Chapter 19 - BAB 19

Diandra yang keluar dari ruangan Jati menjadi pusat perhatian para asisten Jati. Kali ini Diandra senyum senyum sendiri setelah menutup pintu.

"Kalian sekarang jangan ada yang masuk atau melaporkan apapun ke Singa yang lagi kelaparan." Diandra memperingati anak buah Jati yang berjajar. Diandra cekikikan di dalam hati melihat ketakutan para karyawan itu.

"Mas Rizal pastikan anak buahmu tidak ada yang mengganggu." Rizal hanya mengangguk mengerti.

Melihat Jati yang uring uringan. Diandra tidak bisa membayangkan bagaimana nasib kelinci kecil itu jika menghadapi singa yang sedang kesal dan kelaparan.Meskipun Diandra sendiri tidak tahu apa alasan Jati bisa marah padahal kerjasamnya dengan perusahaan lain sukses.

'Aw, kasihan kalau kak Heswa keluar ruangan susah jalan.' Diandra tidak mengetahui tentang trauma Heswa yang sedang Jati berusaha sembuhkan.

***

Sementara di ruangan Jati. Kali ini wajah Jati sedekit murung.

"Mas sakit?" Hesw khawatir karena Jati tertunduk lesu saat Heswa masuk tadi. Jati menganggukkan kepalanya lemas. "Sakit apa? Kita pulang aja ya.. Istirahat di rumah." Heswa mulai panik, sedangkan Jati cuma menggelengkan kepalanya.

Heswa segera mendekati Jati lebih dekat. Duduk di sebelah Jati, tangan Heswa memgang kening Jati yang tidak demam itu.

"Gak demam, terus mas Jati sakit apa?" Heswa mengeryitkan dahinya.

"Aku sakit di sini!" Jati menunjuk dadanya.

"Mas...Serius dong, aku ini lagi khawatir sama kamu. Kita lagi kerja." Heswa mendengus kesal.

"Siapa suruh mengabaikan pesan dan teleponku?" Jati ikut merajuk.

"Kan aku kerja mas, kita harus profesional. Mas sendiri kan yang bilang kalau harus PROFESIONAL!!" Heswa kali ini kecewa dengan tingkah Jati. "Ya udah kalau kamu gak kenapa kenapa. Aku balik kerja dulu." Jati segera menahan Heswa.

"Boleh peluk dulu? Mood-ku tiba tiba turun gara gara dicueki istri." Jati manja sekali kali ini. Baru kali ini dia merasakan kenyamanan yang luar biasa saat dekat dengan wanita.

"Ini di kantor mas." Heswa takut jika ketahuan orang lain.

"So what? Ini kan ruangan pribadiku. Gak ada yang tahu juga." Jati meyakinkan Heswa.

"Kan ada itu!!" Heswa menunjuk salah satu CCTV yang terpasang di sudut ruangan.

"Hehehe..." Jati menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tenang saja, bisa aku atur. Lagian cuma aku dan Rizal yang bisa mengakses CCTV di lantai ini." Jati mengulum senyum.

Jati merentangkan tangannya dan terpaksa Heswa menempel ke badan suaminya yang wangi dan memiliki dada yang bidang itu.

"Kapan aku bisa memilikimu." Jati berbisik lirih.

"Sabar dulu ya mas. Aku akan berusaha. Jangan menyerah membantuku!!" Jati mengangguk pasrah. "Sekarang lepas dulu. Aku mau kerja. Nanti ditegur sama bu Heni. Lagian aku juga belum nemu alasan." Heswa berusaha melepaskan diri. Jati menggelengkan kepalanya.

"Bilang saja diskusi soal design. Aku tertarik dengan design-mu pas interview kemarin." Jati memberikan solusi yang masuk akal.

"Ya sudah, aku balik lagi ya.." Heswa melonggarkan tangan Jati.

"Begini dulu, aku suka baumu. Seperti bau kakao, manis sekali." Jati belum mau melonggarkan pelukannya.

***

Sementara di ruang kerja Heswa.

"Ya, Heswa kenapa di panggil Pak Jati?" Sandra kepo dengan Heswa yang pegwai baru bisa punya kesempatan menatap boss gantengnya secara langsung.

"Ga tahu mbak. Ada urusan pribadi mungkin." Tia kembali menatap layar komputer di mejanya.

"Tadi aku lihat dia bawa ponsel mahal. Dia anak orang kaya ya?" Sandra terus mengulik kehidupan Heswa.

"Hadiah dari suaminya. Tadi sih dia gitu ceritanya." Tia ingin sekali menghentikan Sandra.

