"Serakah dan egois.
Begitukah sekarang semesta ini memandangku? Aku hanya ingin secepatnya kembali bertemu dengan adikku, setiap detik yang aku lalui selalu terasa seperti sebuah penyiksaan bagiku. Hatiku sakit, aku tidak dapat membedakan rasa sakit itu berasal darimana, apa karena aku merindukannya atau karena aku merasa telah kehilangan kebaikan hati nurani ku." - William Alexander
***
Rose membuka matanya perlahan ketika ia merasa seluruh tubuhnya terasa pegal terutama punggungnya. Dengan tubuh yang masih lunglai, Rose beranjak duduk, ia melihat selimut menutupi sebagian tubuhnya sementara terlihat bantal sofa yang terbaring tidak sesuai posisinya dan sepertinya ia telah ketiduran dan lagi jam berapa sekarang? Sepertinya Rose sangat kelelahan karena tidak tahu ia sudah tidur berapa lama.
Tidak ada jam dinding yang terjangkau dari pandangannya tapi melihat kearah pintu kaca besar yang terletak menghadap kolam renang terlihat sepertinya hari telah larut malam dan dimana si pria menyebalkan itu? Apa dia meninggalkanku sendiri? Rose segera beranjak bangun hingga melupakan kondisi kakinya yang terluka sehingga membuatnya meringis kesakitan.
"Kemana dia?" Rose bergumam lagi sambil melangkah dengan hati-hati mencari William, hal pertama yang ia lakukan adalah melihat kearah luar dari balik jendela untuk memastikan mobilnya masih terparkir disana dan untung saja mobilnya masih berada diposisi terakhir yang ia lihat.
"Rumah sebesar ini tidak memiliki jam? Apa dia tidak niat memberikanku rumah?" Gerutu Rose, eh tapi tunggu dulu, untuk apa dia mengeluh dan siapa juga yang ingin diberikan rumah oleh pria menyebalkan itu, bukan hanya menyebalkan tapi dia juga egois dan serakah lalu bagaimana ia harus menyebutnya? Pria sinting? Masa bodo dengan pria asing yang sok akrab itu! Lihat, Rose sendiri merasa bingung bagaimana menyematkan julukan yang tepat untuk William.
Rose kemudian melangkah menaiki anak tangga untuk mencari William dan mendapati pintu kamar utama sedikit terbuka mungkin William berada disana.
Dengan hati-hati Rose melangkah masuk dan mendapati William tengah terbaring diatas tempat tidur dengan kaki yang menggantung di bawah, sepertinya ia tidak sengaja ketiduran.
Rose baru akan membangunkan William tapi kemudian Rose mengurungkan niatnya, untuk apa ia membangunkan William, akan lebih baik jika ia meninggalkan William sendiri disini. Ide cemerlang Rosie!
"Dimana ia meletakan kunci mobilnya?" Rose bergumam pelan seraya melihat-lihat sudut setiap saku yang ada di pakaian yang dikenakan oleh William.
"Dasar menyusahkan!" Celotehnya lagi tapi dengan nada suara yang sama.
Dengan sangat hati-hati Rose bergerak mendekat dan mulai meraba-raba saku celana William.
"Dimana dia meletakannya?" Ujar Rose gugup, ia merasa bersalah pada dirinya sendiri karena telah mengotori tangannya untuk menyentuh celana William dan semoga saja William tidak terbangun.
"Ayolah, mengapa sakunya dalam sekali." Ujar Rose yang mulai tidak sabar karena rasa takut kalau-kalau William tiba-tiba terbangun.
Mata Rose membulat sempurna, sepertinya ia salah menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak ia sentuh jadi Rose kembali menarik tangannya secara perlahan namun belum sempat Rose mengeluarkan tangannya tiba-tiba saja William terperanjat bangun dan langsung terduduk.
"Oh sial... sial... sial..." Rose hanya dapat pasrah kini karena bahkan tangannya terjepit di saku celana William.
"Oh aku sepertinya ketiduran." William bergumam pelan seraya mengusap kedua telapak tangannya dengan kasar ke wajahnya untuk menyeka keringatnya karena seperti biasa ia selalu mimpi buruk jika tertidur dan ketika William menurunkan kedua tangannya barulah ia tersadar jika Rose tengah duduk diatas tempat tidur dan tangan kanannya berada disaku celananya.
"Apa yang kamu lakukan?" William menarik selimut dan menutupi dadanya secara refleks begitu melihat Rose tanpa menghiraukan jika ia masih dapat merasakan tangan hangat Rose berada di dalam sakunya.
"Tanganku tersangkut di saku mu." Ujar Rose dengan polosnya, bukan polos lebih tepatnya pasrah dan setengah mati menahan rasa malu terlebih ketika melihat respon William baru saja membuatnya seakan-akan terlihat ingin berbuat mesum pada William.
