Chapter 22 - BAB 22

Heswa terdiam sesaat. Dia tahu bahwa selama ini waktunya untuk suaminya sudah tidak sebanyak dulu.

"Ya, baiklah... Besok kita akan makan siang bersama. Tapi tunggu ruanganku sepi dulu, baru aku bisa ke sana Mas." Heswa meyakinkan suaminya.

"Ya sudah ayo tidur! Besok kita kan berangkat pagi!" Jati merebahkan badannya.

"Mas!" Heswa merasa ada yang ganjal akhir akhir ini.

"Hmm!" Jati melirik ke arah Heswa.

"Ga jadi deh, tidur tidur jangan maen ponsel terus Mas!" Jati segera meletakkan kembali ponselnya.

***

Semua seperti biasa, mereka hanya menyempatkan sarapan bersama tanpa ada pembahasan penting. Heswa berangkat ke kantor dengan Pak Lukman sedangkan Jati mengendarai mobil sendiri.

"Mbak, nanti di jemput di sekitar kantor kaya biasanya atau di jemput di tempat proyek kemarin?" Suara Pak Lukman membuyarkan lamunan paginya.

"Nanti saya hubungi pas mau pulang aja ya Pak, soalnya saya juga belum tahu nanti diajak ke lokasi seperti kemarin atau tidak!" Heswa memang belum mendapat perintah dari Bu Heni untuk pergi ke lapangan.

"Nah itu mbak Tia sudah menunggu mbak!" Pak Lukman menunjuk ke arah Tia.

"Ya udah saya turun dulu ya Pak. Pak Lukman hati hati nanti jangan lupa antar mbak Lastri belanja!" Heswa segera meraih tas dan ponselnya.

"Iya mbak!" Pak Lukman menjawab dengan anggukan. "Mari mbak Tia, saya duluan!" Tak lupa pak Lukman menyapa Tia yang bertengger di atas motornya.

"Iya pak Lukman, hati hati!" Tia membalas sapaan pak Lukman.

Heswa dan Tia segera menuju tempat kerja dengan motor matic kesayangan Tia.

"Heswa, Tia!" Sandra meneriakkan rekan satu ruangannya.

"Eh, mbak Sandra..!" Sapa mereka berdua.

"Sssttt, ada Pak Jati mau lewat!" Bisik Sandra sambil menunjuk ke arah boss gantengnya itu.

"Selamat pagi pak!" ucap mereka bersama.

"Pagi!" Jawab Jati santai.

Jati melewati mereka bertiga dan bergegas masuk ke dalam lift kusus.

"Gilaaa, ganteng banget sih tu orang!! Eh ya Wa, katanya kamu udah nikah. Suamimu kaya gimana orangnya?" Sandra mulai kepo lagi.

"Kaya siapa ya?" Heswa malah membuat Sandra semakin penasaran.

"Ayo lah kasih tahu!!" Tia yang mendengar Sandra terus merengek penasaran malah tertawa cekikikan.

"Kaya Pak Jati!" Jawab Heswa enteng.

Tia yang mendengar perkataan Heswa memelototkan matanya tanda tidak percaya.

"Hah?? MASA?? Kamu jangan gitu Wa, nanti kalau ada yang denger terus kamu di laporin ke Pak Jati, gimana?" Sandra malah menakut nakuti Heswa.

"Hehehe.. Kan tadi mbak Sandra nanya kaya gimana? Kan aku jawab kaya Pak Jati! Apa ada kata kataku yang mengaku ngaku istri Pak Jati?" Heswa cekikikan bersama Tia.

"Eh, Iya juga ya.. Kenapa aku jadi bego gini!! Mungkin belum bisa terima boss tampanku sudah beristri. Sepertinya ceritaku tak seindah seperti novel romantis yang sering aku baca." Tia dan Heswa tidak bisa lagi menahan tawanya.

"Ya ampun mbak Sandra. Pagi pagi jangan ngayal yang aneh aneh.. Perutku sampe sakit tahu!!" Tia menahan tawa sambil memegang perutnya yang sedikit terasa sakit karena banyak tertawa.

"Aku serius Tia.. Aku kan juga pengen kaya pemeran utama di novel novel gitu!" Sandra menghempaskan tubuhnya di kursinya.

"Udah, Ayo kerja!!" Heswa kembali mengingatkan untuk fokus bekerja.

"Hi semua, selamat pagi..!!" Suara Mela menggema di ruangan.

"Pagi!!" Jawab anggota ruangan itu.

"Eh, nanti makan siang bareng di sini yuk!!" Mela menunjukkan brosur yang dia bawa.

"Oh, itu resto Jepang yang baru buka ya?" Tanya Tia..

"Aku ga ikut deh!" Heswa segera memberi tahu dari awal.

"Kenapa?" Tia berbisik ke Heswa.

"Udah janji sama dia" Jawab Heswa sedikit kecewa.

"Yah, Heswa ga asik nih!!" Mela kesal saat sudah ada yang tidak bisa ikut.

