"Melakukan apa?" Kening Fritdjof berkerut tidak mengerti.
"You make me feel special, you make me feel special. Seperti bagimu aku ini sangat penting dan ... berharga ... seperti kamu akan menderita kalau aku sakit atau terluka, kalau terjadi apa-apa pada diriku...." Kana berbisik. Akhirnya Kana bisa mendeskripsikan apa yang dia rasakan setiap kali Fritdjof menatapanya. Tatapan memuja. Membuat Kana merasa berharga dan istimewa, seolah dia adalah wanita paling sempurna di dunia.
"Because you do matter. You mean everything to me." Fritdjof menyentuh pipi Kana dengan satu tangannya dan menatap tepat ke manik mata Kana. Tidak ada keragu-raguan sedikit pun di dalam suaranya. "Aku tahu kita baru kenal sebentar, Kana, tapi aku tidak akan berbohong kepada diriku sendiri bahwa aku menginginkan hubungan yang lebih daripada yang kita jalani sekarang. Lebih dari teman. Lebih dari atasan dan bawahan."
***
Fritdjof duduk di depan laptop dengan wajah Frederik memenuhi layarnya. Belakangan ini kakaknya yang berengsek itu sering sekali menghubunginya. Atau sekarang Frederik tidak berengsek lagi. Frederik mengklaim dirinya sebagai orang yang paling beriman dan rajin menceramahi Fritdjof untuk segera menyusul menikah juga. Belakangan ini Fritdjof sedang tidak ingin bicara dengan kakaknya. Tetapi apa daya. Frederik mengancam akan menghapus nama Fritdjof dari silsilah keluarga kalau Fritdjof tidak mau menjawab panggilannya.
"Kapan pulang?" Pertanyaan Erik ini pasti tidak akan dijawab oleh Fritdjof.
"I just got this feeling that I really love Asia so much," kata Fritdjof sambil, tidak sengaja, tersenyum sangat lebar dari telinga ke telinga.
Tidak ada orang yang lebih memahami Fritdjof di dunia ini selain Frederik dan Mikkel. Sekarang tinggal Frederik saja, karena sudah lama Fritdjof tidak menghitung Mikkel sebagai orang terdekatnya. Fritdjof berbaik hati meluangkan waktu, hampir tengah malam waktu Indonesia, untuk sekadar berbincang dengan Frederik selama satu jam. Iya, cukup satu jam saja. Karena Fritdjof memerlukan seluruh malamnya untuk membayangkan Kana ada di sini, di sampingnya, di tempat seharusnya dia berada.
"Apa kau tidak mau bilang kalau kau merindukanku?" Frederik tertawa.
"Dasar gila!" Bahkan Freja, adik perempuan mereka, tidak pernah secentil itu. Ah, tidak terasa sudah sangat lama Fritdjof meninggalkan keluarganya. "I know this is very random but I just feel that so much lately."
"Is she beautiful?"
"I really feel Asia is my second home. I don't know why." Fritdjof tidak mau menjawab pertanyaan kakaknya. Tidak ingin Frederik tahu ada wanita yang bisa menahan Fritdjof di sini.
"I think your second home is Morroco." Frederik menanggapi, menyindir Fritdjof soal tempat kelahiran ibu mereka. Dulu Frederik adalah orang yang paling kerasa menentang ketika Fritdjof hendak pergi meninggalkan keluarganya. Karena Indonesia terlalu jauh. Akan sulit bagi mereka untuk berkumpul karena Fritdjof tidak aakn bisa pulang dengan mudah.
"Nah. Morroco and Denmark are my first home, they share the same spot." Fritdjof menjawab santai. Walaupun banyak keluarga dari pihak ibu Fritdjof yang masih tinggal di Maroko, tapi Fritdjof lahir dan besar di Denmark, juga memegang paspor Denmark.
"Itu tidak menjawab pertanyaanku!" seru Frederik. "Dia cantik atau tidak?"
"Siapa?" Fritdjof pura-pura bodoh.
"Wanita yang membuatmu betah dinggal di sana."
"Dari mana kau tahu?"
"Kau kira aku tinggal di Jerman karena apa?"
