Chereads / WITCH'S LOVE / Chapter 15 - Penyihir, Manusia Serigala dan Manusia

Chapter 15 - Penyihir, Manusia Serigala dan Manusia

Thomas tidak bisa melihat apa-apa.

Ia tidak tahu sekarang ia ada di mana sekarang, yang ia rasakan tubuhnya terbaring di atas batu dingin, ada lumut basah di sekitar kakinya yang telanjang, udara terasa lembab dan dingin, ia bangkit dengan pelan, meraba-raba sekitarnya, ia bertanya-tanya di mana Iris? Apakah wanita itu baik-baik saja?

Tangannya bergerak, hanya sapuan pada batu dingin dan lumut yang ia dapat, ia mengira-ngira, mungkin saja ia saat ini ada di gua atau di bawah tanah.

"Iris?" Suaranya serak, ia berdehem, tidak ada sahutan, hanya suara tetesan-tetesan air yang jatuh menimpa batu dan menimbulkan bunyi gema, ada suara air terjun deras dari kejauhan, mungkin hawa dingin yang Thomas rasakan berasal dari sana.

Ia berdiri, bunyi gemerincing terjatuh dari sakunya, Thomas mengerutkan keningnya, membungkuk dan meraba-raba tempat ia berdiri, mencari tahu benda apa yang berbunyi itu.

Tangannya menyentuh sebuah bilah sepanjang telapak tangannya, dingin dan ujungnya lancip. Ia tertegun sejenak, bentuknya sangat mirip dengan jarum perak yang diberikan nenek tua itu, hanya saja lebih besar.

Mungkinkah ini memang jarum yang sama? Thomas ingat terakhir kali ia menusukkan jarum itu ke Alpha, seharusnya jarum itu ada di sana karena ia tidak menariknya kembali, tapi yang ada digenggamannya sekarang jarum itu membesar.

Apakah ini sejenis senjata penyerap kekuatan? Senjata kuno yang jarang dimiliki kecuali penyihir tingkat atas. Yang semakin banyak ia membunuh orang dengan jarum perak ini, maka semakin besar kekuatannya? Apakah benar-benar terjadi?

Thomas tidak tahu harus tertawa atau menangis, entah bisa disebut keberuntungan atau tidak, tapi ia sekarat, sudah mendekati ajalnya, untuk apa ia perlu senjata seperti ini? Sama sekali tidak berguna untuknya.

"Tomy?" Suara Iris bergema dari jauh, bocah itu kaget dan jarum itu terjatuh dari genggamannya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Iris berkata lagi, mendekat. Thomas membungkuk dengan bingung, seharusnya benda itu jatuh dan berbunyi, tapi tidak ada suaranya terdengar. Mungkinkah jarum itu tersangkut?

"Apa yang kau cari?" Iris tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya, melihat Thomas yang meraba-raba bebatuan, ia mendekatkan wajahnya ke arah Thomas, melihat wajah mungil itu dengan seksama, bola mata biru milik Thomas telah putih sepenuhnya, ia buta.

Wanita itu terdiam, memandang Thomas dengan sedih.

"Aku mencari benda yang kutemukan tadi disini," sahut Thomas pelan, ia tidak bisa mengatakan pada Iris kalau itu adalah jarum perak.

Iris mengambil tangan Thomas, tersenyum kecil. "Tidak ada apa pun di sini. Kau pasti lapar kan? Ayo kita makan sesuatu."

Wanita itu membantu Thomas berdiri, menuntunnya turun dari atas bebatuan, Thomas tidak tahu seberapa tinggi ia berada, ia bergidik takut-takut kalau kakinya tergelincir dan jatuh ke bawah.

"Di mana kita?"

"Kita ada di dalam gua, sangat jauh, mungkin di perut bumi," sahut Iris santai, mereka tidak dapat keluar dari tempat persembunyian ini untuk sementara, Harpy suruhan Andreas berputar-putar di langit mencari keberadaan mereka, jadi ia dan Morgan memutuskan untuk terus masuk ke dalam gua, sembari mencari-cari keberadaan Minu yang Morgan katakan ada di dekat sini.

Thomas mengangguk pelan, hawa dingin ini menjelaskan semuanya. Tidak ingin bertanya lebih jauh, karena ia yakin keadaan di luar pasti sangat buruk.

"Kau bangun?" Suara berat seseorang terdengar dari depan, sesuatu yang panas terasa mengenai wajahnya.

"Siapa dia?"

"Morgan, sudah kubilang hati-hati dengan api!" Iris tidak menjawab pertanyaan Thomas, ia malah membentak dengan kasar, terdengar bunyi pukulan mengenai kulit dan jeritan tertahan Morgan.

"Akh … ini sakit nenek tua!"

"Sialan kau! Serigala idiot!"

