Bus akhirnya berhenti di titik pemberhentian yang pertama, Starla bangkit dari tempat duduknya, ia melirik Aozora yang juga sedang menatapnya. "Kak, pemberhentian tempatku di sini. Permisi, aku mau lewat." katanya.
"Oh," Aozora menjawab singkat, ikut berdiri agar Starla bisa lewat.
Starla melambaikan tangannya, lalu berjalan menuruni tangga dan keluar dari bus.
'Waktunya menghadapi Arthur.' kata Starla dalam hati.
Starla sejenak melirik bus tepatnya di lantai dua tempat Aozora berada, baru melangkah menuju rumahnya berada; berharap Arthur tidak naik pitam padanya, berharap kedua orang tuanya belum mengetahui kejadian tadi pagi.
'Kurasa kecil kemungkinan Mama dan Papa tidak tahu, yang bekerja di rumah kan bukan cuma Arthur.' kata Starla dalam hati.
Starla menerima akibatnya apa pun juga, toh yang dilakukannya bukan tindakan kriminal, ia cuma naik bus sekolah tidaklah buruk kan?
"Starla-san."
Starla berhenti melangkah; barusan rasanya ia mendengar suara Aozora. "Paling hanyalah ilusi, bus kan sudah berangkat dari tadi." ia melanjutkan lagi langkahnya, tetapi terhenti lagi, bukan karena ilusi suara Aozora tetapi sebuah tepukan di bahunya.
"Tunggu sebentar," kata Aozora.
Memang bukan ilusi, Starla tentu bingung kenapa Aozora turun bahkan sampai mengejarnya, tentu ia senang hanya saja ia masih merasa tidak enak sudah membentak pemuda itu makanya sejak di bus ia tidak mengajak bicara. "Ada yang salah?"
"Aku..." Aozora tidak menyelesaikan kata-katanya, matanya menolak untuk menatap Starla.
"Aku kenapa, Kak?" tanya Starla sekali lagi.
Aozora berdeham beberapa kali. "Aku masih merasa tidak enak karena kejadian di bus—"
"Tunggu." Starla memotong pembicaraan. "Kakak rela turun hanya merasa bersalah?"
Aozora mengangguk. "Tindakanku membuatmu sedih jadi aku—"
"Tidak!" Starla memotong pembicaraan Aozora lagi. "Justru akulah yang merasa bersalah, aku sudah membentak, Kakak."
Aozora yang kini bingung. "Aku sama sekali tidak tersinggung. Aku kan tadi menghargai keputusanmu. Aku tahu kau trauma menjadi korban, jadi aku tidak ingin mengganggumu."
Starla terkejut.
Tampaknya mereka saling salah paham satu sama lain.
Mata mereka saling beradu pandang lagi sesaat sebelum mereka tertunduk malu.
"A-aku rasa salah paham ini sudah selesai." Starla memberanikan diri berkata. "Aku tak apa, Kak. Jadi Kakak bisa pulang, rumahku dekat sini kok."
"Begitu, sepertinya aku tidak jadi mentraktirmu," kata Aozora.
Mata Starla berbinar-binar mendengar kata traktir. "Kak Aozora, mau mentraktir aku?" tanyanya antusias.
Aozora mengangguk. "Jika benar kau masih marah, niatku ya mentraktirmu," jelasnya.
"Aku tidak marah kok," sahut Starla cepat. "Tetapi aku tidak bisa berkata tidak pada makanan gratis. Apakah tawarannya masih berlaku?" tanyanya penuh harapan.
Aozora berpikir sebentar. "Tentu saja, kau bisa memilih tempat makan yang kau mau, Starla-san."
Starla melompat sangat bahagianya. "Makan gratis~ makan gratis~" ia bersenandung ria.
Aozora tertawa kecil melihat tingkah Starla yang begitu polos. "Kalau begitu ayo."
Starla mengangguk.