Bu Heni sedang berhadapan dengan deadline yang terasa mencekiknya. Kali ini dia harus bisa mengajak anak buahnya melakukan kolaborasi yang tidak biasa. Saat melihat lihat design yang pernah dibuat Heswa dan Tia yang bisa dipertimbangkan jika masuk kepasar design, kali ini terbesit ide yang mungkin akan meluluhkan hati managernya.
"Heswa dan Tia kalian ikut saya ke ruangan saya." Bu Heni berkata dengan tegas.
"Haduh, kenapa lagi ya Wa..." Tia berbisik sambil menyenggol lengan Heswa.
"Ga tahu, udah ayo ikut aja." Heswa segera menarik Tia dari bangkunya.
Mereka mengekor kemana pun bu Heni melangkah.
"Heswa, apa kamu ada masalah dengan pak Jati?" Tanya bu Heni khawatir.
"Ti-tidak bu. Saya tidak ada masalah kok sama pak Jati." Heswa berusaha menyembunyikannya dari atasannya itu.
"Ok, baiklah kalau begitu. kalau tidak ada masalah yang berarti dengan pak Jati. Kalau begini saya lega mendengarnya." Bu Heni mencari design yang tadi tertumpuk berkas. Sedangkan Heswa dan Tia masih mematung di atas kursi yang mereka duduki.
"Bu, apa ada yang bisa kita bantu?" Tia memberanikan diri bertanya.
"Huffft... Saya tahu kalian anak baru dan masih magang disini, jadi saya tidak ingin kalian kena masalah dengan atasan apa lagi pak Jati. Pak Jati memang orang yang tampan, muda, pintar tapi dia juga galak. Tidak ada yang bisa berkutik kalau beliau sudah mengeluarkan taringnya." Bu Heni harus bisa melindungi anak buahnya agar tidak membangunkan singa yang tidur.
"Iya bu!!" Jawab mereka kompak.
"Ok, jadi begini. Saya tahu kalian mempunyai potensi yang bagus. Dari design yang kalian buat saja bisa membuktikannya." Bu Heni menunjukan design yang ada di atas meja. "Kali ini kita ada deadline untuk dua bulan kedepan, yaitu membuat design penthouse!!" Bu Heni menegaskan kepada mereka. "Mungkin project ini juga bisa kalian gunakan untuk penelitian kalian nantinya." Lanjut bu Heni. "Project ini sekarang sudah ditangani oleh Danu dan Jodi, tapi saya ingin kalian ikut terlibat, karena target pasarnya adalah pengusaha wanita yang sekarang juga gak kalah sukses dengan para pria." Heswa dan Tia mendengarkan dengan serius dan menatap ke arah berkas yang sudah di tunjuk bu Heni.
"Tapi kita tadi tidak melihat mas Danu dan Mas Jodi di kubikel mereka bu!" Heswa berkata jujur pada bu Heni.
"Iya mereka sedang ke lapangan untuk mengecek luas bangunan serta memriksa keperluan lapangan." Terang bu Heni dan mempersilakan mereka keluar.
***
Sementara di ruangan Jati. Jati sedang mengobrol asik dengan Rizal soal Banyu sahabat mereka. Jati memang memeliki banyak teman tapi hanya ada tiga orang yang paling mengenalnya dan dikenalnya. Rizal, Banyu dan Rendra. Rendra adalah salah satu kandidat pewaris Star Jaya Group.
"Zal, coba kita Video call aja tuh si Banyu." Perintah Jati pada Rizal. Rizal segera melakukan panggilan ke nomor Banyu.
"Hallo Bro, What's up?" Tanya Banyu dari sebrang telepon.
"Ada yang lagi kangen sama abangnya nih.." Rizal mengarahkan ponselnya ke wajah Jati.
"Hi bro, belom selesai sama bisnis cafe-mu? Katanya cuma mau liburan dua minggu!" Jati tertawa sinis.
"Hahaha.. Sorry bro, Aku belum berani ketemu emakku yang selalu menuntut soal perjodohan. Kau kan tahu aku paling tidak bisa menolak perintah beliau." Jelas Banyu pada sahabatnya.
"Perjodohan itu tidak seburuk seperti yang kau kira, bro!" Jati membujuk sahabatnya agar segera kembali.