Thomas akhirnya ingat, Morgan adalah manusia serigala yang dia temui di danau hijau beberapa waktu yang lalu bersama Iris, apa yang terjadi? Apa mereka bertemu lagi secara kebetulan? Dan kenapa mereka terlihat begitu dekat? Pakai mengumpat-ngumpat segala.

"Tomy, ayo makan ini." Iris mengambil tangannya dan menyerahkan sesuatu yang hangat ke tangannya, seperti daging yang telah di panggang, ada jejak-jejak kulit yang gosong terasa di tangannya. "Ini daging?"

"Iya, daging ular." Iris menuntunnya, Thomas dengan hati-hati kembali menyerahkan ular panggang di tangannya dengan wajah berkerut jijik, Morgan yang melihatnya hanya terkekeh.

"Sudah kubilang manusia tidak makan itu." Morgan berkomentar terdengar langkah lelaki itu menjauh, lalu mendekat lagi, mengambil tangan Thomas. "Makan ubi ini. Kau itu hampir mati, jangan buat kamu mempercepat kematianmu sendiri dengan pilih-pilih makanan."

Thomas mendongak, walau ia tidak bisa melihat ekspresi Morgan ia yakin kalau lelaki itu tengah tersenyum mengejeknya, ia mendengus dan bergumam pelan. "Terima kasih."

"Kita harus tetap berjalan, tempat Minu tak jauh dari sini," lanjut Morgan, ia berbalik dan memimpin jalan di depan dengan menggenggam obor menyala di tangannya, berlagak seolah ia pemandu jalan. Litzy yang menjadi tikus merangkak naik ke atas kepala Thomas, bersarang di sana.

Morgan dan Iris telah membuat beberapa perjanjian ketika Thomas belum sadar, Iris menyetujui permintaan Morgan asalkan laki-laki itu mau membantunya untuk menyelamatkan Thomas. Laki-laki itu dengan berat hati menyetujui permintaan Iris, ia tidak punya pilihan, ia ingin tetap bersama Iris.

"Dia di sini?" Thomas bertanya di sela-sela kunyahannya, Iris memegang tangannya dan bahunya, mengajaknya tetap berjalan, wanita itu mengelus pelan kepala Thomas.

"Ya. Kita beruntung."

Setelah itu mereka bertiga saling diam, hanya suara langkah kaki yang menghiasi perjalanan mereka, semakin mereka turun, semakin dingin dan berat udara di sekitar, Thomas merasakan kakinya kebas, ia ingin mengeluh tapi terlalu malu mengatakannya.

"Berhenti!" Morgan di depan mereka mengarahkan obor ke depan, Iris memengangi Thomas dengan erat, suara desisan masuk ke telinga Thomas, ia merasakan tubuhnya bergidik. Satu kata yang ada di kepala Thomas, ular. Namun, dari riuhnya suara desisan itu, berapa banyak ular yang ada di hadapan mereka?

"Sial, kenapa mereka banyak sekali?" Iris berseru panik.

"Jangan menggunakan sihir!" Morgan memberi peringatan, ia mengangkat tangannya, Iris menatap laki-laki di depannya dengan bingung.

"Mereka adalah bawahan Minu."

Morgan menghalau obor ke depan, dari kejauhan mereka melihat siluet anak kecil berambut panjang berdiri di belakang tumpukan ular.

"Aku benar kan? Kau bawahan Minu." Morgan kembali berkata kepada siluet anak kecil di depan mereka, sosok itu diam beberapa saat, Iris menahan napas, ia dapat merasakan jika sosok itu bukanlah anak kecil biasa, hawa udaranya terlalu dingin, Iris bahkan dapat merasakan tubuh Thomas menggigil.

"Aku pasangannya," sahut sosok itu dengan suara tenang, suaranya jernih dan merdu, ular-ular hitam di depan mereka mendesis lagi, mencoba memberi peringatan agar Morgan dan Iris tidak melakukan perlawanan.

"Kalian kelompok yang aneh." Sosok itu tidak bergerak, tetap di tempatnya. "Seorang penyihir, manusia serigala dan manusia bersama, benar-benar aneh."

"Kami ingin bertemu Minu." Iris berkata tiba-tiba, sosok itu berdecak, mungkin kesal karena perkataannya tidak ditanggapi, ia terkekeh.

"Apa tujuan kalian? Aku tidak bisa membiarkan kalian bertemu pasanganku begitu saja."

Morgan mendengus, sosok di depannya ini sangat bertele-tele, ia melirik Iris yang melangkah maju sambil menggenggam tangan Thomas. Ia mengira wanita itu akan marah dan meledak-ledak, tapi nyatanya wajah Iris memelas dengan mata berkaca-kaca.

"Tolong kami," ucapnya tangannya bergerak mengelus kepala Thomas, sosok itu terlihat bergerak, menghembuskan napasnya dengan kasar.

"Penyihir putih lagi?"