Chereads / Dungeon Apocalypse: Earth Violates The Rules (Indonesia) / Chapter 59 - Necromancer dan Para Hantu

Chapter 59 - Necromancer dan Para Hantu

"Berbicara tentang Necromancer, apa yang terjadi padanya di siang hari?"

Karena pada siang hari hantu-hantu itu menghilang, aku bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang istimewa yang terjadi pada Necromancer itu di siang hari, jika memang ada aku jadi bisa mengkonfirmasi bahwa memang necromancer lah yang menyebabkan dengan fenomena kota hantu dan bukan karena errornya system pertahanan kota.

"Tidak ada yang terjadi, dia masih berdiri di tempat yang sama seperti ketika - ah"

Tampaknya Laura juga menyadari, bahwa ada sesuatu yang aneh dengan tindakan Necromancer. Jika dia benar-benar memiliki tubuh mayat hidup, dia seharusnya tidak terlalu suka berjemur di bawah sinar matahari, melakukan hal itu hanya akan membuat kulit dan daging mereka lebih cepat kering.

"Laura, kamu yakin apa yang kamu lihat benar-benar Necromancer dengan tubuh mayat hidup?"

"Tentu saja saya yakin, dia memiliki tubuh yang sangat ramping sehingga hanya tulang dan kulit yang tersisa, otot-ototnya terlihat jelas melilit tulangnya, dia hanya memiliki satu mata yang tersisa, dia juga kehilangan bibirnya yang membuat gigi putih terlihat sangat jelas meskipun mulutnya tertutup, kilauan logam dari tulang yang terbuat dari besi dapat dilihat dari jauh, dan dia juga dapat mengendalikan hantu, jika bukan hantu- "

"Tahan sebentar! Tulang terbuat dari besi katamu?"

Aku tidak salah dengar kan?

"Kenapa kamu begitu terkejut, mungkin dia kebetulan mempelajari alkemis dan mengubah tulangnya menjadi besi"

Itu masuk akal, tapi itu terlalu berlebihan, bukan? lagipula, kita tidak berada di dunia EX-man, tidak mungkin kita bisa bertemu dengan si Logaan.

"Itu memang benar tapi-"

Sekali lagi untuk memastikan ...

"Bisakah dia juga mengeluarkan cakar dari tulang di tinjunya?"

"Aku rasa tidak," jawab Laura ketus.

Syukurlah, kita tidak sedang menghadapi Wolferin. Ya sejak awal Wolferin memang bukan class Necromancy sih.

"Tapi dia memang punya cakar besi," lanjut Laura.

"!!!" Cakar besi? Bukankah itu saudara logaan? Aku lupa nama karakternya, tapi itu tidak penting, aku harus kembali fokus pada Necromancer karena aku merasa ini mulai menjadi semakin merepotkan, aku harap necromancer tidak memiliki kemampuan regenerasi super milik beberapa mutann.

Ketika kami berdua terus mengobrol seperti ini, malam yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Aku dan Laura memutuskan untuk menghentikan topik di sini dan mulai melihat kota hantu secara langsung.

Di luar, sudah ada banyak 'hantu' dengan tubuh transparan berkeliaran, menghidupkan kota seolah-olah mereka masih hidup. 

Laura sebelumnya mengatakan bahwa mereka para hantu tidak menyadari bahwa mereka sudah mati, melihat betapa aktifnya mereka sepertinya itu benar.

Aku dapat melihat banyak mantan arkeolog yang masih berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

"Jadi, Laura dimana teman-temanmu sekarang?"

Tepat ketika Laura hendak membuka mulut untuk menjawab pertanyaanku, aku mendengar seseorang memanggil namanya dari jauh.

"Laura!"

Dari arah pukul 10 datang dua orang pria dan dua orang wanita, melambai ke arah kami. Memang dibandingkan dengan orang lain tubuh mereka tidak transparan, walaupun pada siang hari mereka anehnya menghilang sama seperti 'penduduk hantu' di kota ini

Sementara mereka berjalan mendekat, aku bertanya pada Laura.

"Laura, siapa di antara mereka yang sudah menjadi seorang Magus?"

Laura terlihat sedikit terkejut ketika dia tiba-tiba mendapat pertanyaan ini. Keterkejutannya sudah ku harapkan, lagi pula dia tidak pernah mengatakan kepadaku bahwa salah satu temannya adalah seorang Magus.

Aku sendiri hanya membuat tebakan dari cerita Laura, setelah melihat reaksinya aku rasa tebakanku benar.