"Ya udah, cuma Heswa aja ya yang ga bisa. Nanti kita semua berangkat bareng bareng!" Semua mengiyakan ajakan Mela kecuali Heswa.

Heswa tidak mungkin bisa ikut dengan mereka karena sudah ada janji dengan Jati untuk makan siang bersama.

Pagi ini semua fokus pada pekerjaan masing masing.

***

Di ruangan Jati, hanya Rizal yang sibuk mondar mandir ke ruangan Jati.

"Zal, siang ini pesenin makanan yang spesial. Aku mau makan bareng sama Heswa di sini!" Perintah Jati ke Rizal.

"Siap Pak! Ada lagi?" Tanya Rizal pada Jati yang sedang asik dengan ponselnya.

"Kau sudah tidak punya alasan cuti lagi. Masa dalam dua minggu kau tiga kali cuti." Rasanya Jati ingin mengumpat ke arah Rizal.

"Iya pak, maaf!" Rizal segera meninggalkan ruangan Jati sebelum Jati benar benar mengumpatinya.

Jati kembali asik dengan ponselnya. Tanpa menghiraukan para pekerjanya yang lalu lalang. Mereka kembali sibuk dengan pergantian Jadwal rapatnya.

Tak terasa waktu terus berputar. Semua karyawan sibuk sebelum jam makan siang. Kali ini Diandra masuk kedalam ruangan Jati yang pintunya terbuka lebar.

"Tumben pintunya di buka?" Jati kaget mendengar suara Diandra yang tiba tiba sudah dekat.

"Biar Rizal gak tiba tiba pulang lagi tanpa izin" Jati masih di posisinya.

"Permisi pak, makanannya sudah datang!" Rizal tiba tiba masuk ke ruangan.

"Letakkan di meja itu." Perintah Jati tanpa menatap ke arah Rizal.

"Baik pak!" Setelah meletakkan makanan Rizal meninggalkan ruangan.

Jati segera menuju ke sofa dan melihat isi kotak makanan yang sudah di pesan.

"Kenapa pesan banyak?" Tanya Diandra Heran.

"Aku mau makan siang sama Heswa!!" Jati mengeluarkan satu persatu makanannya.

"Udah move on beneran dari selly?" Diandra menyebut mantan Jati yang di rebut oleh sahabatnya Rendra.

"Udahlah ga usah bahas yang ga penting!" Jati kesal jika ingat kejadian itu.

"Katanya kau masih sering berhubungan. Bahkan ada yang bilang kalau kalian akhir akhir ini ketemu dengan Selly!" Diandra memicingkan matanya. "Apa mungkin kau mau mempermainkan istrimu? Mungkin jika tidak ada persyaratan menikah dari mama dan papa untuk menjadi CEO, kau bisa saja masih belum move on!!" Sambung Diandra yang terus mendesak Jati.

Tanpa mereka sadari obrolan mereka ternyata didengar langsung oleh Heswa yang sudah diambang pintu yang tidak tertutup itu.

"Permisi pak!" kedatangan Heswa yang tiba tiba membuat Diandra terdiam sesaat.

"Kak Heswa apa kabar?" tanya Diandra ramah seperti biasanya.

"Baik!" Jawab Heswa dengan suara parau.

Entah mengapa hati Heswa sekarang seperti tersayat sembilu. Sakit sakit sekali seperti sesak di dadanya.

"Maaf kalau saya mengganggu. Saya cuma mau memberikan pesanan Pak Jati. Saya permisi" Heswa segera meninggalkan ruangan Jati setelah meletakkan segelas cappucino diatas meja kerja Jati.

"Heswa!!" Jati berteriak memanggilnya namun Heswa terus melangkah meninggalkan ruangan Jati.

Makan siang yang sudah dinanti oleh Jati tampaknya gagal.

"Heswa, tunggu dulu. Kita kan udah janji makan bareng siang ini." Jati menggenggam tangan Heswa sebelum masuk ke lift.

"Maaf pak, saya sedang banyak pekerjaan. Tolong lepaskan tangan saya. Jangan membuat saya panik pak" Jati segera melepaskan tangan Heswa.

"Kita makan dulu ya..." Jati kembali merayu Heswa agar tidak marah lagi.

"Maaf pak, tapi saya tidak bisa. Saya permisi" Air mata Heswa sudah tidak bisa dibendung lagi ketika dia sudah di dalam lift.

Heswa masuk kedalam toilet dan hanya bisa meluapkan tangisannya di sana.

**

Heswa: Bu Heni, apakah saya boleh pulang? Tiba tiba kepala saya pusing dan sedikit sakit di perut.

Bu Heni: Kamu perlu saya antar ke klinik?

Heswa: Tidak bu, saya pergi sendiri saja. Orang rumah sudah menjemput saya.

Bu Heni: Baiklah kamu hati hati ya. Kalau besok masih sakit tidak perlu di paksakan masuk!

Heswa: Iya bu, terima kasih.

Setelah mendapatkan izin dari bu Heni, Heswa segera pergi meninggalkan gedung itu.