Sebelum Heswa masuk ke lift, Jati ingin sekali mengejarnya dan memeluknya seperti orang pada umumnya. Lagi lagi Heswa bukanlah wanita yang bisa di sentuh sembarangan. Jati mengacak rambutnya frustasi. Untung saja hari ini tidak ada karyawan yang melihatnya karena masih jam makan siang. Jati segera kembali keruangannya untuk mengambil ponsel dan kunci mobilnya. Jati melihat cappuccino yang tadi diletakkan Heswa di atas mejanya. Segelas kopi itu berhasil membuat rasa bersalah Jati semakin besar.
Dia bergegas turun ke lantai tujuh dimana ruangan Heswa berada. Sayang sekali dia tidak mendapati istrinya di ruangan itu.
'Kosong? Semua masih istirahat. Coba deh aku masuk!' Gumam Jati dalam hati. Mendapati tidak ada satu pun orang di dalam sana Jati segera mendial nomor Heswa. Usaha Jati sepertinya sia sia. Jati segera berlari menuju lobby.
"Pak, lihat pegawai perempuan yang tiba tiba pulang?" Tanya Jati pada salah satu satpam.
"Maksud Pak Jati mbak Heswa?" Salah satu satpam tadi sempat melihat Heswa berlari keluar kantor dan naik ojek online.
"Bapak kenal Heswa?" Tanya Jati heran.
"Iya pak, mbak Heswa baik sering bawain kopi buat kita berdua." Satpam itu menjelaskan ke Jati. "Tadi mbak Heswa keluar naik Ojek pak, buru sepertinya." Jelas satpam itu.
"Ya sudah, terima kasih." Jati segera menuju mobilnya.
***
Heswa kali ini meminta diantarkan ke rumah orang tuanya. Ya, hampir kebanyakan orang yang berada diposisi Heswa lebih memilih kembali ke orang tuanya.
Entah kenapa semua perkataan Diandra terus terngiang dalam pikiran dan hatinya. Heswa tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Hari ini pun dia tidak ingin melihat suaminya.
Sepertinya benar kata Sandra, tidak semua kehidupan nyata bisa indah seperti novel romantis. Kini hatinya seperti sudah tidak berbentuk lagi.
'Kalau memang mau memanfaatkanku kenapa ga bilang aja dari awal. Pasti aku juga bakal bantuin' Heswa terus bergumam sambil memukul tasnya.
Heswa sudah tidak menghiraukan lagi ponselnya yang terus bordering sedari tadi.
"Mbak, itu gamau di angkat dulu telponnya?" Tanya Driver ojol pada Heswa.
"Ga bang, udah langsung aja jalan sesuai tujuan." Heswa tidak ingin berdebat panjang di telpon.
***
"Kenapa gak diangkat sih? Kamu sekarang di mana Wa?" Jati terus menggerutu di dalam mobil.
Melihat Heswa menangis memang hal yang paling dibencinya. Hari ini Jati tidak pernah menyangka jika Heswa menangis karena ulahnya sendiri. Memang beberapa hari ini Jati ketemu dengan Selly, mantannya.
Flash back
Jati buru buru menuju café tempatnya janjian dengan Selly. Selly memang menghubung Jati lebih dulu karena merasa bersalah telah menyakiti Jati.
"Jati, maafkan aku. Aku memang telah menyakitimu. Aku hanya ingin kamu memaafkan aku dan Rendra." Selly sedikit memohon dengan Jati.
"Kau tadi bilang ada yang darurat. Apa ini yang kau maksud darurat?" Jati mulai kesal dengan tingkah Selly.
"Aku mohon kamu maafin Rendra ya. Aku tidak tega melihat dia frustasi seperti itu karena kalian menghindarinya." Selly terus meminta maaf untuk kekasihnya saat ini.
"Kalau memang tidak ada yang penting aku mau balik lagi." Jati bangkit dari posisi duduknya.
Selly meraih tangan Jati agar dia tidak beranjak dari tempatnya.
"Aku akan kembali sama kamu, asal kamu mau memaafkan kami!" Air mata Selly tumpah saat mengatakannya. Entah dari mana Diandra saat itu. Tapi dia begitu kesal saat kakaknya menemui perempuan laknat itu.
"Maaf, tapi aku sudah tidak mau melihat pasangan yang tidak bisa dipercaya." Jati segera menarik tangannya dari genggaman Selly. "Dan satu lagi, aku sudah menikah jadi tidak perlu kau repot repot berdrama seperti ini." Jati benar benar beranjak dari tempatnya.
