Gadis itu melangkah pelan mendekat, cahaya obor yang dibawa oleh Morgan menyinari wajahnya, wajah kecil itu bersinar seperti bulan, matanya bening seperti kaca, memandang Thomas dengan pandangan mencemooh, bibirnya menyeringai lebar, ia mengambil tangan Thomas membawanya ke pelukannya.
"Aha … kamu lumayan imut, jadi anakku yuk."
Iris melotot tidak percaya, bagaimana mungkin gadis kecil ini mengangkat seorang anak yang tingginya bahkan hampir sama dengan dirinya sendiri? Iris menggeleng, ia tidak bisa membiarkan itu terjadi, Thomas miliknya.
Lain Iris lain pula dengan Morgan, manusia serigala itu tertawa terbahak-bahak, ia menepuk dinding gua bawah tanah itu dengan keras.
"Ambil saja … ha …haha …ha … nyusahin anaknya, loh!" Morgan menyeka air mata yang keluar dari matanya akibat terlalu banyak tertawa, Iris di sampingnya mendengus dan meyikut pinggangnya. "Aduh!"
Thomas melepas pelukan itu dengan pelan, ia tidak bisa melihat siapa yang ada di depannya ini, tapi ia bisa merasakan betapa dinginnya tubuhnya, seperti sedang memeluk es yang beku, membuat tubuhnya menggigil.
"Maaf, tapi aku sudah dua puluh lima tahun," sahut Thomas dengan polos, gadis kecil itu berdecak, ular-ular di bawah kaki mereka merayap naik, menggeliat dan mendesis dengan penuh rasa penasaran.
"Jadi anakku saja," ucap gadis kecil itu lagi, lidahnya menjulur keluar, menampilkan lidah panjang dan bercabang persis ular di bawahnya, menjilat pipi dan tangannya bergerak menutup kedua telinga Thomas.
"Apa yang mau kau lakukan?!" Iris berseru dengan panik, ular-ular mendesis, menganga ke arahnya, Iris terpekik mundur diikuti Morgan, membuat jaraknya antara Thomas melebar jauh.
Gadis kecil itu berbisik ke telinga Thomas sambil menatap Iris dengan wajah mengejek.
"Tomy!" Iris kembali berseru, ia melihat Thomas mengangguk, mereka berdua bergandengan dan berjalan menjauh.
"Aku bawa dulu ya, kalian main-main aja sama anakku yang lain!" Gadis kecil itu berkata dengan riang, suaranya yang halus itu menggema, ia menarik Thomas masuk semakin jauh ke dalam gua.
"Bocah, kau tuli?! Heh ... Gadis ular, jangan seenaknya membawanya, dia itu merepotkan!" Morgan ikut berteriak dengan kesal, ia mendengus, ular di depannya semakin berkumpul menjadi satu, membentuk sebuah ular putih besar.
"Iris, kita harus mengalahkannya dengan cepat, bisa gawat kalau Thomas benar-benar jadi anaknya," ujar Morgan sambil melirik Iris di belakangnya.
Iris memutar bola matanya jengah, tadi ia dengan jelas mendengar Morgan mengejek Thomas, sekarang sikapnya berubah dengan cepat, Morgan ini tipe-tipe serigala tsundere rupanya.
Iris mengeluarkan botol sihirnya, hatinya berdebar cemas, seharusnya ia tadi menyelipkan Litzy yang berbentuk laba-laba di kepala Thomas. Ia khawatir, kekuatan seorang Elf tidak main-main.
"BRAK!!"
Ular besar di hadapan mereka menerjang Morgan dengan giginya, mematuknya dengan keras, Morgan melompat dan menghindar, merubah bentuknya dalam sekejap. Serigala itu menggigit belakang kepala ular dengan ganas.
"KRAK ... KRAK ...."
Iris memekik pelan, ekor ular besar itu mengibas-ngibas kearahnya, sesekali ia menggoyangkan kepalanya, menghalau gigitan Morgan.
"Scanisandentios!"
Akar-akar pohon muncul dan menjerat ular dengan erat, namun itu tidak bertahan lama, dengan mudahnya ular menggeliat dan menghancurkan akar yang melilitnya, kepalanya ia sandungkan ke langit-langit gua, membuat Morgan mau tidak mau terlempar dan jatuh ke tanah.
"BRUGH!"
"Morgan?!" Iris berteriak khawatir, ia melompat dan memberi mantera kepada Litzy, peliharannya itu berubah menjadi ular hitam, mencoba melilit balik.
"Aku tidak apa," sahut Morgan, ia kembali ke wujud manusianya, bibirnya berdarah, bahunya terdapat memar berwarna ungu.
Ia menerjang ular putih yang sedang dililit Litzy, mencabiknya dengan cakar tajamnya. Ular itu mendesis, membuka mulutnya lebar-lebar, berniat memakan Morgan.
