Chapter 33 - Rafli

Rafli adalah seorang siswa sma biasa, yang setiap harinya menjalani kehidupan yang normal.

Bersekolah, bermain, dan melakukan hal-hal lain yang biasa anak seumurannya lakukan. Dia lahir di keluarga yang kecukupan, sehingga ia bisa hidup dengan tenang tanpa memiliki krisis untuk mencari uang. Mungkin karena itu juga Rafli jadi tidak memiliki ambisi dan cita-cita yang ingin capai, kehidupannya ia jalani hanya berdasarkan 'memang sudah seharusnya' apa yang orang normal lakukan.

Dia memang tidak membenci kehidupan yang tenang dan damai ini, tapi Rafli mulai merasa bosan, dia ingin merasakan bagaimana rasanya menjalani kehidupan yang tidak biasa.

Dam kemudian perubahan dunia terjadi, saat melihat kejadian aneh di langit bumi Rafli bisa merasakan tangannya gemetar dan mengeluarkan keringat dingin, tapi bukan karena takut, Rafli merasa gembira, jantungnya berdetak kencang mengantisipasi masa depan baru.

Seolah dipilih oleh takdir, Rafli juga cukup beruntung untuk menjadi orang-orang yang lebih awal menjadi penyerang Dungeon.

Mendapat pengetahuan data baru tentang Dungeon membuat Rafli semakin bersemangat membuatnya berpikir kehidupan 'tidak biasa' yang ia tunggu-tunggu akan segera datang, Rafli menjadi tidak sabar untuk pergi ke Dungeon.

Tentu Rafli juga tahu bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam berkelahi, bagaimanapun juga di dalam Dungeon ada 'monster' meski memiliki pedang dia tidak bisa sembarangan pergi menemui mereka.

Untungnya Rafli punya seorang kenalan yang bisa menutupi kekurangannya itu, dia adalah sepupunya Rama.

Berbicara tentang Rama, Rafli kemudian teringat beberapa tahu lalu ketika saudara sepupunya itu mengajaknya bergabung club seni bela diri di smp.

Saat itu Rafli berpikir, di zaman modern seperti ini Seni bela diri hannyalah sebuah keterampilan untuk pamer, bergabung dengan club olahraga lain seperti sepakbola, voli, basket dan lainnya adalah pilihan yang lebih baik, jadi Rafli kemudian menolak ajakan sepupunya itu.

Rafli yang sekarang sedikit menyesali hari itu terutama ketika melihat prestasi sepupunya yang sudah cukup terkenal di komunitas seni bela diri, dan jika saja saat itu ia tidak menolak, keterampilan seni bela diri pasti akan sangat berguna di dunia dengan monster dan Dungeon seperti ini.

Tapi apa yang sudah lewat tidak akan bisa ia rubah kembali, Rafli terus meyakinkan dirinya untuk fokus pada apa yang bisa ia lakukan sekarang.

Dan hari ini Rafli bersama sepupunya Rama, akan pergi mengunjungi Dungeon.

Dalam kunjungannya ini Rafli tidak berniat untuk berburu ataupun berkelahi dengan monster, ia hanya penasaran dan ingin melihat rupa monster dan bentuk Dungeon.

Saat di dalam Dungeon Rafli kemudian melihat 2 orang gadis dengan pakaian pelayan di balik sebuah meja seperti resepsionis, mereka berbicara dan bersikap dengan sangat sopan ketika melihat seseorang masuk.

Meski pakaian dan sikap mereka sangat sopan Rafli tidak berniat untuk mendekati mereka berdua, justru Rafli malah merasa curiga terutama ketika Rafli membandingkan mereka dengan kakek dengan pakaian buttler yang menggunakan sihir untuk menyerang orang-orang militer beberapa hari yang lalu.

Oleh karena itu Rafli dan sepupunya Rama tidak mencoba berkomunikasi dengan pelayan tersebut dan malah langsung masuk ke ujung ruangan, yang seharusnya menjadi jalan menuju lantai Dungeon bernomor.

Perubahan dunia tidak semengerikan apa yang orang-orang bayangkan, karena itu Rafli berpikir Dungeon di tahap awal juga tidak akan terlalu sulit, sehingga aman baginya untuk mengunjungi Dungeon.

Dengan seorang ahli bela diri disampingnya Rafli cukup percaya diri, lagi pula bukannya dia pergi untuk bertarung dengan monster di dalam Dungeon atau semacamnya, ia hanya ingin melihat-lihat untuk membuat persiapan di kunjungan Dungeon berikutnya.

