Braaakkk...!
Rupanya David yang menutupkan pintu itu. Lisa sedikit terlonjak karena saat itu ia tengah mengamati sosok perempuan tadi, dia ingin protes terhadap apa yang dilakukan ayahnya tapi David keburu berkata.
"Kalau pintunya kamu buka terus air hujannya bisa masuk ke dalam. Sekarang kita semua istirahat dulu, baru kemudian membereskan semua barang-barang kita.
David membuka kain yang menutupi sofa.
hempasan debu tampak terlihat membuat Dewi sedikit bersin-bersin.
"Penjual rumah ini benar-benar keterlaluan sekali dia bahkan sama sekali belum membersihkan apapun di rumah ini. Sayang, kamu yakin malam ini kita akan tidur di sini?" Tanyanya ragu.
"Kamu berpikir mau cari penginapan di sekitar sini? Karena kondisi rumah ini yang masih kotor atau karena takut?"
Dewi terdiam.
Sambil membereskan sofa itu David melanjutkan ucapannya. "Sayang, kita ini sedang ada di pinggiran kota. Mungkin di sekitar sini tidak akan ada penginapan, jadi kita ini cukup beruntung bisa berteduh di rumah ini. Lagi pula rumah ini kan sudah jadi milik kita."
"Tapi, Pa...,"
David kembali memotong pembicaraan, "Ma, papa ngerti mama merasa takut dan asing dengan rumah ini karena Mama baru datang ke sini, tapi papa yakin deh kalau nanti kita sudah terbiasa tinggal di sini semua ketakutan dan kekhawatiran Mama pasti ilang".
"Mama takut karena rumah kita jauh dari tetangga, kalau ada apa-apa kita minta tolong sama siapa?"
"Nggak kok, tadi Lisa ngeliat tante-tante yang berdiri di sana. Ngeliatin kitaaa.. terusss...," Ujar Lisa polos
Deg... !
Dewi terkesiap.
"Nah kan, mungkin itu tetangga kita. Nanti kalau kita sudah beres-beres, kita jalan-jalan keliling kampung siapa tahu ada yang bisa diajak kenalan dan bisa temenan sama kita semua. Sekarang kita istirahat di sofa ini duku ya. Ayo Lisa... Mama... sini dong!"
Dewi dan Lisa akhirnya membaringkan tubuhnya di sofa itu sambil berpelukan ditopang dengan bantal sofa yang mungil.
Tapi setiap kali Dewi ingin memejamkan matanya ia kembali teringat kenop pintu rumah itu yang mirip sekali dengan pintu sebuah rumah dalam mimpinya yang mengerikan. Karenanya ia selalu gagal terpejam meski sisa-sisa lelah dari perjalanan panjang tadi di masih menyengat sekujur persendian tubuhnya.
David melirik sebentar, dibelainya wajah istrinya yang sayu. "Kalau kamu nggak mau bobo, aku bobin nih."
"Hush! Apaan sih, pa... Udah sana papa juga istirahat. Capek kan nyetir seharian. Nih, mama juga mau ikutan merem!" Ucap Dewi sambil memejamkan matanya.
Barulah David beralih pada sofa sebelah dan membantingkan tubuhnya sambil menatap langit langit rumah.
Irama hujan masih gemericik memecah sunyi, perlahan lelah memgguncang kesadaran David dan keluarganya, tapi samar-samar ia merasa terpanggil oleh ukiran pada daun pintu kamar utama. David mengerjap seraya memaksakan tubuhnya yang penat untuk mendekati pintu kamar itu.
Ia bergegas menyalakan lampu demi lampu di luar di ruangan lain dan mengecek kamar depan derit suara pintu yang kian nyaring membuat bulu kuduk David sendiri menegak, sementara Dewi dan Lisa larut dalam pelukan.
Kreoott!
Tak ada aroma pengharum ruangan seperti kamar kontrakannya dulu. Hanya sisa bau lumut menusuk hidung ruang kamar depan itu memang benar-benar lembab David mengibas-ngibaskan udara di sekitar ruangan itu mencoba membuka jendela yang selopnya sudah mulai berkarat dan agak susah digerakkan. Lalu aroma tanah basah menyeruak masuk ke dalam kamar. Suara hujan dan percikkan air yang mendapat tanah menjadi pengiring senja itu. David menghela napas.
"Ya elah... kirain sampai sini bisa langsung masuk terus langsung istirahat di kamar. Ini sih aku harus bener-bener ngerjain sendiri, nggak tega aku minta tolong Dewi dan Nisa." Ucapnya seraya melirik ke sofa tempat kedua orang yang dikasihinya masih larut dalam kantuk mereka.
David bergegas mengibaskan kamar tidur di ruang utama itu lalu mengganti spreinya dengan yang dibawa di dalam koper. Tiba tiba sepasang tangan mencegahnya,
"Papa kok beres-beres sendirian sih, ini kan tugas perempuan. Biar Mama yang beresin." Ternyata Dewi yang datang dengan senyuman manisnya.
"Loh, katanya takut. Ngapain kesini?"
Dewi melirik penuh arti, tak biasanya ia menatap tajam namun seakan sedikit menyeringai, "Kan ada Papa!" Ucapnya lagi.
Suaranya bergema sambil mendekati telinga David, membuat David makin merinding. Perlahan sentuhan tangan Dewi terasa begitu dingin, membuat David kian menggigil.
