Rayhan menatap kosong kearah layar ponselnya, sudah beberapa saat setelah kepergian Rose tapi ia belum juga kembali sementara Rose juga tidak mengangkat panggilan teleponnya.
Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa situasi ini sangat membingungkan. Rose adalah kekasihnya sejak lama, mereka bahkan tidak pernah bertengkar lama tapi tiba-tiba seseorang datang dan menjadi pembatas diantara mereka.
William adalah sebuah ancaman tapi Rose...
Ada apa dengan Rose? Gadis itu mengatakan jika ia akan menjaga jarak dengan William tapi nyatanya ia malah pergi berdua dengan pria itu.
Rose bukannya sengaja tidak mengangkat panggilan telepon dari Rayhan karena William membawanya pergi tanpa aba-aba lagi membuat ponselnya tertinggal di ruang latihan dan kini ia terjebak di depan pintu masuk rumah sakit dimana banyak orang yang berlalu lalang yang mungkin ada yang akan mengenalinya.
"Ada apa?" Tanya William karena melihat Rose yang menunduk seraya menutupi wajahnya dengan helai rambutnya yang tergerai.
"Seseorang akan mengenaliku dan mengapa kamu tidak berhenti ditempat parkir?" Bisik Rose, suaranya terdengar pelan seakan seseorang diluar sana akan mendengarnya.
William hampir lupa, ia biasa menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk rumah sakit ketika di Amerika dulu saat mengunjungi Gwen karena Gwen adalah pasien VVIP jadi seseorang akan langsung memarkirkan mobilnya tapi saat ini ia berada di negara berbeda dimana ia tidak boleh seenaknya terlebih ia memiliki rencana untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, harusnya ia lebih menjaga sikapnya.
William kemudian kembali melajukan mobilnya menuju tempat parkir.
"Kita sudah ditempat parkir, mengapa kamu masih menutupi wajah cantikmu?" Tanya William.
"Kecuali dibawah tanah, paparazi selalu ada dimanapun dan aku tidak mau terlihat bersama mu." Jawab Rose.
"Sayangnya Rosie, aku tidak perduli. Kita harus mengobati kakimu lalu pergi makan dan melihat-lihat rumah baru kita." Ucap William seraya melepaskan jaketnya.
Mendengar rencana William, Rose segera menoleh tajam.
"Rumah kita?" Pekiknya terkejut.
"Rumahmu, aku membelinya atas nama mu." Jawab William sebelum beranjak keluar dari dalam mobil.
"Aku tidak butuh rumah!" Ucap Rose tegas ketika William membukakan pintu mobilnya.
"Bagaimana kalau apartemen?"
"Aku tidak akan menikah denganmu Will."
"Kita lihat saja nanti sayang."
Kedipan mata William membuat Rose mematung seketika terlebih William tiba-tiba saja membukakan sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya lalu memakaikan jaketnya untuk menutupi tubuh Rose yang hanya menggunakan crop top yang memperlihatkan dengan jelas perut ratanya.
"Apa kamu tersentuh karena aku begitu perhatian sehingga bibirmu yang cerewet itu tidak lagi mengoceh?" Tanya William menggoda ketika ia mengangkat tubuh Rose dan mengeluarkannya dari dalam mobil.
Godaan William membuat Rose akhirnya tersadar dan segera meronta.
"Turunkan aku Will! Apa kamu gila? Aku bisa jalan sendiri! Cepat turunkan aku." Ronta Rose yang merasa panik karena takut jika seseorang akan melihatnya.
"Kamu terlambat sayang, kamu diam saja ketika aku mengangkat tubuhmu tadi." Ucap William santai.
Oh ini sungguh gila, Rose tahu sekkuat apapun ia meronta, William tidak akan menurunkannya.
Sekarang tidak ada jalan lain selain diam dan menyembunyikan wajahnya dibalik dada kekar William.
"Kamu sudah tidak sabar ingin mencumbu ku ya?" Goda William lagi.
"Jangan gila, pria mesum!" Umpat Rose seraya memukul dada William cukup kuat.
"Pukulan manja, aku suka itu." Godanya lagi.
Wajah Rose semakin merah padam, bukan karena tersipu tapi karena ia merasa semakin kesal, Rose bahkan dapat mendengar suara pukulannya tadi dan artinya ia memukul William kuat tapi pria gila dan mesum itu malah mengartikan lain.
"Kamu sangat ringan, mengapa harus diet lagi? Bentuk tubuhmu sudah sangat indah, jika kamu terlalu kurus aku tidak akan tega saat bercinta denganmu nanti." Celoteh William.
"Sedetik saja, setidaknya tidak ditempat ramai seperti ini, mengapa kamu begitu mesum?" Gerutu Rose kesal, pria yang saat ini menggendongnya tanpa tahu malu membahas bentuk tubuh dan bercinta.
"Sungguh tidak sopan berbicara seperti itu pada seorang perawan." Gumam Rose tanpa ia sadari.
"Perawan?" Komentar William bingung karena seingatnya semalam Rose mengatakan jika ia sudah pernah tidur dengan kekasihnya.
Rose menjadi gugup seketika, ia membuka kartu kebohongannya sendiri. Dasar gadis bodoh...
"Apa yang kamu bicarakan? Siapa yang masih perawan?" Tanya Rose gugup.
Kegugupan Rose membuat William merasa curiga tapi William memilih mengabaikan rasa curiga itu setelah seorang dokter mendatanginya.
"Rose!" Dokter berkacamata itu segera memekik memanggil Rose walaupun Rose menyembunyikan wajahnya.