Keesokan harinya Jati kembali bertemu dengan Selly tanpa sengaja. Lagi lagi dalam pertemuan mereka ada Diandra yang sedang berada di mobil Jati.
Flash back off.
***
"Assalamu'alaikum" Heswa segera masuk rumah orang tuanya tanpa mengetuk pintu.
"Wa'alaikum salam" Bu Sari segera memeluk anaknya yang sudah dirindukan itu. "Kamu kenapa? Bukannya kamu harus kerja?" Bu sari melirik kearah jam dinding.
"Ga apa apa bu, Aku hanya kurang enak badan. Sepertinya aku juga kangen rumah, kamarku dan masakan ibu!" Heswa berusaha tersenyum untuk menutupi masalahnya.
"Kamu ada masalah sama Jati?" Bu Sari mencium bau masalah di hati Heswa.
"Ga kok bu, Aku ke kamar dulu ya bu!" Heswa segera masuk ke kamarnya.
'Kamar ini memang sederhana tapi tempat ini tidak kalah nyaman dengan kamar mas Jati' Gumamnya dalam hati.
***
Jati pulang ke rumahnya. Siapa tahu Heswa sudah pulang ke rumah mereka.
"Mbak Lastri tadi Heswa pulang?" Tanya Jati saat memasuki rumah.
"Tidak pak, bukannya mbak Heswa masih kerja?" Mbak Lastri menjawab dengan sedikit cemas.
"Pak Lukman di mana?" Karena tidak melihat mobil dan Pak Lukman di rumah.
"Pak Lukman tadi beli bahan bakar pak, pas tadi pulang ngantar saya lupa belum beli." Jawaban mbak Lastri menambah Jati kebingungan.
Jati segera masuk ke kamarnya yang kosong tanpa ada Heswa. Jati segera mencari di kamar yang lain tapi tetap saja Heswa tidak ada. Kali ini Jati dibuat kelimpungan saat tidak menemukan Heswa.
Jati segera mengganti pakaiannya dengan pakaian santai karena sepertinya Jati tahu keberadaan Heswa.
Jati sudah meminta Diandra untuk menggantikannya untuk hari ini. Jati segera memacu mobilnya ke rumah mertuanya.
***
Tia: Kamu di mana Wa? Kok ga balik balik?
Heswa: Aku pulang Ya, Aku lagi ga enak badan.
Tia: Kamu ada masalah?
Heswa: Sedikit.
Tia: Ok, aku tunggu sampai kamu siap cerita. Puasin dulu nangisnya.
Tia memang paling hapal tentang Heswa. Dibandingkan Selvi, Tia memang yang lebih peka soal teman temannya.
Heswa masih terisak didalam bantalnya. Setiap ada masalah Heswa selalu membenamkan wajcahnya ke dalam bantal agar hanya dia yang bisa mendengar suaranya.
***
Jati membeli sekotak blackforest favorit Heswa sebelum menuju rumah mertuanya. Kali ini tidak hanya takut mengecewakan Heswa, Jati juga takut mengecewakan keluarga Heswa dan Keluarganya.
Mobil Jati sudah terparkir rapi di depan rumah Heswa.
"Assalamu'alaikum" Jati mengetuk pintu rumah mertuanya sedikit ragu. Kali ini Jati tidak melihat mobil Pak Hasan.
"Wa'alaikumsalam!" Bu Sari segera membukakan pintu rumahnya. "Eh… Jati, mau jemput Heswa?" Tanya Bu Sari tenang.
"I-Iya bu…" Jati memasuki Rumah sederhana milik keluarga Pak Hasan.
"Heswa di kamar. Kamu naik saja." Bu Sari segera meminta Jati ke kamar Heswa.
Kamar Heswa masih tertutup rapat kali ini. Jati berusaha tenang menghadapi masalahnya kali ini.
"Heswa!!" Jati memanggil Heswa sedikit lirih.
Heswa masih sangat kesal dengan Jati. Saat ini pun dia tidak mau melihatnya. Sepertinya Heswa ingin sekali pergi ke ujung dunia agar tidak melihat lagi makhluk yang bernama "JATI".
"Heswa, ayolah buka pintunya." Jati memelas kepada Heswa.
"Masuk saja, tidak dikunci" Heswa terpaksa menerima keberadaan Jati kali ini.
Jati memasuki kamar Heswa yang rapi tapi tidak dengan bantal dan wajah Heswa.