Suara tawa Tia menggelegar di dalam mobil Danu. Sudah dua minggu Danu berusaha mendekati Tia. Sepertinya Tia belum ada tanda tanda untuk membuka hatinya.
"Jadi Mas Danu pernah nyemplung ke pembuangan air cuma buat nyari sandal yang jatuh?" Tia mengulangi cerita Danu yang membuatnya sedikit keram di perut.
"Iya, emang bego banget sih waktu itu. Maunya diperbudak sama cewe. Mana udah pengorbanan aneh aneh terus ditinggal. " Jawab Danu tanpa menoleh ke Tia dan lebih fokus pada kemudi mobilnya.
"Kasihan banget sih mas. Oh ya Mas, kenapa Mas Jodi ga bisa ikut sih?" Tia membuka ponselnya yang ternyata dapat pesan dari Heswa.
"Mangkanya sekarang mau cari yang mandiri. Jodi ada masalah dengan projek yang sebelumnya!" Danu segera memakirkan mobilnya di pelataran lokasi projek mereka. "Heswa kenapa ga bisa ikut?" Danu langsung menatap Tia yang sedang mengirim pesan kepada Heswa.
"Dia tadi izin ke bu Heni karena sakit! Ini aku lagi usaha buat chat dia!" Danu mengangguk paham. Dia segera memeriksa berkas berkas yang ada di mobil untuk segera dibawa keluar.
"Heswa katanya lagi sakit perut mas. Biasa perempuan!" Tia sudah mengetahui keadaan Heswa tetapi belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Emang perempuan tiap bulan selalu sakit perut gitu?" Danu memahami perkataan Tia yang mengarah ke tamu bulanan para perempuan.
"Ga juga sih mas, tapi hampir setiap perempuan mengalami nyeri. Dulu temenku juga ada yang sampai pingsan!" Mereka keluar dari mobil dan segera memulai pekerjaan mereka.
"Kalau kamu juga sampe pingsan?" Danu mengangkat alisnya sebelah.
"Ga, aku biasa aja." Jawab Tia santai lalu melenggang mendahului Danu.
***
Jati melihat kearah mata Heswa yang sembab. Heswa tidak sedikitpun melirik ke arah suaminya. Jati menutup pintu kamar Heswa perlahan dan segera duduk di ranjang kecil Heswa.
Ini kali pertama Jati memasuki kamar Heswa. Ukurannya memang tak seluas kamar mereka. Namun Jati merasa nyaman di kamar sederhana yang tampak rapi dan menyenangkan.
"Mbak Heswa!!!" Teriak Dara dari balik pintu kamar Heswa dan membuat Jati tersentak kaget.
"Kamu mau keluar menemui Dara?" Heswa hanya menggelengkan kepala karena masih belum mau berbicara dengan Jati.
Jati segera membuka pintu Dara. Dara yang melihat Jati membuka pintu segera meredamkan suaranya yang tadi menggelegar.
"Oh, ada kak Jati!! Maaf kak, tapi mbak Heswa ada kan?" Tanya Dara sambil berusaha menjinjitkan kakinya mencari keberadaan Heswa yang terhalang oleh Jati.
"Sssttt.... Mbak Heswa tidur Ra, jangan keras keras nanti bangun! Kamu mau ngobrol aja sama aku?" Tanya Jati sambil menutup pintunya dari luar kamar.
"Ga ah, Kak Jati kan cowo, ga asik kalau diajak curhat!" Jawab Dara santai sambil melipir masuk ke kamarnya.
Jati pun juga segera kemabali masuk ke kamar Heswa.
"Sayang, tadi aku bawain kamu kue! Kamu mau makan sekarang?" Heswa lagi lagi hanya menggelengkan kepalanya.
"Kita pulang yuk, udah sore! Besok kita kesini lagi. Besok kita kan musti kerja!" Jati membujuk Heswa agar mau pulang dengannya.
"Kalau mas mau pulang, pulang aja! Aku masih mau di sini aku kangen ibu." Jawab Heswa tegas.
"Terus besok kamu kerja gimana? Bareng aku aja?" Jati masih pada posisi duduk di pinggir ranjang.
"Aku sudah izin bu Heni! Kalau Mas Jati mau pulang, aku ga ikut!" Heswa kembali terduduk membelakangi Jati.
"Ya udah kita nginep di sini dulu. Tapi besok sore pulang kerja aku jemput kamu!" Jati kali ini tidak kalah tegas. Heswa hanya diam tanpa menyahuti ucapan Jati.
Sedangkan di lantai bawah sudah ada Pak Hasan yang sedang menikmati kopi sorenya.
"Bu, Jati sama Heswa dari tadi sampainya?" Pak Hasan bertanya Bu Sari yang duduk disebelahnya.
"Dari tadi siang pak, sepertinya mereka lagi ada masalah!" Terang Bu Sari.
