"Kak Nando keren lho. Bisa bikin buku sebagus itu" puji Ana.
"Oh ya. Btw kamu sekolah dimana ?" tanya Nando. Ia menyuap ice cream kedalam mulutnya.
"Ana sekolah di SMA 1. Kalo kak Nando ?" Nando manggut - manggut mengerti.
"SMA Nusa. Panggilnya Nando aja. Kan cuma beda setahun" Ana tersenyum. "Maaf," mendengar itu Nando menaikan sebelah alisnya.
Nando tak dapat berhenti memandang Ana. Ia seratus persen sangat mirip dengan Lisya.
Mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Apa rencanamu ya tuhan...
"Btw, besok free nggak ?" tanya Nando menyadarkan dirinya dari lamunan.
"Ana... belum pernah jalan kayak gitu sih..." ucap Ana hati - hati. Ia tidak ada niatan sekalipun untuk berpacaran ataupun sekedar dinner. Apalagi yang mengajaknya laki - laki. Ana menggeleng cepat. Apa yang baru saja ia pikirkan ?. Pacaran ?. Bisa saja kak Nando mengajaknya untuk sekedar teman. Ana menepis pikiran itu jauh - jauh, "maksudnya... Itu...hmm" Ana gugup.
Nando terkekeh melihat ekspresi Ana, "Kamu mirip pacarku" ucap Nando sukses menumbuhkan rasa curious Ana.
"Oh ya ?" Ana mengerutkan keningnya samar.
Nando mengangguk samar. "Terus kalo mirip pacar Nando. Kenapa ngajak Ana jalan ?. Nanti pacarnya marah lho" ucap Ana polos. Ia menyuap ice cream vanilla nya.
Nando menundukan kepalanya. Melihat ice cream ditangannya. Ia jadi terbayang wadah ice cream yang ia pegang adalah cangkir teh yang Lisya pegang kala itu.
"Dia udah nggak ada" ucap Nando. Ana membulatkan matanya ketika mendengar itu. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti hati Nando. Sama sekali tidak.
"A-Ana... Maaf" ucap Ana menyesali pertanyaannya.
"Nggak papa" ucap Nando. Ia tersenyum tipis melihat Ana.
"Kalo gitu..." Nando mengambil tasnya. Ia menaruh tasnya pada pundak.
"Besok, malem minggu jam 7 disini ya." ucap Nando. Ia bangkit dari tempat duduknya.
"T-Tapi-"
"Aku pulang dulu." Nando tersenyum sebelum meninggalkan Ana sendirian dikursi itu.
Ana terbungkam. Ia melihat punggung Nando yang semakin lama semakin menjauh.
Ia menghela napas, lalu bangkit dan meninggalkan taman.
ðŸŒ
Ana terdiam sebentar sebelum membuka pintu rumahnya. Ia menelan salivanya lalu menarik napas dalam - dalam. Tangannya meraih knop pintu lalu memutarnya. Membuat suara pintu terbuka.
Ana melangkahkan kakinya. Menyusuri satu per satu anak tangga. Memasuki kamarnya dan merubuhkan tubunya pada kasur.
Ia dapat mendengar suara jendelanya yang tertiup angin.
Ana bangkit untuk menutup jendelanya. Sebelumnya ia mengganti bajunya dengan baju tidur berwarna putih bergambar beruang.
Ia memejamkan matanya, menarik banyak pasukan udara dari luar jendela.
Menghembuskannya kembali melalui mulut. Matanya terbuka. Angin diluar menerpa helaian rambutnya.
"Kenapa Ana masih mikirin kejadian tadi siang ya ?" Ana menggeleng cepat. Ia membaringkan tubuhnya dikasur. Menarik bed cover nya hingga menutupi setengah tubuhnya.
Matanya terpejam sebelum akhirnya terlelap.