Chereads / Madu Dua Cinta / Chapter 32 - Penyatuan Takdir

Chapter 32 - Penyatuan Takdir

"Semembosankan itu kah acara hari ini bagimu, Ardi",tanya Arlan yang tetap fokus pada kemudi mobilnya.

"Hmmm... "

"Kalau begitu sebaiknya kita jalan-jalan sebentar sekitar sini, mumpung masih siang"

"Terserah kamu saja, Lan"

Ardi yang merasa bete dengan hari ini yang baginya penuh basa-basi, perasaannya memang sedang kacau. Dia tak protes kemana saja Arlan memutarkan mobilnya. Dia menopangkan tangannya di pinggir kaca jendela, pandangan berkeliling kesetiap sudut jalan yang dilewati, membuang rasa bosannya.

"Hentikan mobilnya, Arlan...", teriak Ardi tiba-tiba.

"Eehhh..."

Untung saja Arlan mengendarai mobilnya dengan kecepatan rendah dan tak menginjak rem mobil secara mendadak.

"Ada apa?", tanya Arlan.

"Nia ... ", jawab Ardi menunjuk seseorang yang berjalan dari arah sebuah kelinik disebrang jalan. Arlan menoleh kesisi kirinya. Benar saja, Nia yang baru keluar dari klinik berjalan menuju tempat pemberhentian angkutan.

Ardi dengan tidak sabar ingin segera keluar dan berlari mengejar perempuan yang selama ini di carinya. Arlan menahannya.

"Jangan gegabah, Ardi. Kalau kamu mengejarnya sekarang Nia bisa lari. Lebih baik kita ikuti saja kemana dia pergi"

"Kamu benar. Cepat putar mobilnya", ucap Ardi tak sabar.

Arlan dengan lincahnya memutar kemudi mobilnya, mereka menunggu dari dalam mobil dengan jarak yang tak begitu jauh. Dan tiba-tiba saja Dito datang dengan motornya menghampiri Nia.

"Nia ...",teriaknya.

Tania berpura-pura tidak mendengarkan dan terus saja berjalan.

"Nia tunggu", Dito menghentikan motornya dipinggir jalan, dia menarik tangan Nia.

"Aku mohon dengarkan aku, Nia"

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan, Dito. Berhentilah mengganggu ku"

"Aku tahu aku salah, aku hilaf saat itu. Aku mohon maafkan aku, please ..."

Nia tak menghiraukan dan tetap memberhentikan angkutan umum yang melintas. Cepat-cepat dia naik kedalam nya. Dito tetap mengikutinya dari belakang. Dan dari dalam mobil wajah Ardi mulai memerah, rahangnya mengeras, hatinya benar-benar kesal melihat kejadian itu. Nyaris saja dia melompat keluar mobil dan menghajar Dito.

Lagi-lagi Arlan menahannya. Dan Ardi menurut.

"Tahan rasa cemburu mu itu, Ardi. Jangan kamu mengacaukan segalanya"

Ardi mengomel didalam mobil, dia tak sabar ingin memberikan pelajaran pada saingannya itu. Arlan hanya tertawa geli melihatnya, baginya ekspresi Ardi saat mengomel karena cemburu pada istrinya itu sangatlah lucu.

"Apa yang kamu tertawakan, Arlan",protes Ardi.

"Tidak. Hanya saja kamu terlihat imut sekali jika cemburu seperti itu"

Ardi melotot kearah Arlan yang hanya dibalas dengan gelak tawa sahabatnya itu.

"Siapa yang cemburu?! Aku tidak cemburu. Sudahlah fokus saja pada mobil itu, nanti kita kehilangan jejaknya",sewot Ardi.

"Oke, Bos...!!!"

Arlan menambah kecepatan mobilnya, memperkecil jarak dia dengan angkutan umum yang ditumpangi Tania. Dia tetao fokus pada mobil itu sampai berhenti pada sebuah pemberhentian diujung desa. Tania turun dari mobil itu dan berjalan menuju rumahnya. Tak lama Dito mengejarnya dengan motor tuanya.

Lagi-lagi Tania tidak mengacuhkannya, dia terus saja berjalan. Dito memarkirkan motornya cepat-cepat dan menahan tangan Tania.

"Lepaskan aku, Dito", teriak Nia.

"Aku tak akan melepaskan mu sampai kamu memaafkan ku, Nia"

"Terserah. Jangan ganggu aku lagi"

Nia menepis tangan Dito lalu naik keteras rumah. Dito tetap mengejarnya.

Dan ...

Brugggh .... Bruugh...

Dua kali bogem mentah melayang mengenai wajah Dito hingga membuatnya tersungkur di tanah. Nia terkejut melihat siapa yang datang dan menghajar Dito.