Fritdjof menyeringai. Lusina adalah alasan Frederik tinggal di Jerman setelah menikah. Wanita Jerman-Turki itu tidak kerasan tinggal di Denmark. Sebab Lusina tidak bisa berbahasa Denmark. Memang hampir semua orang di Copenhagen sudah bisa berbahasa Inggris, tapi Lusina tetap merasa kurang nyaman.
Fritdjof ingat betul, saat itu Lusina pernah berbicara dengan sales person di IKEA dalam bahasa Denmark. Hanya karena Lusina salah mengucapkan satu kata, sales person itu langsung menyelesaikan semua percakapan mereka dalam bahasa Inggris. Membuat Lusina dongkol setengah mati, karena merasa orang Denmark tidak menghargainya yang serius ingin belajar.
"I bet Asia will be your home soon," lanjut Frederik.
Fritdjof tersenyum tipis, kalau Kana mengizinkan. Jika Kana menerimanya.
"I think I need a miracle." Fritdjof mengeluh kepada Frederik.
"Miracle?" Frederik membeo.
Banyak orang percaya keajaiban itu ada, banyak juga yang tidak. Sebenarnya Fritdjof termasuk orang yang tidak percaya. Semua cita-cita bisa menjadi kenyataan karena manusia berusaha mewujudkannya. Tetapi kali ini, untuk memiliki Kana, dengan usaha saja belum tentu cukup. Atau Fritdjof tidak tahu harus memulai dari mana. Jadi lebih banyak Fritdjof menyerahkan urusan ini pada Tuhan dan berharap ada keajaiban.
"Aku tidak tahu apa dia mau denganku...."
"Kenapa harus tidak mau?" Sergah Frederik. "Menurutku kau cukup pantas untuk mendapatkan wanita yang kau inginkan."
"Kana itu...."
"Jadi namanya Kana?" Frederik memotong.
"Iya. Dia cantik, cantik sekali, jauh lebih cantik daripada Helene. Juga ... dikelilingi laki-laki. Kalau mau punya kekasih, dia punya banyak piliha." Fritdjof teringat Alen dan Dinar, dua pegawai senior di timnya, yang mengawal Kana ke mana-mana. "Seperti yang kamu bilang, aku berhak mendapatkan wanita yang kuinginkan. Kana juga bisa mendapatkan laki-laki yang dia inginkan. Siapa saja yang dia inginkan."
"Apa dia punya kekasih?"
"Sepertinya tidak."
"Fuck buddy?"
"Jangan bodoh. Ini bukan di Denmark."
"Siapa tahu dia tertarik menjadikanmu fuck buddy-nya."
"Aku menginginkan lebih daripada itu."
"Kenapa tidak mulai saja? Mengejar Kana?"
"Aku ingin. Sangat ingin. Tapi … I need little confirmation that if I start to chase her, something will happen."
"Takut tidak diterima?"
"Tidak mungkin." Fritdjof menjawab yakin. "Aku pasti diterima. Pertanyaannya adalah kapan aku akan diterima. Aku tidak tahu apa aku punya cukup kesabaran menunggu sampai hari itu tiba."
"Jangan terlalu percaya diri. Mungkin saja kau ditolak."
"Aku sudah menciumnya. Dia menikmati ciumanku." Bagi Fritdjof, selama tidak ditampar, berarti wanita yang diciumnya memiliki ketertarikan yang sama.
"Itu tidak berarti dia mencintaimu. Itu hanya ciuman. Semua orang ciuman, fuck budd...."
"Jangan bilang fuck buddy, Erik!" Fritdjof akan memberikan tempat tertinggi di hatinya untuk Kana. Sama sekali Fritdjof tidak menganggap Kana adalah calon teman tidurnya. "Aku bisa benar-benar gila setiap hari melihatnya dan tidak bisa memilikinya."
"Aku jadi ingat saat kau menyukai Helene dulu. Bagaimana bisa sekali lihat seorang wanita kau langsung menyukainya"
"Tidak semua wanita. Hanya wanita yang membuat hatiku hidup."
"Ya, ya, terserah kau. Semoga kau beruntung."
__
Bersambung