Chereads / CEO Dadakan / Chapter 34 - Kembali Kekenyataan

Chapter 34 - Kembali Kekenyataan

Pesawat Tuan Anggo dan Nyonya Zen delay 2 jam, Putra meminta Dokter Zain tetap melakukan therapy untuk Imelda tapi hanya membuka memory masa sekolahnya... Putra masih mencari kemungkinan Imelda dan Zai pernah bertemu sebelumnya... Entah itu ketika sedang study banding atau pertukaran pelajat. Tapi Nihil, cerita Imelda tentang teman2nya sama sekali tidak ada menyebutkan tentang Zai sama sekali...

Kak Putra, kapan Ibu dan Ayah akan tiba?

Seharusnya sekarang sudah perjalanan kerumah sakit, karena 1 jam yang lalu pesawatnya sudah landing...

Imel, aku besok akan berangkat pesawat jam 11 siang... Banyak hal yang harus aku selesaikan di sana, selama aku tidak ada kamu harus semangat mengembalikan ingatanmu!! Jika kamu bosan atau kesepian, kamu bisa menghubungiku kapan pun itu aku akan mengangkat teleponmu... Ingat apa pun yang terjadi, apa pun kenyataan pahit tentang masa lalumu, aku, Chan, Ibu mu akan selalu mendukungmu!!

Hem... Imelda mengangguk pelan...

Hello, My little sweet heart... Nyonya Zen dan Tuan Anggo menyapa Imelda...

Ibu... Imelda turun dari tempat tidur dan berlari memeluk ibunya...

Aku sangat merindukan kalian, Paman Anggo peluk Imelda kepada Tuan Anggo... lalu Imelda keluar kamar...

Kamu mau kemana panggil Putra...

Ayah, apakah ayah tidak ikut ke sini??? Imelda mencari keberadaan ayahnya...

Bagaimana kabarmu Nak?

Imelda sudah sehat bu, tapi masih bisa mengingat apa2...

Sayang, Ada satu hal penting yang hilang dari ingatanmu... Bahwa sebenarnya ayahmu sudah meninggal hampir 3 bulan yang lalu...

Imelda terdiam, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin, ibu pasti bohong kan?

Nak, ibu tau kenyataan ini pahit... Tapi bagaimana pun ini adalah kenyataannya...

Ini ibu membawa rekaman pemakaman ayahmu, waktu itu ibu sangat shock dan tidak bisa menghadiri pemakaman ayahmu. Jadi kamu menyewa seseorang untuk mengabadikan saat2 terakhir ayahmu...

Imelda memgambil flashdisk dari tangan ibunya dengan gemetar karena menahan emosinya...

Sini aku bantu ujar Putra yang langsung mencolokkan flashdisk ke smart TV di kamarnya Imelda... Imelda hanya terdiam membisu menangis selama menonton rekaman prosesi pemandian sampai pemakaman ayahnya... Dia masih belum mempercayai ini semua, ternyata ayahnya telah tiada... Perasaannya tak karuan, dadanya sesak, dipegangnya tangan ibunya... Kenapa ayah bisa meninggal?

Jantung ayahmu kumat dan tidak sempat diselamatkan lagi... Hari itu, hari kelulusan sekolahmu dan Ibu shock hingga tidak sadarkan diri hampir 1 Pekan... Kamu dan keluargalah yang mengurus semua proses pemakaman beliau... Amnesia mu membuat kamu kehilangan memori 3 bulan yang lalu mulai dari hari ayahmu meninggal...

Putra dan Tuan Anggo mencoba tidak ikut bicara, mereka duduk di sofa dengan pemikiran mereka masing2 tanpa saling berbicara...

Imelda terlihat sangat sedih dan terpukul dengan berita yang disampaikan ibunya... Putra mencoba memberi kode ke Tuan Putra bahwa dia akan menunggu di luar, karena ada telepon yang harus dia angkat.

Hay Zai, ada apa?

Aku di rumah sakit mau mampir bertemu Imelda, abang dimana sekarang?

Aku sedang di luar kamar kebetulan Ibunya Imelda datang hari ini, aku ada yang ingin dibicarakan denganmu. Aku tunggu di sini ya, karena aku nga' bisa meninggalkan Imelda sekarang.

Baiklah bang, 5 menit lagi aku sampai di situ...

Sore bang... Zai merangkul Putra..

Sepertinya ada yang mengusik pikiran abang?

Yah... Aku akan kembali ke Indonesia besok, hari ini Imelda harus menerima kenyataan tentang dirinya... Imelda terlihat sangat terpukul, tapi tetap saja aku tidak bisa mendampinginya lebih lama. Ada urusan perusahaan yang tidak bisa di wakilkan oleh orang lain, dan aku belum tau kapan bisa datang melihat Imelda di sini. aku berharap kamu bisa membantunya sesekali.

Abang jangan sungkan, aku akan membantu Imelda di sini. Tenang saja, selesaikan pekerjaan abang di sana. Aku akan menjaga Imelda di sini.

Tuan Anggo dan Nyonya Zen keluar dari ruangan...