Iris kembali mengucap mantera, memunculkan akar berduri dan melilit ular, sihir pengubah bentuk hewan entah kenapa tidak berfungsi di tempat ini, ia hanya bisa mengubah tumbuhan menjadi lebih besar.
Ular putih itu meronta, mengibaskan ekornya ke dinding gua, membuat batu dan tanah berjatuhan dari atas, kulit tebalnya terluka ditusuk duri, Morgan dengan cepat menggigit leher ular putih tersebut dengan wujud serigalanya , mencabiknya dengan giginya yang tajam, membuat luka yang menganga lebar.
Iris menelan ludah, darah ular terciprat ke mana-mana, ia kembali mengucap mantera, menambah kuat ikatan akar berdurinya.
"Morgan!" Iris berseru ketika Morgan dalam bentuk serigalanya melolong, ular putih itu tidak menyerah, menyentak kasar akar berduri itu hingga hancur, mengalahkan lilitan Litzy dan ia berbalik dan melilitkan ekornya ke tubuh serigala itu.
"Argh!"
Morgan kembali mencabik, kali ini dengan ganas, setengah tubuhnya sudah dililit ular.
Iris mengambil akar berduri yang melintang di bawah kakinya, ia melompat ke kepala ular itu, menusukkannya dengan keras sambil berteriak. "Rasakan ini ular sialan!"
Ular putih itu mendesis keras, lilitannya melonggar, matanya ditusuk Iris dengan duri, membuat darah menyembur keluar.
Morgan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia menerjang dan mencabik dengan kasar, kali ini kepala ular itu terpotong dan jatuh ke tanah.
Iris melompat menjauh dan jatuh ke tanah, napasnya terengah-engah, keringat membanjiri tubuhnya, ia menghela napas lega ketika ular putih itu tumbang dan jatuh ke tanah, tidak bergerak.
Morgan berubah menjadi manusia, tubuhnya bersimbah darah ular, dengan santai ia memungut bajunya di tanah dan memakainya.
"Ayo, kita harus cepat."
Iris mengangguk, ia melihat rambut basah Morgan yang menetes-netes membasahi bajunya, seandainya saja itu adalah air, maka serigala idiot ini akan nampak sangat keren, sayang sekali itu adalah darah.
Obor kembali menyala setelah dicampakkan oleh Morgan di tanah, mereka melompati bangkai ular putih dan masuk mengikuti jejak Thomas dan gadis kecil itu.
Gua bawah tanah ini seperti sarang ular, berlorong panjang, turun ke bawah, sangat halus dan tidak berbatu, hanya tanah keras, setiap kali mereka turun ke bawah, udara semakin dingin, seolah mereka berjalan didalam es.
"Tomy!" Iris berteriak, tidak ada sahutan sama sekali, hanya gema suaranya yang terdengar.
"Apa yang gadis ular itu lakukan?!"
Morgan menghela napas kasar, bocah sekarat itu semakin hari semakin merepotkan saja, sudah kena kutukan, buta lagi, kapan matinya sih?
Iris mengabaikan wajah cemberut Morgan, terlalu malas meladeni suasana hati sang manusia serigala itu, ia menatap awas ke depan, namun sedetik kemudian ia mendesah, lagi-lagi hanya lorong panjang yang mereka temui.
"Morgan, ada apa?" Iris menoleh ke belakang, di mana Morgan berhenti.
"Sebelah sini," sahut Morgan, tangannya menekan dinding, suara langkah kaki terdengar di telinganya. "Kau dengar?"
Iris hanya menatap Morgan sambil memiringkan kepalanya, ia mendecih. "Apa aku manusia serigala? Telingaku tidak seperti telingamu, idiot!"
Morgan terkekeh, ia menyerahkan obor ke tangan Iris, lalu tanpa basa-basi ia menghantamkan tinjunya ke dinding, membuat lubang besar yang menganga seketika.
Iris segera mengarahkan obornya ke dalam lubang, cahaya api menyinari ruangan yang gelap itu, matanya terbelalak kaget, di sana terdapat ratusan butir telur besar berserakan.
Morgan masuk dengan hati-hati diikuti Iris, sebagian cangkang telur itu retak dan pecah, memunculkan bayi-bayi ular, bergerak-gerak dengan bebas di sekitarnya.
"Morgan!" Iris berseru jijik, lendir dari telur itu menggenang di tanah, tepat pada pijakan kakinya, ia buru-buru merapat. "Apa dia akan merubah Thomas menjadi ular?" Tanya Iris dengan cemas.
"Tidak mungkin, dia manusia." Morgan menyanggahnya sambil mengedarkan pandangan matanya, ia tertegun ketika melihat seorang laki-laki duduk di atas batu sambil mengelus telur besar.
Laki-laki itu merasakan tatapan Morgan, alisnya berkerut. "Apa yang kalian lakukan di sarangku?"