Sreeek!
Namun kali ini Dewi benar-benar mendengar gerakan itu. Dewi pun menoleh, dan gerakan itu terhenti. Tapi ketika ia menghadap ke belakang sudah tidak ada siapapun di situ. keringat Dewi bercucuran, telinganya tak mungkin salah mendengar. "Aku yakin ada yang baru saja mendekatiku? Kemana dia? Kenapa tiba-tiba menghilang? Jangan-jangan Lisa?" gumamnya dalam hati sambil celingukan kesana kemari sekedar meyakinkan kalau Lisa mungkin saja benar-benar ada di situ, tak jauh darinya.
Tapi karena tak ada tanda-tanda siapapun di situ akhirnya Lisa kembali berbalik menuju seberang halaman rumah.
Dan...
Jrengg... !
"Cari siapa?" tanya seorang nenek bongkok, bicaranya agak judes. tapi bukan karena cara bicaranya yang yang membuat Dewi syok. Melainkan kehadiran nenek itu yang muncul secara tiba-tiba. Ekspresi dan sikap misterius si nenek bongkok ini yang membuat Dewi gugup menjawabnya.
"Saya lagi nyariin anak saya, nek. Anak perempuan usia 5 tahun lebih rambutnya panjang."
Nenek itu kelihatan terkejut, "Berani sekali kamu membiarkan anakmu berkeliaran di rumah kosong ini. Orang dewasa saja jarang ada yang berani melewati rumah ini kecuali saya!"
"Ini rumah saya nenek saya dan suami baru saja membelinya jadi warga kampung sini dan rencananya kami akan tinggal di sini." jelas Dewi.
"Tinggal di sini?" Nenek bongkok itu terperanjat dengan mata melotot, alis putihnya ikut naik seakan-akan ia tak percaya dengan apa yang diucapkan Dewi.
"Kenapa nek?"
"Sebaiknya kalian segera angkat kaki dari rumah itu jika ingin selamatn permisi" Nenek bongkok itu meninggalkan Dewi dengan langkahnya yang tertatih. Tapi Dewi yang penasaran segera mencegatnya.
"Tunggu! Kenapa nenek bicara seperti itu? Memangnya ada apa dan kenapa dengan rumah ini, nek...!"
Nenek bongkok itu terdiam dia malah buru-buru menggerakkan langkahnya meninggalkan Dewi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu akan mengetahui sendiri."
Dan nenek itu tetap melanjutkan langkahnya dengan lebih gesit dan setengah terburu-buru. Dewi hanya terpaku menatap kepergiannya dengan rasa cemas yang berlebihan karena sampai detik itu ia belum menemukan tanda-tanda jejak Lisa.
"Aduh, nenek itu malah bikin aku makin takut aja, mana Lisa belum ketemu lagi. Lisa kamu di mana sih... Lisaaa...!"
Tiba-tiba saja kedengeran suara Lisa menjerit dari belakang.
"Aaah...!"
"Lisa! Itu beneran suara Lisa! Lisaaa!..." Dewi bergegas menuju halaman belakang rumah yang sama sekali belum pernah ia injak semenjak datang ke rumah itu.
Rumput lebat dan tanaman jalar yang hampir menjangkau atap rumah bagian belakang membuat Dewi semakin berdebar. Kalimat Nenek tadi semakin terngiang-ngiang di telinganya. Merontokan sisa keberanian yang berusaha ia bangkitkan sekuat tenaga.
Ini memang masih pagi. Tapi suara jangkrik seakan begitu bersahabat tanpa mengenal waktu karena lengangnya situasi di belakang rumah tua itu. Rimbun pepohonan saling beradu satu sama lainnya, batangnya berlumut bahkan tertancap rumput-rumput tanaman jalar yang tumbuh di sana. Sisi eksotisme rumah tua itu yang dia kagumi saat melihatnya di laman sebuah iklan sirna seketika. Terlebih saat ia menyaksikan anaknya tengah bermain sendirian sambil tertawa-tawa dengan tanpa siapapun di situ. Lisa tengah bermain ciprat-cipratan air kolam dengan penuh semangat.
"Hahaha.... rasain nih balasan aku!" ujar Lisa seakan bicara dengan seseorang. Dewi yang masih begitu shock segera menghardik Lisa.
"Lisa! Lisa pulang.... ngapain kamu di situ? Kamu lagi main sama siapa sih?" ucap Dewi seraya berlari menyerbu memeluk tubuh Nisa dan langsung menyerapnya kesisi pinggiran kolam. Dengan polos bisa menjawab.
