Ketika Ning Youyou membuka matanya, ia tertegun dan mengerutkan kening karena ia merasa ia sedang berada di dalam ruangan yang aneh. Butuh waktu beberapa lama sebelum ia sadar bahwa ternyata ia berada di dalam hotel. Ia masih berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit kamar hotel tersebut. Saat ini kepalanya begitu pusing.
Seorang pria?
Suara pria itu seolah-olah selalu mengelilinginya dan ia merasa bahwa, di dalam mimpinya itu, pria itu melakukan banyak hal padanya dengan berbagai adegan yang membuatnya malu. Namun, ia segera menepis pikiran itu. Ia segera menggelengkan kepalanya keras-keras, lalu segera menepis jauh-jauh pikiran tersebut dan tidak berani memikirkannya lagi.
Sial! Kenapa aku bermimpi seperti itu? Mimpi yang aneh, pikirnya
Ning Youyou mengerutkan kening dan berpikir bahwa ia pasti merasa seperti ini karena sudah melajang terlalu lama. Namun, perasaan seperti ini menurutnya begitu menyebalkan dan ia tidak menyukainya sama sekali. Ning Youyou tidak berharap bangun dengan keadaan seperti ini begitu kembali ke negaranya. Ketika ia bangun, ia merasa tubuhnya merasa begitu lelah. Bahkan, ketika ia duduk, ia tidak bisa menahan diri untuk mengerutkan keningnya. Ia merasa tubuhnya seakan baru saja ditabrak oleh truk berat. Ketika ia bergerak, ia merasa kesakitan di mana-mana. Rasanya ia ingin berbaring terus dan tidak bangun lagi.
Ning Youyou tidak bisa menahan diri dan kembali mengerutkan kening. Mimpi ini sepertinya terlalu nyata. Ketika ia mengangkat selimut sutra itu dan bersiap-siap bangun dari tempat tidurnya, ia merasa kakinya begitu sakit. Ia berjuang agar bisa bergerak. Namun, ia kemudian tidak berani menggerakkan tubuhnya lagi karena merasa ada yang aneh. Ketika ia menundukkan kepala ke bawah, ia melihat ada noda merah segar di seprai. Wajahnya seketika berubah dan ia berteriak dengan teriakan yang paling keras yang pernah ada.
"AAAHHHHH…..!!!"
Bersamaan dengan teriakan Ning Youyou, sebuah ponsel indah di samping ranjang terus berdering. Namun, ketika Ning Youyou kembali diam, telepon itu otomatis terputus. Ketika telepon itu akhirnya kembali berdering, ia segera meraih ponsel tersebut. Ketika ia melihat siapa yang menelepon, ternyata itu adalah telepon dari Yi Qianya.
"Halo, Qianya..." sapa Ning Youyou dengan suara lemah dan serak.
"Youyou, kenapa kamu menjawab telepon begitu lama?"
Ning Youyou masih merasa kepalanya begitu pusing. Rasa letih setelah turun dari pesawat juga masih memenuhi seluruh tubuhnya. "Qianya, aku merasa kepalaku seperti akan meledak. Aku sangat lelah. Tubuhku sakit dan rasanya begitu lemah."
"Youyou, apa yang terjadi? Bukankah semalam baik-baik saja?" tanya Qianya dengan cemas.
"Hah..." Ning Youyou menghela napasnya.
Ning Youyou mengusap kepalanya yang sakit dan ingatannya kembali teringat pada kejadian tadi malam. Semalam, setelah Yi Qianya pergi, apa yang aku lakukan? pikirnya. Seingat Ning Youyou, ia menunggu di restoran untuk waktu yang lama, tapi ia tidak melihat pria yang akan kencan buta dengan Yi Qianya. Memikirkan hal ini membuat Ning Youyou ingin muntah. Kencan buta pertama dengan pria yang terlambat datang. Menurutnya, pria seperti ini memiliki karakter yang buruk dan memberikan kesan yang buruk. Tapi, setelah itu, apa yang terjadi? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? pikir Ning Youyou lagi.
Ingatan terakhir Ning Youyou adalah setelah ia meminum anggur merah tersebut, kesadarannya berangsur-angsur menghilang. Saat itu, yang ada dalam pikirannya adalah anggur itu rasanya begitu lezat. Selain itu, ia tidak memikirkan hal lain. Ia menduga bahwa ini adalah efek setelah penerbangan jauh yang ditambah lagi dengan meminum anggur. Tidak seharusnya ia minum alkohol di saat kondisi sedang memburuk.
"Youyou, kamu baik-baik saja?" suara Yi Qianya kembali terdengar di telepon.
"Aku baik-baik saja," jawab Ning Youyou.
"Baguslah kalau begitu."
"Hm..." jawabnya Ning Youyou singkat. Tapi, tiba-tiba ia teringat sesuatu dan segera berteriak di telepon, "Qianya, tolong aku! Bisakah kamu datang untuk menolongku? Tamu rutinku sepertinya datang."
Mendengar Ning Youyou yang mengira bahwa ia datang bulan, Yi Qianya hanya bisa diam terpaku.