Chereads / The Danish Boss / Chapter 16 - SEXTEN: I Always Want You in My Arms

Chapter 16 - SEXTEN: I Always Want You in My Arms

Hati Fritdjof terasa seperti diremas setiap kali Kana menyebutkan kata diperkosa. Demi Tuhan, bagaimana mungkin ada laki-laki yang bisa memperlakukan wanita dengan sedemikian buruk, sampai menimbulkan trauma seperti ini? Tanpa berpikir lagi, Fritdjof meraih Kana ke dalam pelukan dan Kana langsung menangis terisak di dada Fritdjof.

Kana tidak tahu kenapa tiba-tiba ia menangis seperti ini. Mungkin karena Segala rasa takut sejenak luruh. Lebih-lebih saat dia bisa melepaskannya di sini, di tempat yang paling aman di dunia. Di dada Fritdjof. Lengan kukuh Fritdjof yang melingkari punggungnya menawarkan perlindungan dan kenyamanan kepadanya. Sudah lama sekali tidak ada orang yang memeluk Kana erat-erat dan membiarkan air mata Kana membasahi bajunya. Terakhir kali adalah pelukan Kira ketika orangtua Kana meninggal. Sama seperti Fritdjof, pelukan Kira waktu itu juga menyiratkan janji. Bahwa mereka akan selalu bersama, kuat berdua, menghadapi apa saja.

"Everything in the world could go wrong anytime, but you will be okay because I am here." Tubuh Fritdjof seakan mengatakan satu kalimat tersebut kepada Kana. Sementara itu satu tangan Fritdjof membelai punggung Kana, menenangkan tubuh Kana yang masih gemetar.

"Tidak perlu takut, Kana. Seperti tadi, panggil aku kapan saja kamu melihatnya," bisik Fritdjof. "Aku akan langsung datang, tidak peduli kamu atau aku ada di mana." Fritdjof tidak bisa memercayai apa yang disaksikannya saat ini. Kana yang percaya diri, yang selalu ingin mendebat Fritjof di kantor, terlihat rapuh sekali. Kana ketakutan gara-gara laki-laki tidak tahu diri itu. Dan Fritdjof tidak suka melihat Kana menderita sepeti ini.

Selama beberapa saat tidak ada suara, kecuali isakan putus-putus dari bibir Kana.

"Aku akan memastikan kamu tidak akan menangis lagi setelah hari ini, Kana." Fritdjof kembali berbisik di puncak kepala Kana.

Kana mengangguk dan memejamkan mata, berusaha mentransfer semua janji Fritdjof ke dalam tubuhnya.

"I always want you in my arms. Like this." Fritdjof membelai rambut Kana.

Yes, I think this is the place where I want to be, Kana menjawab dalam hati. Sudah lama Kana mencari tempat yang sempurna untuk melepaskan kesedihan atau berbagi kebahagiaan. Tetapi dia tidak pernah menemukan. Siapa yang menyangka Kana akan menemukannya di pelukan seorang laki-laki yang belum tentu masih akan tinggal di sini tahun depan. Atau dua tahun lagi. Bisa jadi Fritdjof memutuskan kembali ke negaranya. Sedangkan Kana ingin terus tinggal di sini bersama kakaknya, satu-satunya keluarga sedarahnya yang masih tersisa.

***

"Kana." Kira berderap masuk dengan Alen mengikuti di belakangnya.

Dengan enggan Kana melepaskan diri dari pelukan Fritdjof. Tidak enak terus bergelung seperti kucing bersama laki-laki yang belum lama dikenal, di bawah tatapan menyelidik dari Alen dan Kira.

"You OK, Sayang?" Kira memeluk Kana.

"Tadi Niel datang ke sini. Aku menelepon kalian." Kana menghapus sisa air matanya.

"Sorry. Tadi aku membantu ibu Alen di dapur. Nggak dengar ada telepon." Kira terdengar sangat menyesal.

Kana hanya mengangguk. Pagi tadi Kana meyakinkan Kira bahwa seharian ini Kana tidak akan mengganggu acara Kira. Menjelang pernikahan, Kira banyak menghabiskan waktu bersama ibunda Alen. Untung tadi ada Fritdjof, sehingga Kana tidak membuat kakaknya kalang-kabut. Sudah pasti kakaknya akan langsung ke sini, begitu tahu keselamatan Kana terancam.