"Jauhkan tanganmu dari Tania, bocah tengik", umpat Ardi.

"Bagus kamu muncul, aku memang sudah lama ingin menghajarmu",tantang Dito.

Dengan senang hati Ardi meladeninya.

"Mas Ardi ... Jangan...!!",pekik Nia.

Namun pukulan Ardi sudah melayang dan nyaris mengenai Dito. Kali ini Dito lebih siap meladeni kegagahan Ardi. Arlan sengaja membiarkan Ardi melepaskan kekesalannya dengan beberapa pukulan baru dia melerai kedua laki-laki yang sedang kalap itu.

"Mas ...!!!", Nia menahan lengan Ardi.

"Oooppss.... Sabar bung. Aku sarankan kamu pergo dari sini. Atau kamu akan menyesali nya. Akupun tak sebaik hati itu melihat kelakuanmu tadi",ancam Arlan.

"Pak Arlan sudah lah .. Biarkan Dito pergi",pinta Nia.

"Baiklah ... Kali ini kamu beruntung"

"Dito dengar! Aku sudah memaafkanmu. Tapi tolong pergi dari sini, aku tak mau ada keributan"

Dito memandang pada Tania, dia mendekati Nia yang berdiri bersisian dengan Ardi. Dan ... Cup ... Sebuah kecupan mendarat dipipi Nia. Wajah Ardi makin memerah melihat itu, hatinya makin mendidih, dia sudah membulatkan tekadnya untuk membuat laki-laki kurang ajar itu babak belur. Nia mencoba menahannya dan memberikan kesempatan Dito untuk menyelamatkan diri dari serangan dua laki-laki jagoan ini.

"Kenapa kamu membelanya, Nia!!",sewot Ardi

"Bukan begitu, Mas. Maksudku ..."

"Jadi begitu ya ... Kamu juga mempunyai perasaan dengan laki-laki itu rupanya", Ardi mulai kalap.

Nia tak ingin meladeni kecemburuan suaminya itu, dia masuk kerumah dan menyandarkan diri diatas tempat tidurnya. Arlan yang melihat itu mendekati Ardi yang masih terlihat kalap.

"Maaf, Ardi ... Bukan aku bermaksud ikut campur dalam pertengkaran rumah tangga, tapi aku hanya mengingatkan lagi tujuanmu kesini. Jangan sampai Tania berubah pikiran",bisik Arlan.

Ardi menoleh pada Arlan, sejenak dia tersadar lalu mengajar Tania kedalam rumah.

******

Ardi berdiri diambang pintu kamar, dia melihat Tania duduk menangis ditepi tempat tidurnya. Luluh segala amarahnya melihat perempuan yang sangat dirindukannya itu meneteskan airmata.

"Sayang ...",panggilnya lembut.

Tania menoleh, matanya masih basah dengan arimata. Pandangan mereka bertemu, tersirat jutaan rindu yang tertahan dari pancaran mata keduanya. Ardi perlahan mendekatinya dan berhenti tepat dihadapan istrinya itu. Dia memegang wajah Tania dengan kedua tanganya, menghapus airmata yang masih tersisa mata indah Nia.

Tatapan mata Ardi menembus kedalam manik mata Tania, dia membelai lembut pipi Nia yang sekarang tampak sedikit chubby. Perlahan dia mencium kedua pipi manis itu dan pucuk kepala Nia. Lalu memeluknya dalam dada bidangnya yang hangat. Nia membalas pelukan itu. Mereka membayar lunas kerinduannya selama ini.

"Jangan pergi lagi sayang, kamu membuatku gila",ucap Ardi.

"Maafkan aku, Mas. Tapi aku tak ingin menyakiti siapapun. Biarlah aku yang mengalah"

"Tidak Nia, aku tak ingin kamu pergi. Kamu harus tetap berada disisiku. Kamu tetap menjadi istriku yang paling aku cintai. Jangan lakukan itu lagi, Nia. Kamu bisa membunuhku perlahan-lahan"

"Mbak Rachell ...??!"

"Aku sudha resmi bercerai dengan nya. Sekarang kamulah satu-satunya perempuan yang ada sisiku, sayang"

Ardi berlutut dihadapannya, dia membelai perut besar Tania. Menciumnya penuh cinta.

"Maafkan papa mu ini sayang. Papa tak menyadari kehafiranmu. Papa telah membuat kamu dan mamamu menderita selama ini", Ardi berkali-kali menciumi perut besar istrinya.

Memeluknya. Lalu menciuminya lagi. Tania membelai lembut kepala suaminya. Lunas sudah kerinduan mereka bertiga, Ardi, Tania dan bayi yang ada dalam kandungannya.

******