William mengatur nafasnya sebelum melepaskan selimut yang sebelumnya ia genggam erat. Seharusnya ia tidak bersikap berlebihan dan malah membuatnya terlihat seperti pria polos yang tidak pernah disentuh wanita padahal pada kenyataannya memang seperti itu, kecuali Gwen ia tidak pernah mencium wanita lain sampai ia bertemu dengan Rose tapi ia harus terlihat seperti pria brengsek agar Rose tetap membencinya.
"Kamu sudah tidak sabar untuk menyentuhku ya Rosie ku sayang." Goda William, wajahnya seketika berubah dengan tatapan mata yang membuat bulu kuduk Rose merinding.
"Jangan gila!" Elak Rose memekik, ia tidak terima dikatakan seperti itu.
"Lantas mengapa kamu memasukkan tanganmu kedalam saku celanaku sayang? Kamu bisa langsung membukanya dan melihatnya."
"Menjijikkan! Untuk apa aku melihatnya, aku bahkan merinding ketika menyentuhnya tadi!"
"Apa? Kamu menyentuhnya?" Kini giliran William yang memekik karena terkejut mendengar ucapan Rose yang sepertinya tidak sadar dengan apa yang baru saja ia katakan.
"Bukan begitu, maksudku... em maksudku." Rose mulai gugup kini.
"Pokoknya lepaskan dulu tanganku." Ucapanya lagi, ia tidak dapat berpikir jernih untuk mencari alasan terutama posisinya masih terjebak seperti ini.
"Katakan lebih dulu jika kamu menyentuhnya atau tidak?" Tanya William, ia seperti perawan yang merasa dirugikan kini.
"Aku sungguh tidak sengaja! Sungguh! Aku hanya ingin mencari kunci mobil seperti ini lalu..."
Kedua mata Rose dan William saling memandang dan tertegun beberapa saat ketika Rose dengan paniknya mencontohkan apa yang ia lakukan tadi tapi malah membuatnya mengulangi kesalahan yang sama yaitu menyentuh bahkan sedikit menekan sesuatu yang sangat 'keramat' itu dibalik saku celana William.
"Aaaaaaaa!!!" Baik Rose ataupun William kini akhirnya tersadar, mereka menjerit secara bersamaan karena situasi canggung yang seharusnya tidak terjadi.
Dengan sekali hentakan Rose menarik tangannya dengan kuat tapi malah membuat William tidak sengaja terkena hentakan tangan Rose yang membuat wajahnya tertampar dari bawah.
"Maaf!" Rose memekik sekali lagi dengan segala kepanikannya karena sepertinya ia mematahkan tulang hidung William yang membuat hidung William mengalirkan sedikit darah segar.
"Kamu ingin membunuhku setelah melecehkan ku?" Oceh William seraya memegangi rahangnya yang terasa sakit tanpa tahu jika hidungnya bahkan berdarah.
Rose hampir tidak dapat mengeluarkan suaranya, ia masih syok dengan situasi yang membuat wajahnya merah padam dan kini William mengatakan jika ia sudah melecehkannya?
"Ja.. ja.. jagan sembarang bicara, si.. siapa juga yang melecehkan mu? Aku tidak sengaja!" Ucap Rose terbata seraya membela diri.
"Dua kali tidak sengaja?" Pekik William, ia terlihat marah tapi wajahnya terlihat konyol saat ini dan telinganya juga memerah, Rose dapat mengetahuinya jika William menyembunyikan rasa malunya dengan kemarahannya.
"Kan tadi hanya mencontohkan, siapa suruh kamu bertanya terus!" Jawab Rose dengan nada suara yang semakin pelan diujung kalimatnya.
William terdiam, ia harus mengatur nafasnya dan menenangkan dirinya karena sentuhan Rose membuatnya menegang seketika terlebih mereka masih berada diatas tempat tidur yang sama dan dengan pakaian Rose yang terbuka membuat William membenci pikirannya saat ini.
"Sudahlah ayo kita pulang." Ucap William beranjak bangun dengan gusar lalu meraih kunci mobil yang terletak diatas nakas tepat dibawah lampu tidur yang berada disisi tempat tidur.
"Kunci mobilnya berada disini dan kamu malah..." William tidak dapat melanjutkan kalimatnya, ia tidak boleh membahasnya lagi dan membuat pikirannya semakin liar tidak terkendali.
Dan Rose hanya dapat menahan malu, bagaimana bisa ia tidak memeriksa sekeliling lebih dulu dan malah langsung terfokus pada saku celana William.
"Tuhan, sembunyikan aku saat ini juga." Ucapannya meringis dalam hati.
"Mau pulang tidak?" Tanya William dengan nada suara yang sama yang kini berada dibalik pintu.
...