Setelah berpikir cukup lama, Starla akhirnya memilih ke bakso langganan dekat rumahnya yaitu bakso Pak Rebo, ia memilihnya karena tidak ingin Aozora pulang terlalu sore karena dirinya.
Aozora menengadahkan kepalanya untuk melihat spanduk di atas toko. "Aku tidak tahu bakso Pak Rebo memiliki cabang di sini." ia bertanya-tanya.
"Ada bakso Pak Rebo di Bali!?" tanya Starla syok.
Aozora mengangguk. "Ada, aku mendapat rekomendasi dari teman penaku, di luar dugaan cocok dengan lidahku. Aku suka bakso."
Starla awalnya berniat memperkenalkan makanan khas di sini namun, waktu yang sedikit membuatnya membatalkannya, ia senang mengetahui jika Aozora menyukai makanan favoritnya. "Aku juga tidak tahu apakah Pak Rebo memiliki cabang di Bali," katanya. "Ayo, aku rekomendasikan menu yang enak, Kak."
Aozora mengangguk, mengikuti Starla dari belakang.
"Pak, pesan bakso mercon dua." kata Starla.
"Baik, Neng," sahut Pak Rebo, ia mengambil dua mangkuk dan mulai menaruh bumbu bakso. "Sudah lama tidak ke sini, Neng Starla, sekalinya datang membawa pacar."
Pipi Starla merona seketika mendengar kata pacar, tidak ingin salah paham, ia buru-buru menyangkal. "Anu, Kak Aozora—"
"Senang bertemu denganmu Pak," Aozora memotong cepat. "Apakah Bapak membuka cabang di Bali?" tanyanya.
Eh?
"Wah sayang tidak, kalau sudah terkumpul mungkin nanti Bapak pikirkan untuk buka di sana," sahut Pak Rebo. "Ada bakso Pak Rebo juga di Bali?"
"Ya, baksonya enak,"
"Wah, dapat saingan nih, haha..." canda Pak Rebo. "Pakai sayur? Mie? Bihun?"
Aozora ikut tertawa. "Baksonya saja, Pak."
"Neng Starla pakai seperti biasa?" tanya Pak Rebo.
"Ah, iya. Pak seperti biasa," sahut Starla, "Ayo kita duduk, Kak nanti juga dibawa."
Aozora mengangguk.
Starla menyapu sekeliling, seperti biasa di jam segini pelanggan cukup ramai, ia mencari tempat duduk yang nyaman, dan menemukan dengan cepat di dekat kipas angin dinding, ia segera berjalan ke sana sebelum ada yang menyerobot.
"Mercon itu apa, Starla-san?" tanya Aozora begitu mereka duduk.
"Oh, itu maksudnya tingkat pedasnya, Kak," kata Starla. "Di sini pakai cabai domba yang pedasnya seingatku nomor dua di Indonesia." terangnya semangat empat lima.
"Dua... ?" wajah Aozora seketika berubah pucat. "Aku lupa Indonesia memiliki menu makanan yang unik-unik."
Starla merasa wajah Aozora berubah drastis. "Kakak baik-baik saja? Tidak suka pedas? Bisa ganti menu kok, bakso urat atau telur, mau?"
"Tidak usah," sahut Aozora; sudah terlambat mengganti menu, ia pernah mencoba menu makanan pedas di Bali bersama temannya dan masih bisa diterima di lidahnya, jadi ia rasa ini juga sama, lagi pula takkan mungkin cabai domba sepedas carolina reapper, kan?
"Sungguh?" Starla memastikan sekali lagi, ia masih belum yakin melihat ekspresi wajah Aozora yang... takut? "Sungguh Kak, tak apa ganti menu, Pak Rebo orangnya baik hati," katanya. "Ya Pak? Bapak baik, kan?" serunya.
"Ya, Neng," sahut Pak Rebo sekenanya masih sibuk menuangkan kuah ke dalam mangkuk bergambar logo ayam jago.
"Tuh Kak, tak apa." kata Starla.
"Aku juga tak apa, Starla-san," Aozora menyahut kalem. "Aku kan bisa tidak menuangkan sambal ke makananku."
"Oh, sejujurnya cabainya ada di da—"
"Ini pesanannya Neng Starla." kata Pak Rebo sambil meletakan dua mangkuk di atas meja.
"Terima kasih, Pak." kata Starla. "Minumnya aku es jeruk ya?"
Pak Rebo mengangguk, lalu matanya tertuju pada Aozora.
Aozora yang sibuk memerhatikan bakso di depannya, berkata. "Sama aku juga, Pak."
"Es jeruk dua, Sul!" seru Pak Rebo, setelahnya ia balik membuat bakso pesanan yang lain.
Mata Starla berbinar-binar melihat bakso favoritnya, ia mengambil sambal, saus, dan kecap, menuangkannya ke dalam mangkuk baso miliknya.
Aozora yang melihatnya meneguk ludahnya. "Kau suka makanan pedas ya?" tanyanya.
Starla mengangguk. "Ya, tapi aku tidak sehebat Gea."
Aozora melirik mangkuk milik Starla yang kuahnya tadi berwarna bening kini berubah warna menjadi merah pekat. "Gea terdengar seperti perempuan hebat ya." pujinya masih melirik mangkuk Starla. Lalu matanya tertuju pada mangkuknya akhirnya, mengambil satu butir bakso kecil. "Itadakimasu!" serunya, dan melahapnya dalam sekali suapan, ia menebak rasa yang dikeluarkan oleh bakso itu. "Enak," dan yang paling penting tidak pedas.