Starla juga mulai melahap baksonya setelah membaca do'a tentunya. "Ah, rasanya masih sama seperti terakhir kali aku membelinya." katanya, dan mengambil lagi suapan lain.
Aozora tersenyum kecil melihat tingkah Starla yang polos, ini pertama kalinya ia melihat perempuan makan selahap itu di depannya. Ia menyukainya, memberikan kepuasan tersendiri padanya; ikut semangat, ia membelah bakso yang paling besar dan terkejut melihat ada banyak cabai di dalam. "Inikah yang dinamakan bakso mercon?" bisiknya, dengan ragu-ragu melahapnya.
Starla berhenti makan sejenak melihat Aozora menutup mulutnya. "Kakak baik-baik saja?" tanyanya cemas.
"Aku... oke, baik," Aozora menyahut masih menutupi bibirnya.
Starla tidak percaya, ia melanjutkan makannya dengan mata yang masih tertuju pada Aozora yang terlihat jelas ragu-ragu memasukan sisa bakso mercon ke dalam mulut. "Kak, kalau—" ia belum sempat selesai berkata, Aozora sudah melahap sisa potongan bakso mercon dalam satu suapan, berhasil membuatnya takjub, juga semangat ingin menghabiskan dengan cepat.
"Uh-huh..." Aozora menjawab sekenanya, telinganya mulai berdenging efek dari cabai domba, ia segera mengambil es jeruk begitu diletakan di atas meja, meneguknya sampai habis. "Jävla..." umpatnya pelan sekali agar tidak terdengar oleh yang lain atau Starla.
"Terima kasih makanannya, Kak."
"Huh?" Aozora melirik Starla yang memasang senyum lebar, kemudian melirik mangkuk milik gadis itu, meneguk ludahnya melihat isinya bersih hanya menyisakan sedikit kuah. "Iya." ia segera bangkit berdiri, tanpa berkata apa-apa ke tempat kasir untuk membayar.
Starla mengikuti dari belakang, kembali curiga lagi melihat ekspresi Aozora yang sepertinya menahan sakit, "Kak, sungguh baik-baik saja?" tanyanya.
Aozora mengambil napas panjang. "Aku baik-baik saja, sedikit kepedasan saja,"
Starla memutar bola matanya, tidak terlihat seperti orang yang sedikit kepedasan, ia jadi merasa bersalah, seharusnya tetap mengganti menu tadi! Mengikuti naluri bukan ucapan Aozora.
Aozora memberhentikan taksi. "Kau sudah baikan?" tanyanya berusaha setenang mungkin.
Starla mengangguk. "Terima kasih sekali lagi makanannya, Kak," katanya malu.
Bisa makan gratis dan bersama Aozora mengubah mood-nya drastis.
Aozora mengangguk. "Starla-san, aku tahu kau takut, tetapi ada baiknya kau melapor," ia memberikan nasihat. "Supaya tidak ada lagi korban yang lain. Kalau kau takut melapor sendiri, aku akan bersedia menemanimu atau jika tidak nyaman denganku bisa bersama temanmu... Gea."
Starla berpikir sesaat; apa yang dikatakan Aozora ada benarnya, mungkin ia harus melapor ke Guru? Banyak saksi juga di bus. Namun, yang ditakutinya bukanlah tidak adanya dukungan tetapi ia takut dikucilkan karena menjadi korban, tetapi ia juga tidak mau ada korban yang lain. "Ugh," kepalanya pusing. "Aku akan memikirkan itu, Kak."
Aozora mengangguk, dan membuka pintu taksi. "Sampai jumpa besok, Starla-san."
Starla melambaikan tangannya ceria, memandang taksi yang ditumpangi oleh Aozora perlahan mengecil dan hilang dari matanya. Pipinya merona membayangkan akan seperti apa keesokan harinya, detik kemudian ia teringat besok pelajaran olahraga yang berarti masuk jam tujuh.
"Yah..." desahnya kecewa.
***
Jävla : sebenernya Aozora belum selesai ngomongnya, tapi intinya ini umpatan 'sialan' atau inggrisnya 'damn it'