"Makanya tadi kubilang kita temani Kana jogging, Al. Dia dikuntit sama Niel karena pergi sendiri. Gara-gara kamu buru-buru, Kana jadi menderita begini. Kayak mau ngapain aja kita hari ini." Kira mengomeli calon suaminya.

"Kamu yang kesiangan dan baru siap setelah Kana berangkat jogging." Alen membela diri. "Lalu kamu bilang kita langsung jemput Mama dan...."

"Sudahlah kalian berdua, semua baik-baik aja. Tadi Fritdjof datang dan mengusir Niel." Kana mengendalikan situasi. "Masalah sudah selesai."

"Oh, hi! I didn't know you two are getting close." Kali ini Kira mengerling kepada Fritdjof, yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan mereka. "Ya, kalau sudah ada Fritdjof, Kana sudah nggak memerlukan kita lagi. Kita bisa tenang membahas pernikahan kita dengan orangtuamu." Kira menyeret Alen meninggalkan apartemen.

"Apa kakakmu memang jarang di rumah?" tanya Fritdjof setelah Kira dan Alen keluar.

"Ya. Selain kerja, dia sering pergi sama Alen. Atau berduaan di rumah baru Alen. Rumah pengantin baru mereka nanti."

Kana kembali menyurukkan kepala ke dada Fritdjof. Sebenarnya tadi Kana merasa terganggu karena tiba-tiba Kira datang. Karena kedekatatannya dengan Fritdjof diinterupsi. Badan Kana dan Fritdjof seperti sengaja diciptakan untuk saling melengkapi. Dibandingkan wanita-wanita Indonesia lainnya, Kana termasuk tinggi. Jadi pelukan Fritdjof, yang tubuhnya lebih tinggi dan besar dibandikan pria Indonesia, menguntungkan sekali bagi Kana.

"Aku tidak keberatan kamu ingin dipeluk sepanjang hari. Tapi kurasa itu akan menimbulkan masalah." Tubuh Kana menempel lagi pada badan Fritdjof. Kepala Kana nyaman bersandar di dada Fritdjof.

"Masalah apa?" Kana menengadahkan kepalan dan memandang Fritdjof.

"Aku bisa saja ingin menciummu." Fritdjof memperingatkan Kana.

"Apa itu masalah?" Kana masih tidak mengerti, hanya ingin saja, kan?

Fritdjof menarik napas, disambarnya bibir Kana yang setengah terbuka. Di luar dugaan, Kana menerimanya. Kenapa tidak dari dulu Fritdjof mencium Kana. Pada makan malam pertama mereka di sini, kalau perlu. Segala sesuatu dalam hidupnya yang tidak berjalan sesuai harapannya, kini terasa sempurna. Dada Fritdjof buncah, penuh dengan kebahagiaan.

Kana mendesah. She feels like she is fulfilled. She is desired, he craves her in ways what he wants to be. Be with her. Nothing more and nothing less.

"Masalahnya, Kana, aku benar-benar akan menciummu," kata Fritdjof setelah melepaskan bibirnya dari bibir Kana.

***

Coba tanyakan kepada sembarang programer, kapan waktu terbaik bagi mereka untuk bekerja. Jawaban yang akan paling banyak muncul, bisa jadi, adalah malam hari. Sebagian dari mereka mungkin lebih suka tidur dulu lalu bangun pukul satu atau dua dini hari untuk menyelesaikan pekerjaan. Sebagian lain memilih tidur selepas subuh, setelah semalam suntuk duduk di depan komputer menyelesaikan pekerjaan. They do all of this to avoiding distraction. Karena saat malam hari, semua orang tidur dan tidak akan ada yang mengganggu, seperti pacar yang minta diantar belanja atau teman yang hendak pinjam uang.

Coba tanya kepada sembarang orang, kapan waktu terbaik bagi mereka untuk jatuh cinta. Jawabannya bisa jadi beragam. Tidak ada yang bisa memastikan. Sebagian orang mungkin akan menjawab 'sekarang'. Orang lain akan menjawab waktu yang tepat adalah nanti. After all the best love story is when we fall in love with someone in unexpected time. Kita tidak bisa mengatur hati kapan ia boleh jatuh cinta dan kapan tidak. Hati tidak bisa dikontrol seperti kita mengatur jadwal tidur dan jadwal kerja. Kalau sudah menyangkut soal cinta, hati akan bergerak sendiri mengambil alih semua urusan. Yang bisa kita lakukan adalah mengikuti keinginan hati. And sometimes following the heart means loosing the mind.

(Bersambung)