"Memang tadi mereka datang sambil berantem?" Pak Hasan menoleh kearah istrinya.
"Tadi mereka datang sendiri sendiri pak. Pas Heswa datang, matanya udah sembab, begitu udah jam duaan Jati baru datang." Bu Sari menatap suaminya yakin.
"Nanti pas makan malam kita bicara sama mereka!" Pak Hasan meletakkan kopinya di meja. Mereka segera menyusun rencana agar anak dan menantunya bisa bersikap dewasa.
"Hari ini jadi makan di luar kan? Ibu tadi tidak masak loh!" Bu Sari menatap tajam mata suaminya.
"Iya bu!!" Pak Hasan menoel hidung istrinya yang mulai keriput.
***
Jam makan malam Pak Hasan segera meminta semua anak anaknya untuk bersiap siap. Hari ini memang Pak Hasan berjanji pada Bu Sari untuk makan di luar.
"Pakai mobil bapak saja." Jati yang mau menuju mobilnya tiba tiba berhenti. "Mobil bapak kan mobil keluarga jadi cukup untuk berlima." Pak Hasan membuka pintu mobilnya.
"Biar aku aja yang bawa pak, bapak duduk di sebelah saja!" Ucap Jati sopan.
"Ya sudah kalau itu maumu. Bapak tidak memintamu untuk menjadi sopir loh!!" Pak Hasan tersenyum senang.
"Kita mau makan di mana?" Tanya Jati setelah berhasil keluar dari halaman rumah Heswa yang tidak luas.
"Chinese food aja gimana?" Suara Dara menggelegar dari dalam mobil.
"Heswa giamana?" Tanya Bu sari yang duduk di tengah kedua putrinya.
"Iya bu, Aku terserah aja!" Jawab Heswa singkat.
"Ya udah kita makan di resto Chinese food aja Jat!" Pak Hasan meminta Jati melajukan mobilnya ke arah resto itu berada. Jati memang belum pernah makan di daerah itu. Dia hanya bisa mengikuti arahan dari mertuanya.
Begitu sampai di lokasi Dara segera mencari tempat duduk yang nyaman. Sedangkan Pak Hasan dan Jati berjalan di belakang para wanita.
"Di sini banyak cewe cewe yang keturunan Chinese cantik cantik lagi. Lumayan cuci mata." Pak Hasan iseng menggoda menantunya yang sedari tadi hanya mengarahakan pandangannya pada Heswa.
"Bapak ini bisa saja!" Jati tersenyum geli melihat mertuanya yang genit.
"Kamu dari tadi nglihatin Heswa terus! Lagi ada masalah?" Tanya Pak Hasan dengan nada tegas.
"Engga pak!" Jati menggelengkan kepalanya.
"Kamu itu ga usah bohong. Bapak tahu kok, nanti kita bicarakan lagi." Pak Hasan meminta Jati bersikap santai saja.
Pesanan makanan datang di meja dengan berbagai macam menu. Dara yang sedari tadi sudah kelaparan segera melahap pesanannya .
"Pelan Ra, gak ada yang mau minta juga!" Heswa menyodorkan minuman melihat adiknya yang tersedak makanannya.
"Uhuk uhuk uhuk…" Dara segera meminum segelas es teh yang disodorkan Heswa.
Mereka kembali makan dengan tenang setelah insiden Dara itu. Memang tingkah Dara selalu absurd seperti bapaknya.
"Udah, kita pulang. Bapak mau bayar dulu. Kalian tunggu di parkiran aja." Pak Hasan merogoh kantong celananya.
"Biar aku aja pak yang bayar." Jati segera mendahului Pak Hasan dan pergi ke Kasir. Setelah melakukan pembayaran mereka pulang.
"Jati, Heswa, bapak mau bicara sama kalian!" Pak Hasan segera menghalangi Jati dan Heswa yang akan kembali ke kamar. Mereka berdua duduk dihadapan Pak Hasan.
"Ada apa pak?" Tanya Heswa yang mulai menguap.
"Bapak tahu kalian ada masalah internal, bapak juga ga mau tahu apa penyebabnya. Cuma bapak ga mau kalau kamu sama suami mu pulang kesini karena kalian memeliki masalah seperti ini. Pernikahan kalian baru seumur jagung, jangan sampai sering terjadi kesalah pahaman." Jati dan Heswa mendengarkan saja apa yang dibicarakan Pak Hasan. "Dan kamu Heswa, kamu jangan seperti itu. Jangan setiap ada masalah dengan suamimu kamu kabur kesini. Kami memang orang tuamu, tapi hakmu sudah berada di suamimu." Pak Hasan kali ini bicara tegas pada anaknya.
"Iya pak, maaf kalau aku jadi menyusahkan seperti ini." Heswa tertunduk lesu.
"Kamu, kembali kekamar dulu. Bapak mau bicara sama Jati." Pak Hasan meminta Heswa kembali ke kamarnya.