"Sama tante."
Jrengg!
"Tante siapa? Tante mana...?" Dewi celingukan yakinkan hatinya kalau kau di sekitar situ memang ada orang lain selain Lisa. Tapi disitu benar-benar tak ada siapapun. Sedetik kemudian jantungnya kembali berdetak hebat lebih dari kecepatan detak jam tangannya.
"Udah... udah.... kita pulang sekarang juga." Dewi mau menariknya pergi mengitari halaman depan seperti rute saat ia menyusul Lisa tadi. Namun tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan yang mengejutkannya. "Itu pintu belakangnya, Mbak!"
Dewi menoleh ternyata suara itu dari sosok perempuan cantik berambut panjang yang sebaya dengannya. Dia muncul di antara kepulan asap tebal. Mungkin asap itu hasil pembiasan dari embun pagi yang terbakar oleh sinar matahari.
Seketika Dewi terhenti dan merasa lega. "Jangan-jangan perempuan ini yang baru saja mengajak Lisa bermain di tepian kolam tadi"
Dewi pun memdekat sambil mengecek pintu belakang rumahnya sendiri yang beberapa sisi sudah agak berlumut dengan permukaan cat memgelupas. "Oh iya...ya? Saya baru ngeh. Makasih ya udah dikasih tau"
Perempuan itu tersenyum mengangguk.
Dewi mengecek pintu itu. ternyata tidak terkunci. "Loh, kok nggak dikunci? Sembrono banget sih Pak Manan. Untung aja nggak ada yang masuk."
"Yang masuk cuma yang berani aja!" Tandas perempuan itu dengan senyuman penuh arti. Dewi terlonjak, dia ingin menanyakan lagi tapi Lisa memotong pembicaraannya.
"Makasih ya tante, udah ngajakin aku main. Aku pulang dulu...,"
"Jadi kamu main sama tante...,"
"Nilam! panggil saja begitu!"
"Oh.. i.. iya Mbak Nilam... makasih sudah merepotkan Mbak. Tadi saya cemas, Lisa tiba tiba keluar rumah nggak pamitan lalu menghilang. Saya kira dia main sendirian." ungkap Dewi tulus. Nilam cuma tersenyum tipis seraya mengangguk pelan.
"Oh ya... Mbak Nilam tinggal di sekitar sini?"
Nilam menggaguk saja.
"Wah, senengnya punya tetangga. Kalau ada apa apa saya bisa minta tolong dong."
"Boleh... ada yang bisa saya bantu?"
Dewi salah tingkah, bingung bagaimana menyampaikan niatnya. "Sebenernya saya sih lagi butuh bantuan. Tapi buat beres-beres rumah ini. Soalnya masih banyak yang berantakan di rumah ini mungkin karena kelamaan kosong kali ya..."
"Mau saya bantu...?"
"Memangnya nggak apa-apa Mbak Nilam bantu saya beres-beres? Capekdan kotor loh, Mbak...."
Nilam tersenyum menggeleng.
"Nggak papa, ma. Biar Lisa bisa main lagi sama tante."
"Wah, kamu udah akrab aja sama Tante Nilam. Tapi mama kan lagi butuh bantuan buat beres-beres rumah loh... bukannya buat main-main sama kamu.
"Kan bisa main sambil beres-beres. Iya kan Tante...
Nilam mengangguk penuh arti. Melihat keakraban anaknya, Dewi seakan tak curiga kepada Nilam. Lalu dengan ramah ia mengajak Nilam masuk ke rumahnya dari pintu belakang itu.
"Ya udah kalau Mbak Nilam nggak keberatan bantuin saya. Masuk dulu, yuk! Saya kenalin Mbak Nilam sama suami saya.
"Baik."
Dengan perlahan Dewi membuka pintu belakang rumah itu. Deritnya demikian nyaring hingga menukik ke bulu kuduk. Dewi merinding. Terlebih ketika Nilam berdiri tepat di belakang tubuhnya. Semakin dekat Nilam ke sisinya, seakan ada kekuatan daya magnet besar yang membuat Dewi harus terburu buru masuk. Logikanya mengira kalau suasana di belakang rumah itulah yang wingit dan mengantarkan energi negatif itu.
Lalu tanpa disadari Dewi, diam-diam perempuan itu menyeringai penuh arti sambil menatapi sekujur tubuhnya dari belakang.
Jrengg...
To Be Continued