Atau setidaknya itu yang ia harapkan... Tapi semuanya keluar dari harapan Rafli.

Rafli berkata kepada sepupunya yang sama-sama sedang bertengger di atas pohon.

"Kau terlalu ceroboh Rama"

Tidak ada jawaban dari orang di sebelahnya, Rafli hanya bisa menghela nafas dan menatap rusa-rusa yang berkelompok dan merumput di bawahnya.

Mereka hanya rusa, hewan yang biasanya tidak akan kau kaitkan dengan kata bahaya, hewan yang akan selalu dipandang sebagai makanan dalam cerita fantasi, mereka juga bukan monster, mereka hanya rusa biasa.

Tapi hewan pemakan tumbuhan ini telah membuat dia dan sepupunya berlari hingga ke atas pohon.

Rafli tidak tahu mengapa, Rusa-rusa ini bertindak sangat liar, seolah mereka mempertahankan daerahnya, meski Rafli bukan tipe orang yang tahu tentang binatang, meski begitu Rafli yakin rusa bukan tipe hewan teritorial.

"Mereka curang, bagaiamana bisa mereka menyerang bersamaan seperti, bukankah rusa bukan tipe hewan yang berkelompok?"

Kini giliran Rafli yang tidak menanggapi, itu juga fakta aneh yang membuat Rafli heran, untuk alasan tertentu para rusa terlihat sangat menyukai rumput di sini.

Mengingat perubahan dunia sekarang Rafli jadi memikirkan beberapa tebakan, tapi dengan dasar pengetahuan yang kosong Rafli kesulitan membuat spekulasi yang tepat.

Faktanya mereka sudah berada di atas pohon selama lebih dari 30 menit, jika mereka tidak mengambil tindakan lanjut mereka mungkin akan terus berada di atas pohon lebih lama lagi.

Tapi anehnya dalam situasi sulit ini Rafli masih tidak memiliki perasaan krisis apa pun dihatinya, meskipun ia tahu jika ia tidak mengambil tindakan situasi mungkin akan semakin memburuk, dan dari apa yang Rafli amati rusa-rusa di bawah sama sekali tidak memiliki tanda-tanda akan pergi, mereka mungkin pergi tapi hanya sebentar dan mereka juga melakukannya secara bergantian.

Rafli berusaha mencari solusi terbaik untuk keluar dari situasi buruk ini.

Mereka harus mengusir para rusa agar bisa pergi dari sini, tapi bagaimana caranya? Baik dia dan sepupunya bukan tipe penyerang Dungeon dengan senjata jarak jauh, karena itu dia tidak bisa mengusir mereka sambil tetap berada di atas pohon.

Melompati pohon? Benar-benar ide yang buruk, Rafli maupun Rama tidak ada satu pun yang pernah memanjat pohon, bahkan Rafli sendiri bingung bagaimana ia bisa sampai di atas sini, tidak mungkin ia bisa melakukan skill tingkat tinggi seperti melompat di antara dahan pohon.

Saat masih berpikir, Rafli tiba-tiba melihat sebuah pedang terbang melayang dari balik semak-semak menuju kawanan rusa.

Dan detik berikutnya Rafli melihat salah satu rusa yang tidak beruntung, lehernya telah di tembus pedang melayang tersebut.

Rusa bahkan tidak sempat berlari dengan benar, ia menabrak pohon, terhuyung-huyung dan perlahan-lahan terjatuh.

Segera rusa-rusa yang lain berlari dengan panik ke segala arah.

Semua terjadi terlalu cepat dan masalah Rafli dan Rama tanpa sadar sudah terpecahkan.

Rafli telah kehilangan kata-kata karena terkejut, otaknya terlambat memproses semua yang baru saja terjadi di depannya.

Ia kemudian memandang Pedang yang masih tertinggal di leher rusa.

Benda yang dilempar bukanlah sebuah panah, bukan juga tombak, itu adalah pedang satu mata dengan ujung yang sedikit melengkung, Rafli bingung bagaimana bisa seseorang membidik dan mengenai sasaran dengan tingkat keakuratan yang tinggi seperti itu.

Perlahan-lahan Rafli melihat 2 orang laki-laki keluar dari balik semak-semak.

Seorang laki-laki dengan laki-laki dengan tombak dan kamera di masing-masing tangan, dan seorang lelaki muda dengan tatapan heran.

"Wow mereka benar-benar orang yang beruntung"

Adalah kalimat pertama yang Rafli dengar dari mereka.