Tiba-tiba Liana masuk ke dalam gua itu.
Aira menyusul dari belakang.
"Peace.."
"Joy.."
"Love..."
Suara itu terdengar beberapa kali.
Liana masuk lebih dalam.
"Eh? Liana.. apakah kamu yakin? Ada apa denganmu?" Tanya Aira sedikit ragu.
Liana terus masuk.
Aira menyusulnya.
"Dengarkanlah... suara kami.."
Suara itu terdengar sangat jelas.
"Kami adalah... legenda yang sebenarnya..."
Liana melihat ke dinding gua. Aira ikut melihatnya.
"Terang... gelap..... dahulu adalah satu... dan inilah sekarang jadinya..."
Suara itu berkata demikian, dan dinding gua mulai bercahaya. Cahaya kuning dan ungu menjadi satu, lalu terpisahkan.
Liana menyentuh dinding gua yang bercahaya kuning itu.
Seketika itu, cahaya itu membesar.
"Inilah yang selalu terjadi.... bodohnya..." kata suara itu.
Cahaya kuning itu bercahaya sangat terang, hingga cahaya ungu itu tidak terlihat lagi. Tetapi, dari cahaya kuning yang besar itu, muncul titik-titik keunguan, lalu mereka menggumpal menjadi cahaya ungu seperti yang dulu.
Liana dan Aira terkejut.
Lalu Liana mencoba untuk menyentuh cahaya yang keunguan.
"Inilah yang terjadi jika ini terjadi.... bodohnya..." kata suara itu.
Cahaya ungu itu bercahaya sangat terang, hingga cahaya kuning itu tidak terlihat lagi. Tetapi dari cahaya ungu itu, muncul titik kekuningan, lalu itu menggumpal dan menjadi cahaya kuning seperti dahulu.
Liana dan Aira terkejut lagi.
"Apa maksudnya ini?" Kejut Aira.
"Masihkah kamu belum paham? Hm... begitu... begini... biar lebih jelasnya aku akan menggunakan beberapa teman-temanmu." Kata suara itu.
Cahaya kuning dan ungu itu bercampur dan membuat sebuah gambaran.
Di sana, mereka melihat suasana perang. Lalu mereka melihat diri mereka sedang memurnikan kristal itu dan berhasil. Gelombang cahaya kuning itu terpancar dari kristal itu lalu ke semua permukaan tanah. Mereka melihat diri mereka lenyap.
"Itulah bayaran the choosen one.... bodohnya..." kata suara itu.
Mereka melihat, di dalam pertempuran itu, semua pasukan Darkness lenyap. Mereka melihat, bahwa Gavin lenyap setengah badan saja, hanya bagian kiri tubuhnya. Gavin sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
Liana terkejut saat melihat itu.
"G-G... Gavin..." tangisnya.
"Itulah... bodohnya..." kata suara itu.
Mereka melihat, bahwa Dalbert juga hendak lenyap di hadapan Greisy.
Dalbert tersenyum pada Greisy.
"Kamu menang, selamat ya.." kata Dalbert.
Greisy terkejut saat melihat itu.
"Kak brokoli..." kata Liana.
Di dalam gambaran itu, Greisy berlari ke arah Dalbert dan memeluknya. Ia menangis.
Liana ikut menangis saat melihat gambaran itu.
Dalbert membalas pelukan Greisy.
"J-Jangan pergi... a-aku sudah tidak memiliki siapapun... lagi.." tangis Greisy.
"Kak Greisy..." tangis Liana.
Aira melihat ke arah Liana sebentar, lalu melihat ke arah gambaran itu lagi.
"Maaf.. ini adalah peraturannya..." kata Dalbert. Lalu Dalbert lenyap.
Greisy tidak bisa menahan tangisannya lagi.
Semua orang bersorak kemenangan, tetapi Greisy menangis.
"Kita menang, tetapi aku tidak bahagia dengan itu..." pikir Greisy.
Liana ikut menangis.
"Bodohnya....." kata suara itu.
Lalu cahaya itu menghilang, suara itu pun juga menghilang.
Aira menepuk bahu Liana yang menangis itu.
"Tenang.... itu tidak akan terjadi... ayo." Kata Aira.
Lalu mereka berdua pergi keluar dari gua itu.