"Hah? Heswa udah nikah?" Suara Sandra membuyarkan konsentrasi teman temannya seruangan.

Hampir semua mendekat ke arah Tia. Mereka meneyelidik tentang Heswa yang terlihat sederhana.

"Tapi masa baru kenal udah pamer ke kamu." Jodi mengambil kesimpulan sendiri.

"Siapa bilang kalau aku baru kenal Heswa? Orang kita udah temenan dari SMA. Aku udah sangat kenal dan lebih kenal dari pada kalian." Tia mulai malas menanggapi mereka.

"Kalau kamu udah nikah Ya?" Danu mengeryitkan Dahinya.

"Enak saja, belum aku masih mau kerja." Jawab Tia ketus.

"Berarti ada kesempatan dong buat aku" Danu menggoda Tia.

"Belum mikir ke sana. Aku bukan anak orang kaya, musti kerja penegen nyenengin orang tua dan adikku dulu." Kali ini Tia mematahkan hati Danu.

"Hahaha...belum apa apa udah ditolak." Jodi, Putra dan Anton saling melempar tos setelah kejadian Danu.

Tiba tiba saat asik mengerubuni Tia, bu Heni keluar dari sarangnya.

"Kalian ngapain? Cepat kembali kerja." Dengan mata sedikit melotot dan bortolak pinggang bu Heni bisa membuyarkan pasar malam dadakan itu.

"Tia, Heswa belum balik?" Tanya bu Heni melihat kubikel Heswa.

"Belum bu." Tia menatap bu Heni.

"Kamu ikut saya Ya." Bu Heni mengajak Tia ke ruangannya. Tia megekor dibelakang bu Heni.

"Ada yang bisa saya bantu bu?" Tanya Tia ramah.

"Duduk" Perintah bu Heni tegas. "Apa Heswa ada masalah dengan Pak Jati?" Bu Heni memajukan wajahnya.

"Saya tidak tahu bu." Jawab Tia santai.

"Saya jadi khawatir dengan dia. Masa baru masuk udah kena masalah. Pak Jati emang masih muda dan tampan tapi dia juga galak. Saya tidak ingin Heswa yang baru saja masuk sudah harus menghadapi amarah Pak Jati." Bu Heni memasang wajah serius.

"Tenang bu, Heswa pasti baik baik saja. Heswa itu orang yang pantang menyarah kok bu. Saya yakin Heswa pasti bisa menangani amarah pak Jati" Tia tidak tahan menahan tawanya.

"Ya sudah kamu kembali kerja sana." Bu Heni mengusir Tia yang tadi dia undang.

"Baik. Saya permisi bu" Tia menundukan kepalanya lalu keluar ruangan.

'Gimana mau marah sama Heswa, emang mau digorok sama mertuanya' Tia cekikian sendiri setelah keluar dari ruangan bu Heni.

***

Kembali ke ruangan Jati. Jati masih menahan Heswa di sana.

"Mas mau sampai kapan? Ayo kerja. Orang orang bakal curiga kalau begini." Heswa terus berusaha keluar dari pelukan Jati.

"Cium di sini dulu!" Jati menunjuk bibirnya yang tipis.

"Mas!!! Nanti aja di rumah ya. Hari ini aku pulang bareng kamu deh." Heswa merayu Jati agar bisa kembali kerja.

"Bener?" Jati masih ragu ragu.

"Iya, tapi aku tunggu di tempat yang agak jauh." Heswa masih ingin merahasiakan statusnya. Dia tidak mau mendapatkan nilai bagus bukan dari jerih payahnya.

"Oke..."Jati melepaskan Heswa. "Jangan abaikan pesanku lagi ya..." Sambung Jati sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Ya udah aku balik kerja lagi. Besok jangan diulangi lagi kaya gini ya. Aku gak mau kalau semua curiga." Jati hanya mengangguk pasrah.

"Aku gak mau jadi bulan bulanan fans-mu!!" Heswa segera meninggalkan ruangan Jati.

'Fans apa lagi?' Jati menggumam dalam hati.

Mereka kembali ke pekerjaan masing masing. Rizal melihat Heswa yang sudah keluar, segera saja dia masuk tanpa mengetuk pintu.

"Pak, tiga puluh menit lagi kita harus meeting penting." Rizal mengingatkan Jati sedikit tegas.

"Oh, ya...Ayo cepat berangkat!!" Jati kali ini semakin menjengkelkan di mata Rizal. Tadi marah sekali sampe ga mau kerja, sekarang semangat lagi. Lama lama dia yang gila sendiri menghadapi bossnya yng gila juga.