Fritdjof mengikuti Mikkel. Supaya tahu apa rencana Mikkel.
"Boleh duduk di sini?" Dengan penuh percaya diri Mikkel menarik kursi dan duduk di sebelah Helene.
Fritdjof memilih duduk di depan Helene. Teman Helene, yang duduk di samping Fritdjof, salah tingkah. Gila, Mikkel benar-benar tidak ada matinya, Fritdjof menggelengkan kepala.
"Mikkel. Aku sering melihatmu di Biochemistry." Mikkel memperkenalkan diri dengan santai sambil meletakkan birnya di meja. Tidak ada gunanya Mikkel menyebutkan nama, karena semua gadis di Københavns Universitet[1] pasti tahu siapa dia.
Sudah beberapa hari ini Fritdjof mengintai wanita bibliotek-nya dan belum juga menemukan waktu yang tepat untuk mendekatinya, sementara itu Mikkel, hanya dalam hitungan menit, dengan mudah bisa duduk satu meja dan kenalan dengan mereka. Dunia ini sungguh tidak adil, seandainya Fritdjof bisa memiliki sepuluh persen saja dari kemampuan Mikkel itu.
"Oh ... ah ... aku Britta. Ini temanku ... Helene. Ah ya ... kami mahasiswa Biochemistry." Britta tergagap menjawab pertanyaan Mikkel.
"Jadi namamu Helene? Ini temanku Fritdjof." Mikkel menoleh ke arah Helene dan menatap Helene dengan tatapan tertarik. Membuat Helene tersipu.
Fritdjof kembali mengumpat di dalam hati.
"Mau menemaniku mengambil minuman untuk kita semua?" Mikkel mengajak Britta, yang menyambut ajakan Mikkel dengan senang hati.
"Jadi kamu teman Mikkel?" tanya Helene setelah Mikkel dan Britta berlalu.
"Ya, kenapa?" Fritdjof bertanya dengan was-was. Khawatir Helene menyukai Mikkel.
"Kalau begitu kenapa kamu bertanya kepadaku saat mencari Mikkel di kampus?"
"Oh, itu. Aku hanya mencari-cari alasan karena ingin mendekatimu." Fritdjof menjelaskan sambil menahan tawa. "Tapi aku senang kamu ingat pertemuan pertama kita."
"Mendekati?" Reaksi Helene ini seperti 'mendekati' adalah sebuah kata yang menjijikkan.
"Iya, aku ingin mendekatimu, karena aku menyukaimu. Apa kamu keberatan?" Ekspresi kaget di wajah Helene terlihat jelas dan Fritdjof dengan mudah membacanya.
Mungkin ini kali pertama Helene bertemu laki-laki yang menyatakan perasaan pada saat mereka berkenalan. Tetapi Fritdjof tidak mau ambil pusing, dia memang menyukai Helene. Sangat menyukainya sejak menit pertama. Lebih baik gadis itu tahu sejak menit pertama.
"Terserah. Tapi aku tidak menyukaimu." Helene menjawab tidak peduli.
Fritdjof ingin tertawa melihat raut tidak suka di wajah Helene. Semua orang juga akan bersikap sama, jika ada orang asing yang tiba-tiba menyatakan perasaan padanya. Sial sekali, Fritdjof tidak berpengalaman untuk hal-hal seperti ini. Mungkin ini terlalu cepat, tapi berhenti bukanlah pilihan. Apa yang sudah dimulai harus diselesaikan.
"Apa ada alasan kenapa tidak menyukaiku?" Fritdjof memandangi gadis yang menunduk di depannya. Kenapa Helene tidak mau menatap Fritdjof? Sampai hari ini Fritdjof tidak pernah merasa wajahnya jelek.
"Ya pokoknya tidak suka." Helene semakin terganggu.
"Harus ada alasannya, Helene. Aku harus tahu alasannya."
"Jangan sembarangan memanggil namaku, kita bukan teman!" Helene melotot ketika Fritdjof dengan sok akrab menyebut namanya.
"Aku memang tidak berniat berteman denganmu." Berteman dengan Helene bukan ide yang bagus. Karena Fritdjof telanjur jatuh cinta padanya.
"Kamu ini kenapa sih?! Keras kepala sekali!" Helene sedikit meninggikan suaranya.
"Menurutku kamu tidak punya alasan untuk tidak menyukaiku." Fritdjof berkata penuh percaya diri. "Jadi kamu menolak menyebutkan saat aku memintamu."
"Aku tidak mengenalmu!" sergah Helene dengan cepat. "Itu cukup menjadi alasan untuk tidak menyukaimu."
"Jadi kalau kamu mengenalku, kamu akan menyukaiku?" Kejar Fritdjof. "Aku akan memberimu banyak waktu untuk mengenalku. Aku akan sabar menunggu sampai kamu merasa cukup mengenalku lalu menyukaiku."
"Kamu gila!" desis Helene sebelum berdiri dan berjalan cepat meninggalkan Fritdjof yang tersenyum lebar di tempat.
"Nice catch. Dia cantik sekali. Dan kelihatan alim." Mikkel, yang baru datang membawa bir, mengamati punggung Helene yang menjauh.