"Kedinginan?" Sambungnya lagi sambil membereskan sprei dengan gemulai.
David semakin gugup, ia merasa cara Dewi bicara tidak seperti biasanya. Tak biasanya Dewi bersikap seanggun itu, gesturnya lebih lembut dari biasanya. David merasa Dewi lebih elok dari biasanya. Bagi David, sikap itu seakan mengisyaratkan sesuatu.
Perlahan David mendekati dan merangkul pinggang kiri Dewi dengan pelan, dia kemudian berbisik mesra ke telinga Dewi.
"Berarti mama ninggalin bisa di ruang tengah?"
Dewi tersenyum mengangguk. Makin menggairahkan. Dia balas tatapan suaminya dengan begitu mesra, lalu dia lingkarkan tangannya ke belakang leher David. David begitu tersentuh dengan sikap istrinya, dengan pelan ia mendekatkan bibirnya ke ranumnya bibir Dewi yang merekah indah. Tak pedulikan kilatan petir menyambar dahsyat sampai kemudian terdengar suara teriakan perempuan lain dari ruang tengah diiringi dengan teriakan Lisa yang tiba-tiba.
Duaaar!
"Mamaaa...!"
Lalu menyusul suara yang lainnya dari ruang tamu tadi.
"Tenang, sayang.... Tenang... Ada mama disini!"
Deg!
Sontak suara itu mengejutkan David. Sekejap David berlari keluar dan ternyata ia melihat istri dan anaknya baru saja terbangun dan terduduk di sofa sambil berpelukan karena terkejut oleh suara petir itu.
"Dewi? Ka.. kamu disitu?!"
Jrengg!
Dewi sendiri terheran heran mengapa David kelihatan begitu terkejut melihatnya.
Degup jantung demikian berpacu. Dengan perlahan David menengok kembali sosok wanita tadi di ruangan itu. Tapi di situ tak ada siapapun. David semakin shok, nafasnya turun naik karena panik, ia pegang bibirnya, ia pegang tangan yang sempat mendapatkan sentuhan itu, lehernya juga sekujur tubuhnya. Ia jelalatan mencari sosok tadi di ruangan itu tapi tak ada siapapun disana hingga akhirnya Dewi berdiri membelakangi tubuhnya sambil menggandeng Lisa.
"Pa? Papa kenapa? Ada apa? Cari siapa?"
David yang masih syok cuma menggeleng saja. Tidak mungkin ia mengatakan apa yang yang baru saja terjadi dengan dirinya. Tapi Dewi terus memaksanya. Dan kelihatan makin panik.
"Pasti ada apa-apa, kan? Pasti Papa lihat sesuatu yang mengerikan di ruangan ini, kan?"
"Nggak, Dewi... Nggak!"
"Mama nggak percaya! Pasti ada sesuatu di rumah ini. Rumah ini tuh emang serem, pa. Percaya deh sama mama.'
"Mamaaa... Lisa takut. Lisa nggak mau tinggal di sini".
David terdiam, seolah mulai merasakan nggak beres. Tapi ia masih penasaran.
"Kalau Mama nggak ke kamar ini lalu siapa yang wanita yang baru saja dia cium tadi... ?" Desisnya bingung sementara Dewi mendadak kaget.
"Papa abis ciuman sama wanita lain?"
"Mama jangan salah paham dulu. Soalnya wanita itu mirip Mama.
"Apaaa...! Kalo begitu rumah ini berhantu...!"
"Aaa... !" Teriak Dewi, David dan Lisa hampir berbarengan sambil berlari keluar rumah menubruk pintu.
Bruaakkk! Duakkk!
"Papaaa!" Jerit Dewi dan Lisa seraya bergegas membangunkan David yang terjatuh menggelundung dari sofa. Bukannya karena tertabrak pintu. Sebab ternyata David baru saja terbangun dari mimpinya. Masih parno dan ketakutan. Sedangkan Lisa dan Dewi dibuat heran dengan tingkah laku David.
"Ayo kita keluar! Ayoo!"
"Keluar gimana? Ujannya kan belum berenti. Trus... Kenapa juga papa tiba tiba minta keluar? Bukannya tadi papa yang nyuruh kita semua tidur dulu?"
David melongo, celingukan bingung dan terbengong melihat pintu kamar utama masih tertutup rapat dan kotor. Rupanya ia baru menyadari kalau serangkaian peristiwa tadi cuma mimpi.
David kembali menatap wajah istrinya, dengan lemas ia sandarkan punggungnya.
"Papa mimpi serem ya?" Tanya Lisa.
"Nggak kok... " Ucap David terpaksa berbohong. Bagaimana pun ia harus mempertahankan gengsinya untuk tinggal di rumah tua itu. Sebab ia begitu meyakinkan istrinya membeli rumah itu.
"Kok Papa teriak-teriak aneh kayak orang ketakutan. Sampe jatoh segala."
David sok ketawa lucu untuk menutupi apa yang yang dilaluinya. Dengan iseng dia sentil ujung hidung Lisa untuk sekedar mencairkan suasana.
"Yang takut itu kamu sama mama kamu. Lagian kan tadi cuma mimpi, ngapain ditakutin. Udah ah, kita beres-beres yuk. Istirahatnya udah pada cukup kan?".
David kemudian terbangun, langkahnya terhenti oleh suara berisik yang mengejutkan mereka.
Bruuuaakkk... !
Refleks, semuanya menengok ke belakang. Jrengg....
Tobe Continued...