Sonja meregangkan tubuhnya dengan malas. "Tapi, sebelum itu aku ingin mandi dan memiliki baju bersih."
"Tentu saja. Tapi, karena kami tidak memiliki baju wanita kau hanya bisa mengenakan pakaian pria."
"Okey." Sonja segera setuju. Ini bukan waktunya untuk bertingkah manja.
Letnan Utara menepuk tangannya dan seorang prajurit muda datang ke dalam tenda. Sepertinya dia adalah prajurit muda yang sebelumnya menjaga Sonja juga.
"Hey, kita bertemu laggi," ucap Sonja, melambaikan tangannya padanya.
***
Keheningan meliputi benteng dan lolongan angin yang memecah malam yang pekat dengan selubung gelapnya.
Sesaat kemudian, di kejauhan, terdengar suara ledakan.
Mereka mulai melancarkan aksinya!
Di tengah malam, suara ledakan- ledakan terdengar dari arah yang tidak beraturan. Suara- suara kegaduhan dari derap langkah para prajurit dapat terdengar.
Keheningan telah hilang.
Dalam usaha untuk memecah perhatian musuh mereka, pasukan Letnan Utara telah membuat beberapa ledakan.
Strategi mereka adalah untuk mengirim sepuluh grup keluar dari benteng yang berisikan tiga orang di masing- masing grup tersebut dan membawa dua bahan peledak.
Ketika mereka telah meledakkan peledak pertama, mereka akan bersembunyi dan menunggu untuk menyergap musuh mereka yang datang tanpa mengetahui kalau mereka tengah di tunggu.
Pada saat itu mereka akan meledakkan peledak kedua, yang membunuh para musuh tersebut dan mereka akan mundur.
Misi mereka sebenarnya hanyalah untuk mengalihkan perhatian mereka dari sungai, sekaligus mengurangi gangguan.
Ketika semuanya berjalan sesuai rencana, pada saat itu juga sebauh grup archer berhasil menyelesaikan misi mereka juga. Dengan satu ledakan besar, seluruh batang- batang pohon yang menyumbat aliran sungai hancur dan sungai tersebut dapat mengalir seperti sediakala, mengisi penampungan air mereka yang kosong.
Mengambil keuntungan dari kegaduhan ini, seorang prajurit Azura berhasil menyelinap pertahanan musuh untuk meminta bantuan pada benteng utama.
Melihat kejadian ini hanya terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu jam, prajurit Zodasian benar- benar marah.
Biar bagaimana pun juga, benteng yang telah mereka kepung dan tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk bertahan, ternyata berhasil melakukan serangan balik seperti ini.
Selama ini mereka hanya bermain- main, puas melihat bagaimana prajurit Azura putus asa dalam cengkeraman mereka. Membunuh musuh secara perlahan. Tapi, pada akhirnya dapat terlihat kalau asumsi tersebut menjadi boomerang bagi mereka.
"Apa yang terjadi dengan ledakan itu?! Bagaiman mereka bisa membuat ledakan seperti itu!?" seorang pria menggebrak meja dengan sangat marah. Wajahnya memerah karena marah. Baginya, segalanya sangatlah sempurna selama enam hari terakhir ini.
Pria itu adalah seseorang di balik ide untuk membuat prajurit Azura mati kelaparan.
"Lapor pada Jendral!" seorang prajurit berlutut di hadapan Jendral Brama. "Mereka berhasil menghancurkan batang- batang pohon di sungai dan mengirim seseorang untuk meminta bantuan dari benteng utama di barat." Prajurit itu terlihat murung dan malu, rasa takut jelas terlihat di matanya.
Biar bagaimanapun juga, ini adalah tanggung jawabnya. Kalau sesuatu tidak berjalan sesuai rencana maka hukuman yang akan dia terima akan tak terbayangkan.
"Bunuh dia!" Jendral Brama berkata dengan nada penuh kemarahan.
Sang prajurit itu terkesiap dan mencoba untuk berjanji agar memperbaiki situasi ini. Sayangnya, prajurit lain telah menyeretnya keluar dari tenda dan tidak memberikan kesempatan padanya untuk melawan.
"Siapkan prajurit. Kita akan menyerang sekarang." Jendral Brama berkata dengan nada yang rendah.
Seorang prajurit yang berdiri di sebelahnya memberikan salut padanya dan berjalan keluar tenda.
Brama kemudian berdiri dari kursi lengannya yang mewah. "Utara…" dia menyebut nama itu dengan penuh kebencian.