"Stop checking out mine!" Fritdjof menyuruh Mikkel berhenti mengamati Helene.
"Aku lega, setidaknya orang-orang tahu kau tidak mengalami disorientasi seksual," kata Mikkel setelah Helene menghilang dari pandangan mereka.
"Maksudmu?" Fritdjof tidak mengerti.
"Orang-orang mengira kau tidak mau berkencan karena itu. Mereka kira kau menyukaiku." Mikkel setengah geli ketika menjelaskan ini.
"Siapa 'orang-orang' itu?" Harus jelas siapa yang berani menganggap Fritdjof dan Mikkel adalah sepasang kekasih.
"Para wanita yang bersamaku. Itu merugikanku. Capek-capek aku mendekati mereka, lalu mereka pergi karena mereka pikir aku dan kau…." Mikkel menggelengkan kepala.
Fritdjof tertawa. Seperti itu saja menjadi masalah? Satu wanita pergi, Mikkel bisa kenalan dengan lima yang lain. Apa punya lima teman wanita tidak cukup untuk seorang laki-laki? Fritdjof tidak tahu. Dibanding Mikkel, memang Fritdjof tidak terlalu punya pengalaman terkait wanita atau menjalin hubungan dengan wanita. Ini akan merugikan Fritdjof. Karea dia tidak tahu untuk membuat Helene mau menjadi pacarnya akan membutuhkan waktu berapa lama.
***
"Memangnya ada di depan situ?" Hari Selasa adalah jadwal kunjungan Helene ke Democratic. Dan Fritdjof sengaja menemui Helene. Di sana "Kamu memperhatikan laki-laki itu?" Ada laki-laki yang sedang berdiri di seberang Democratic, laki-laki bermantel cokelat tua.
"Kamu lagi! Kenapa kamu ke sini?!" Helene melirik Fritdjof di samping kanannya.
"Minum kopi." Fritdjof menunjuk cangkir putih di depannya.
"Kamu tidak harus duduk di sini," kata Helene sinis.
"Di sini kosong. Aku boleh duduk di mana pun asalkan kursi itu kosong."
"Kamu tahu tidak kalau tingkahmu itu menganggu?! Bersikaplah normal sedikit!" Helene menggeser kursinya ke kiri.
"Bisa, asal kamu mau bekerja sama." Fritdjof menghirup kopinya dengan santai.
"Bekerja sama?" Helene bertanya, karena tidak tahu lagi harus bereaksi seperti apa.
"Biarkan aku mendekatimu." Fritdjof memberikan penawaran.
Helene diam tidak menjawab.
"Kalau pada akhirnya kamu tidak bisa menyukaiku, aku akan membiarkanmu menjalani hidupmu dengan tenang. Seperti dulu." Fritdjof melanjutkan.
"Aku tidak tertarik dengan laki-laki seperti Mikkel."
"Seperti Mikkel. Maksudmu aku player juga?" Ini salah satu kesialan yang harus ditanggungnya karena berteman dengan bajingan pemangsa wanita bernama Mikkel.
"Kukira kamu akrab dengannya?" Helene kembali menanggapi dengan sinis.
"Kamu mencari tahu tentang aku?" Fritdjof tertarik.
"Tidak! Aku hanya sering melihat kalian bersama."
"Ah! Jadi kamu memperhatikanku." Fritdjof tersenyum penuh kemenangan.
"Sudah kubilang aku tidak tertarik laki-laki...."
"Aku memang bertemandengan Mikkel. Tapi bukan berarti aku mengikuti cara hidup Mikkel. Kamu boleh mencari tahu, tanya semua wanita di kota ini kalau tidak percaya." Fritdjof meyakinkan Helene.
"Aku tidak mau menyusahkan diriku sendiri.!"
"Dengar, Helene. Aku...."
"Sudah kubilang jangan sembarangan memanggil namaku!"
"Astaga! Baiklah. Dengar, kamu bisa mencoba mengenalku, dekat denganku, selama beberapa waktu, lalu putuskan kamu bisa menyukaiku atau tidak. Aku akan menerima apa pun keputusanmu. Setidaknya beri aku waktu untuk menunjukkan bahwa aku benar-benar menyukaimu." Fritdjof semakin putus asa karena Helene membuat semuanya semakin sulit.
"Satu bulan," kata Helene setelah menarik napas panjang. "Kamu meminta waktu dan aku akan memberikannya. Aku memberimu waktu satu bulan."
"Selama satu bulan itu kamu akan bekerja sama dengan baik, kan? Tidak akan dengan sengaja mempersulit ... usahaku?" Fritdjof memastikan bahwa Helene tidak sedang ingin bermain-main dengannya.
"Iya! Kamu ini benar-benar tidak masuk akal!"
"Baiklah, karena kamu sudah setuju, bagaimana kalau kita mulai hari ini? "
"Mulai apa?" Helene menatapnya bingung.
"Tentu saja kencan pertama kita." Fritdjof menggandeng tangan Helene dan mengajaknya meninggalkan Democratic.
---
[1] University of Copenhagen.
(Bersambung)