"Bukan masalah dari pihak sananya. Semua masalah ada pada diri aku sendiri. Dua minggu lagi aku balik." Karena memang membuka cabang cafe di Bali sangat menyita waktunya.
"Ya udah cepetan kau selesaikan semua bisnismu itu. Biar kita bisa kumpul lagi!!" Jati menutup sambungan teleponnya.
Rizal yang mengetahui Jati sudah menutup samungan teleponnya segera menyiapkan semua kebutuhan Jati untuk meeting siang ini.
***
Sudah hampir dua minggu setelah pemberian project dari bu Heni. Heswa dan timnya msih saja berselisih pendapat. Bahkan Heswa juga belum sempat cerita ke Jati soal project yang harus dia tangani kali ini. Dua minggu terakhir ini mereka saling disibukkan dengan pekerjaan masing masing. Jati sering sekali pulang larut sehingga membuat mbak Lastri dan pak Lukman terlambat pulang karena harus menemani Heswa di rumah.
"Sampe kapan mas lembur terus?" Heswa membalikkan tubuhnya saat Jati duduk tepat disebelahnya.
"Aku sendiri juga belum tahu. Semenjak Rizal ada masalah dengan orang tua dan juga pacarnya pekerjaan di kantor juga ikut berantakkan." Jati meraih tangan Heswa dan mengecupnya.
"Mas sudah makan?" Tanya Heswa khawatir dan Jati hanya membalas dengan anggukan. "Ya sudah mas mandi dulu, terus istirahat." Heswa segera menyiapkan pakaian untuk suaminya.
Selesai mandi Jati segera menyusul Heswa ke tempat tidur sambil terus menatap ponselnya.
"Tidur mas!" Jati hanya bisa pasrah saat Heswa memintanya istirahat. Matanya memang sudah sangat lelah setelah memeriksa berkas berkas yang carut marut. Tubuh dan pikirannya lelah dengan kondisi kantor yang sedikit kacau karena Rizal sering izin.
"Bisakah kamu besok ke ruanganku? Aku sedang butuh orang untuk membantuku!!" Jati memulai pembicaraanya.
"Mas, sebenarnya aku sedang ada project yang tidak bisa aku tinggalkan begitu saja. Mas tahu project penthouse yang baru kan? Aku dan Tia sekarang ikut terlibat dalam pembuatan designnya." Heswa akhirnya memberanikan diri untuk bercerita. Sebenarnya Heswa tidak ingin mengecewakan Jati. Tapi demi profesinal dalam karirnya Heswa harus bisa tegas. Heswa tidak mau menjadi wanita yang hanya bisa mengandalkan nama besar suaminya.
"Bisakah besok kita makan siang bersama? Aku kangen makan bareng kamu. Kita bisa makan bareng cuma pas weekend kemarin." Jati merasa bersalah karena jarang memiliki waktu dengan Heswa.
"Mau makan di mana? Mungkin kita bisa ketemuan." Heswa juga sering merasa sepi karena hampir setiap hari makan malam hanya ditemani mbak Lastri dn pak Lukman.
"Kamu biasanya makan di mana?" Jati kembali bertanya.
"Kantin" Jawabnya singkat.
"Kita makan di restoran Italy waktu itu gimana?" Hatinya merasa tersayat saat mendengar Heswa cuma bisa makan makanan kantin selama ini. Padahal menurut Heswa tidak ada yang salah dengan makanan kantin. Dia malah senang bisa makan di kantin bersama teman satu timnya. Saat bisa makan bersama dengan teman temannya Heswa bisa merasakan bagian dari hidupnya yang dulu sempat menghilang.
"Jauh mas, nanti kalau baliknya aku telat gimana?" Heswa tidak ingin kena ceramah timnya. Ya, karena dia harus selalu siap saat timnya pergi ke lapangan atau mengajak meeting dadakan tentang design. Entah sudah berapa banyak gambar mereka yang harus revisi berkali kali karena perbedaan pendapat.
"Ya udah kita makan di ruanganku saja! Bagaimana? Kamu tinggal datang dan duduk manis. Aku yang urus makanannya!!" Jati menatap lekat mata Heswa.