"Pria di sebelah kanan"

Mengikuti kata-kata Laura, aku segera memusatkan perhatian pada pria di sebelah kanan, mencoba memeriksa aliran mana di tubuhnya.

Tapi anehnya aku tidak 'melihat' ada aliran mana pada tubuhnya.

"Laura, sudah berapa lama temanmu menjadi orang Magus?"

"Ketika kami datang ke sini, belum sebulan sejak ia menjadi orang Magus"

Ketika dia mengatakan kalimat ini Laura menundukkan kepalanya sedikit.

Dia merasa malu? reaksi nya membuat ku menemukan tebakan lain, aku rasa pada saat mereka hendak mengunjungi reruntuhan mereka pasti berpikir bahwa tidak masalah mengunjungi reruntuhan tanpa ada pengalaman, lagi pula ada seorang Magus dalam kelompok mereka, dan pada saat yang sama mereka juga ingin mencoba betapa hebatnya orang Majus itu.

Benar-benar dorongan semangat masa muda.

Tetapi itu tidak penting, karena dia menjadi seorang Magus bahkan jika kurang dari sebulan, dia seharusnya tidak dapat menyembunyikan energi yang terpancar dari tubuhnya, tetapi anehnya meskipun mencoba memeriksanya berkali-kali aku masih tidak dapat merasakan apa-apa. Tentu saja aku tidak bisa mengabaikan kemungkinan pengecualian, seseorang seperti aku atau seseorang dengan julukan "Genius" harus ada di dunia, mereka mampu menyembunyikan energi sihir mereka meskipun belum lama menjadi seorang magus.

Namun, aku sama sekali tidak punya niat untuk bertanya kepadanya apakah dia memiliki kemampuan itu atau tidak.

"Laura, siapa dia?"

Pria Magus bertanya pada Laura. Meskipun kata-kata dari pertanyaan itu terdengar santai, aku masih bisa melihat ekspresi tidak senang ketika mereka diq melihat ku di sini, apakah mereka tidak bahagia karena aku telah mengganggu momen reuni mereka? Lupakan saja, bukannya aku peduli aku peduli dengan perasaan mereka.

"Ah, perkenalkan dia Sedhulur seorang Arkeolog profesional, kebetulan aku bertemu dengannya ..."

Meskipun aku sendiri yang sedang diperkenalkan oleh Laura, aku tidak mendengarkan kata-kata pengantar darinya, hanya tenggelam dalam pikiran ku sendiri.

Aku bingung, mengapa penduduk hantu di kota ini tidak menyadari bahwa mereka sudah mati? walaupun anehnya mereka menghilang di siang hari, seperti karakteristik yang biasanya dimiliki hantu, karena itu mereka seharusnya merasa curiga bukan? tapi mereka malah masih melanjutkan aktifitas mereka sebelumnya.

Mungkin aku harus bertanya kepada salah satu 'hantu' secara langsung.

"Hei aku ingin bertanya, apa yang terjadi pada kalian ketika kalian menghilang di siang hari?"

"..."

Mendengar pertanyaan ku yang begitu tiba-tiba mereka semua terdiam secara bersamaan, mereka memasang ekspresi yang sama di wajah Pandu dan Rafli ketika aku meledek mereka.

Masalahnya aku tidak sedang melakukan candaan apapun sekarang.

Aku tidak mengerti, apa yang terjadi dalam waktu singkat ketika aku melamun tadi? Mengapa mereka memasang ekspresi seperti itu? Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?

Aku tidak tahu berapa kali saya menunjukkan ekspresi bertanya, sepertinya mereka tidak memiliki niat untuk menjawab kebingungan ku jika qku tidak bertanya secara langsung.

"Apa yang salah? Kenapa kalian memasang ekspresi seperti itu"

Mereka lalu menghela nafas dan tersenyum kecut, membuatku semakin bingung.

"Bukan apa-apa, lupakan saja"

"???"

Aku pikir mereka memasang wajah seperti ini karena aku mengabaikan perkenalan mereka, tetapi setelah melihat senyum masam di wajah mereka alih-alih kemarahan, aku langsung menolak kesimpulan itu.

"Kamu bertanya apa yang terjadi pada kita ketika kita menghilang, kan?"

"Iya" Aku menjawab singkat.

"Tentang itu sebenarnya dari sudut pandang kami, kalian berdua adalah orang-orang yang akan menghilang dan digantikan oleh hantu-hantu mantan penduduk di kota ini"

"Eh?" Suara kejutan datang dari mulutku dan Laura.