novel dan juga puisi-puisi romantis. Entah apa yang ada didalam benaknya, meski memiliki banyak bacaan tentang percintaan, namun ia tetap saja bersikap dingin pada perempuan. Sikapnya yang pendiam membuatnya terlihat menjaga jarak dengan orang-orang.

Alvaro tergabung dan aktif diberbagai forum dan komunitas, Khususnya komunitas pecinta alam. Kecintaannya terhadap lingkungan. Hal ini ia buktikan dengan konsisten memakai sepeda ke kampus. Meskipun ia memiliki sikap yang dingin, tetapi ia tidak tertutup dalam bergaul. Ia tidak suka pembicaraan yang basa-basi, ia lebih suka hal-hal yang serius.

Meskipun ia dingin pada kebanyakan perempuan, namun ia tetap memiliki teman spesial. Gadis yang sudah lama bersahabat dengannya sejak kecil. Rain, nama lengkapnya Raina Senja. Sesuai dengan namanya, entah kenapa ia memang juga menyukai hujan sedari kecil. Gadis dengan rambut lurus hitam yang suka mendengarkan musik melalui earphone itu adalah satu-satunya perempuan yang memiliki hubungan dekat dengan Alvaro. Mereka awal bertemu sewaktu SD.

" Aku Raina. Kamu bisa panggil aku Rain saja." Uluran tangan Rain kecil pada Alvaro kecil.

" Aku Alvaro."

Sejak perkenalan itu, Rain dan Alvaro menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Bahkan hingga kuliah pun mereka memilih kampus yang sama, hanya beda jurusan saja. Alvaro kuliah di jurusan Pendidikan Fisika, sedangkan Rain mengambil jurusan Musik dan Seni Tari.

Pagi itu didalam kelasnya, Alvaro duduk membaca buku. Teman-temannya satu per satu mulai berdatangan. Para perempuan masih asyik berbincang. Entah berbisik perihal apa. Mungkin tentang gosip artis atau Diskon baju di mall, mungkin juga tentang selebgram yang senang mencari sensasi. Entahlah, Alvaro memang tidak pernah menghiraukan mereka. Ia terus membaca bukunya. Membalik halaman demi halaman yang sedang dibacanya dan memahami arti dari setiap kalimat yang tercetak pada kertas.

Jam masuk kuliah telah tiba. Beberapa saat kemudian dosen mereka datang dengan wajah yang itu-itu saja. Entah kenapa dosen perempuan yang satu ini terlihat tidak menarik. Wajahnya seperti dihiasi oleh beban hidup. Setiap masuk kelas, ia selalu menunjukkan wajah dengan guratan beban hidup yang berat. Apalagi sampai masalah rumah tangga ikut terbawa sampai ke kampus Efeknya, mahasiswa yang kena imbasnya.

" Kita mulai pelajaran pagi ini," seketika fokus para mahasiswa tertuju pada dosen tersebut. Bagaimana tidak, kalau tidak diperhatikan , bisa-bisa jadi masalah besar. Dosen perempuan yang satu ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Sehingga orang-orang yang mencari masalah dengannya siap-siap saja mengulang lagi semester depan.

...

Jam selesai kuliah pun telah tiba. Raina menggulurkan es krim kepada Alvaro.

" Kamu mau ?"

Meskipun tidak terlalu suka dengan es krim, tetapi Alvaro tidak pernah menolak semua pemberian dari Raina. Baginya, menolak sama saja mengecewakan Raina.

" Terima kasih Rain," jawab Alvaro.

" Bagaimana kuliahmu hari ini? Seru?"

" Ahh gitu-gitu aja. Bosen, ga ada yang menantang."

" Bagaimana kalau kegiatan komunitas kamu?"

" Bulan depan rencananya akan ada kegiatan " 1 pohon seribu kebaikan" sama anak-anak, tapi belum tahu mau nanam didaerah mana."

" Kamu gimana?"

" Bulan ini sih mau ngadain lomba tari daerah dan modern dance di kampus" jawab Raina.

Alvaro dan Raina memang suka menghabiskan sore setelah kuliah dengan menikmati es krim yang dijual di mobil box didepan kampus mereka. Karena kampus mereka juga bergabung dengan sekolah dari TK sampai SMA, jadi kalau sore-sore masih banyak remaja yang kumpul dan masih bermain.