Putra, Imelda mau bertemu denganmu. nyonya Zen memanggil Putra sambil menangis di dampingi Tuan Anggo.

Zai membungkukan badan, selamat Sore Nyonya. Perkenalkan saya Zai, adik Dokter Zain.

Nyonya Zen terpaku melihat wajah Zai. Dan diam tanpa meraih tangan Zai.

Maafkan Nyonya, kalau keberadaan saya membuat Nyonya tidak Nyaman Ujar Zai.

Oh bukan, maafkan saya...Senang berkenalan denganmu Nak... Berapa umurmu sekarang?

Oh, saya 22 tahun Nyonya. Masih Mahasiswa di universitas, sedang melanjutkan untuk gelar Master.

Jangan panggil Nyonya, panggil saja aku Ibu. Kalau kakak Imelda ada, dia pasti seperti kamu.

Ini sapu tangan Bu, bagaimana kalau kita duduk di kantin sambil meminun teh hangat? Agar energi ibu yang habis menangis bisa kembali setidaknya sedikit.

Nyonya Zen dan Tuan Anggo mengikuti saran Zai.

Kak Putra...

Aku sudah tau semuanya dari Ibu. Kamu adalah orang dari perusahaan yang dikirim ayah untuk mengajariku tentang perusahaan dan kamulah yang akan mendampingiku sampai aku siap menjadi CEO di perusahaan ayah. Aku masih sulit menerima kenyataan ini, aku pikir kamu adalah betul2 teman ku. Ternyata kamu hanyalah orang yang disuruh menjagaku, pantas saja kamu sangat hati2 menjagaku dan takut sekali aku terluka. Karena tanggung jawab yang dibebankan kepadamu.

Tidak Imelda, tidak seperti itu...

Awalnya aku memang mendampingimu karena tugas dan tanggung jawab yang dititipkan kepadaku. Bahkan sampai kamu menemukan orang yang pantas mendampingi hidupmu nanti. Tapi setelah kejadian di pantai dan hari2 kita selama perjalanan dinas aku tau, kita bukan hanya rekan kerja saja. Kita sudah seperti sahabat atau teman walau pun umur kita jauh. Jawab Putra Lemah... Aku ingin kamu percaya padaku, setidaknya kali ini saja jawab Putra.

Baiklah, ingatanku entah kapan akan kembali dan tanggung jawab ku di perusahaan tidak bisa aku abaikan. Masalah penyakitku ini, jika diketahui orang lain maka akan berpengaruh kepada nilai perusahaan. Aku harus segera mencari seseorang yang harus bisa menggantikan aku mengurus perusahaan ayah karena dengan kondisi seperti ini aku akan dianggap tidak mampu, oleh sebab itu aku ingin kamu menikah denganku.

Bagai disambar petir di siang bolong, Putra kaget mendengar perkataan Imelda. Apa2an anak ini, bocah ingusan sudah bicara soal pernikahan?!

Apa maksudmu? Jangan main2 dengan pembicaraan seperti ini. Aku, ibumu, Tuan Anggo dan Tuan Dhani sudah berusaha sangat maksimal untuk tetap menjaga posisimu di perusahaan. Lelucon apa yang kamu ucapkan bentak Putra.

Ini cara terakhir untuk menjaga perusahaan ayah. Dengan kondisi ku seperti ini, tidak ada cara lain. Aku tau hal ini sama saja aku mengorbankanmu, kamu tenang saja setelah aku siap. Kita bisa berpisah baik2.

Aku tidak paham dengan yang kamu katakan, sama sekali jawab Putra dengan sambil menahan emosinya. Apakah ibumu tau tentang ini?

Asalkan kamu setuju, aku akan bicara pada ibu setelah ibu kembali.

Kamu sama sekali tidak paham dengan wasiat ayahmu, dan kenapa tiba2 kamu tidak percaya diri seperti ini tanya Putra...

Pernikahan bukanlah sebuah mainan, dan harus berlandaskan cinta.

Kamu tidak bisa berbuat seenaknya, karena apa yang kamu lakukan akan menjadi boomerang untuk dirimu sendiri.

Aku memang berjanji dengan ayahmu, untuk menjagamu dan Aaw Group Company jika suatu waktu terjadi hal yang tidak diinginkan pada ayahmu bahkan berjanji mendampingimu sampai kamu menemukan lelaki yang tepat untukmu. Tapi ini bukan berarti kita curang dalam menjaga perusahaan ayahmu. Cara yang kamu inginkan ini betul-betul salah. Aku tidak paham bagaimana cara kamu memikirkannya. Tapi aku tidak akan pernah menikah untuk urusan Politik.

Mungkin arti pernikahan untukmu adalah sebuah permainan, tapi untukku pernikahan adalah sebuah rumah dimana kau akan selalu merasa bahagia jika berada di dalamnya dan ingin segera pulang ketika diluar rumah.

Putra keluar dari kamar Imelda dan membanting pintu sehingga perawat yang berjaga di depan ruangan Imelda berbisik bisik. Imelda hanya terdiam, menangis dan betul2 tidak menyangka akan melihat reaksi Putra terhadapnya tadi...