Dari suara itu, Rose dapat mengenali siapa yang memanggilnya, dia adalah Ghani yang tidak lain adalah sepupunya.
"Kamu mengenalnya?" Tanya William berbisik.
Rose perlahan memperlihatkan wajahnya pada dokter tampan itu yang sudah seperti kakak kandungnya sendiri.
"Ada apa denganmu? Mengapa kamu sampai digendong begini? Apa kamu terluka? Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Ghani bertubi-tubi.
"Aku baik-baik saja kak, kaki ku hanya terkilir, dia saja yang berlebihan." Jawab Rose cemberut, sungguh suatu keberuntungan bertemu dengan Ghani karena ia dapat meminta pertolongannya agar William menurunkannya.
"Apa dia kakakmu?" Tanya William bingung.
"Kakak sepupu." Jawab Rose malas.
"Kalau begitu turunkan dia, aku yang akan menggendongnya jika memang kakinya sangat kesakitan." Ucap Ghani, ia segera bergerak mendekat tapi William tidak mengijinkannya.
"Katakan saja dimana ruangannya." Ucap William.
Wajah William yang terlihat dingin membuat Ghani akhirnya menurut dan menunjukkan jalan menuju ruangannya, kebetulan Ghani adalah dokter ortopedi jadi ia langsung menangani Rose sendiri.
Tanpa membuang waktu, Ghani segera memeriksa keadaan Rose.
"Apa parah?" Tanya William.
"Hanya terkilir saja, memar di pergelangannya akan segera hilang." Jawab Ghani.
Mendengar jawaban Ghani membuat Rose dapat bernafas lega.
"Kan apa aku bilang, aku baik-baik saja jadi tidak perlu menggendongku." Oceh Rose.
"Kamu harusnya berterima kasih pada kekasihmu ini, dia melakukan tindakan yang benar. Jika kamu memaksakan kakimu untuk berjalan sebelum diobati kemungkinan kakimu akan membengkak dan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh sementara kamu harus menyelenggarakan konser satu Minggu lagi, harusnya kamu lebih berhati-hati." Jelas Ghani sedikit menceramahi Rose.
"Terimakasih." Cicit Rose pelan dan terdengar tidak ikhlas.
"Tapi dia bukan kekasihku." Protes Rose pada Ghani.
"Aku memang bukan kekasihnya tapi aku adalah calon suaminya."
Mendengar perkataan William, Rose kembali memasang wajah kesal sementara Ghani begitu terkejut.
"Benarkah? Kamu akan menikah?" Sergah Ghani tidak percaya.
Rose mengelak dengan mengatakan "Tidak." dengan tegas tapi sebaliknya William mengiyakan.
"Rose, tidak baik merajuk pada calon suamimu terlebih dia sudah sangat perhatian denganmu." Ucap Ghani menasehati.
"Benar." Sahut William merasa senang.
"Aku tidak merajuk tapi dia memang bukan calon suamiku." Jelas Rose dengan tegas.
"Wanita memang selalu begitu jika tengah merajuk." Ucap Ghani kembali karena setahunya Rose akan mengoceh kesal seperti ini ketika tengah merajuk, Ghani tahu betul jika Rose adakah wanita periang dan juga lembut.
Tentu saja ucapan Ghani membuat William tersenyum puas.
"Aku Ghani, sepupu gadis cerewet ini." Ucap Ghani memperkenalkan diri, ia terlihat seusia William dengan tinggi badan yang hampir sama tingginya dengan William namun rambutnya sedikit kecoklatan dan matanya juga terlihat sedikit sipit, mungkin karena itu ia memakai kaca mata tapi Ghani adalah pria yang tampan dengan wajah sedikit oriental bercampur.
"Aku William. Kalian tidak terlihat seperti saudara sepupu." Sahut William, jika melihat wajah Rose yang cantik dengan semua bentuk bola mata yang jernih berwarna kecoklatan dan memiliki lipatan ganda, bulu mata yang lentik, hidung mancung dan sedikit terbelah dibagian bawah batang hidungnya dan bibirnya yang sensual tapi tidak terlalu terbali membentuk seperti sebuah senyuman walaupun Rose tidak tengah tersenyum sedangkan Ghani tidak terlihat seperti seorang pria dari Asia tenggara pada umumnya.
"Ibuku dari Korea, ayahku adalah adik paman Adam, ayahnya. Jadi kami tidak terlalu terlihat seperti keluarga." Jelas Ghani.
"Baiklah, senang dapat berkenalan denganmu tapi kami harus segera pergi untuk melihat rumah yang akan kami tempati setelah menikah." Ucap William berpamitan.
Sepertinya percuma menjelaskan pada Ghani karena ia terlihat mempercayai William padahal jelas-jelas ia adalah sepupunya harusnya Ghani lebih mempercayainya.
William kemudian memakaikan jaketnya pada Rose yang hanya dapat pasrah karena menentang William hanya akan membuat William semakin menggila dan ia tidak berdaya.
"Aku akan jalan sendiri." Ucap Rose ketus.
Ia kemudian melompat turun dari atas ranjang tapi itu malah membuat kakinya semakin terasa sakit dan membuatnya nyaris terjatuh jika saja William tidak dengan cepat menyanggah tubuhnya.
"Kamu harus berhati-hati sayang atau mungkin kamu merasa malu untuk meminta ku menggendong mu lagi?" Goda William membuat Ghani hanya dapat menahan tawanya, dimatanya mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang menggemaskan sementara Rose hanya dapat menahan kekesalannya dalam hati karena William sangat pandai mengambil alih situasi saat ini.
...