Mata mereka semua tertuju pada anak- anak kecil yang berlarian di lapangan depan mereka. Diam-diam mata Alvaro memperhatikan Raina. Rambutnya yang panjang, bulu matanya yang lentik, dagunya yang runcing, serta bibir yang tipis mampu membuat Kevin memiliki ketertarikan tersendiri pada Raina. Hal yang membuat Alvaro memendam rasa yang tidak pernah ia jelaskan kepada Raina. Perasaan suka yang ia pendam sedari lama.

Bukannya takut mengutarakan perasaan. Tetapi setiap berbicara yang mengenai perasaan, Raina selalu mengalihkan perhatian. Pernah beberapa kali Alvaro menanyakan kepada Raina " Kamu kenapa nggak mau punya pacar lagi?" Raina malah tertawa dan menjawab " Ngga usah kepo gitu deh!" Kalimat sederhana itu mampu membungkam mulut Alvaro.

Memang, Alvaro hanya pandai dalam hal membaca buku-buku Romance, namun tidak soal praktik asmara.

Hampir setiap sore Alvaro menghabiskan waktu bersama Raina. Sebelum akhirnya Raina dijemput oleh ayahnya. Meskipun rumah mereka satu kompleks, bahkan bertetangga, namun Alvaro dan Raina hampir tidak pernah pulang bersama.

" Suatu saat kamu akan ninggalin aku sendirian Rain," dalam hati Alvaro. Entah apa yang membuatnya memikirkan kalimat itu. Namun, ia paham , ia lelaki yang sedang jatuh

hati dengan sendirinya pada Raina. Entah sejak kapan perasaan itu muncul dari dirinya.

Ia selalu ingin berada disamping Raina. Menjaga gadis itu, mencintainya sepenuh hati meskipun dalam diam. Sampai saat ini status mereka tidak pernah lebih selain sebagai sahabat.

Beberapa kali Raina jatuh cinta kepada lelaki lain. Bahkan sampai menjalin hubungan dengan lelaki lain. Disaat Raina butuh teman untuk menuangkan curahan hati, Alvaro lah yang siap menjadi tempat gadis itu untuk mencurahkan perasaan hatinya. Lelaki yang menerima segala curhatan dengan kehati-hatian. Agar saat Raina bercerita, ia tidak terlihat sedang cemburu kepada Raina. Karena hal yang paling sulit dalam memendam perasaan pada sahabat sendiri adalah saat ia bercerita tentang orang ia cintai, dan kita harus menaruh muka bahwa kita menyukai ceritanya. Walau didalam hati pasti rasanya sakit mendengar orang yang kita cinta mencintai orang lain.

Alvaro masih juga belum mampu mengutarakan perasaan yang sebenarnya kepada Raina. Ia masih bersikeras menjaga ketakutannya. Mungkin benar, orang yang jatuh cinta diam-diam kadang rasa takut kehilangannya lebih kuat. Alvaro lebih memilih untuk memendam semua perasaannya di balik kata persahabatan.

...

Alvaro memarkir sepedanya di garasi rumah selagi menatap ke arah rumah Raina yang bersebelahan dengan rumahnya. Kawasan komplek perumahan mereka memang sepi. Kesepian itulah yang membuat mereka menjadi dekat. Orang tua mereka juga sibuk bekerja. Hal itulah yang menjadikan mereka tumbuh bersama sedari kecil.

Alvaro adalah anak tunggal. Meskipun ia terlahir dari keluarga yang kaya tetapi ia kurang kasih sayang orang tua. Kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Itulah sebabnya yang menjadikan Alvaro tidak mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya, meski kebutuhan materi tidak pernah kurang ia dapatkan. Tidak jarang Alvaro sering iri kepada anak-anak jalanan. Mereka bekerja mengais rezeki bersama kedua orang tuanya.

Meskipun kehidupannya susah, tetapi setidaknya tidak seperti orang tua Alvaro yang lebih mementingkan kerja dan kerja.

Namun, bukan Alvaro namanya kalau ia tidak mau berusaha mandiri. Walaupun berasal dari keluarga yang berada, tetapi Alvaro tidak mau memberatkan semuanya pada asisten rumah tangga. Ia lebih suka mengerjakan semuanya sendiri.

Saat santai , ia tidak jarang menghabiskan waktu luang di rumah sendirian. Membaca buku, nonton, atau sekedar tiduran. Sesekali juga menghabiskan waktu bersama Raina. Namun, sejak mereka masuk kuliah makin sedikit waktu luang yang bisa mereka habiskan bersama. Karena disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Apalagi Alvaro tergabung dalam komunitas pecinta alam, Raina pun juga bergabung dalam komunitas tari di kampusnya. Mereka memang lebih sering bertemu di kampus daripada di kompleks rumah.