Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 53 - BWW #52

Chapter 53 - BWW #52

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Persiapan pernikahan adalah hal yang sangat melelahkan. Seperti itu yang biasa dikatakan oleh para pasangan calon pengantin yang pastinya akan sibuk mempersiapkan berbagai tetek-bengek untuk memlancarkan prosesi sakral tersebut. Mencari dan menyewa gedung, mengukur gaun pengantin, mencetak undangan serta mengedarkannya, memilih kue pengantin dan souvenir pernikahan hingga hal-hal kecil seperti warna dekorasi yang disukai. Benar-benar melelahkan sekaligus membahagiakan.

Tetapi hal sebaliknya dirasakan oleh Arjuna dan Ayushita. Alih-alih merasa repot dan lelah, pasangan ini malah tidak tahu harus mengerjakan apa karena semua keperluan pernikahan mereka ditangani oleh nyonya Indi sang ibu mertua.

Apakah Ayushita tidak antusias dengan pernikahan dan tidak keberatan dengan pengaturan yang dilakukan calon ibu mertuanya?

Ayushita malah senang karena nyonya Indi terlibat. Sejujurnya dia lebih bingung hendak melakukan apa. Sebelumnya dia hanya sampai tahap pertunangan dengan Danuar itu pun semua diatur oleh orang tua mereka. Ayushita menikmati waktu santai hingga hari akadnya.

Jika Ayushita dan Arjuna seratus kali antusias menyambut pernikahan mereka, maka nyonya Indi dua ratus kali lipat antusias. Wanita paruh baya itu seperti tak merasa lelah bergerak memerintah semua pegawai hotel yang terlibat dalam acara tersebut. Bahkan sang suami sampai memperingatkan untuk tidak terlalu lelah.

"Pa, kapan lagi saya bisa mengurus pesta pernikahan kalau bukan untuk Arjuna. Dan lihat menantu kita sangat perhatian memberikan izin untuk mengurus segalanya," tukas nyonya Indi dengan nada bangga.

"Itu karena menantumu merasa tidak enak hati. Harusnya dia punya keinginan sendiri terkait pernikahannya tapi kamu memonopoli semuanya," cibir pak Salam.

"Mana ada. Sita tidak keberatan kok. Dia malah senang-senang aja Mama suruh luluran. Besok Mama mau ajak dia lihat hotel tempat acara dan fitting kebaya. Mama sudah menyiapkan rancangan terbaik untuk menantu tersayang Mama," kilah nyonya Indi. Pak Salam hanya bisa menghela napas panjang. Istrinya tak bisa didepat sama sekali. Dia hanya bahagia melihat senyum di wajah istrinya.

"Untung saja dulu Sita tidak jadi menantu Ros dan saya bisa gerak cepat. Hebat kan Mama." Nyonya Rosita kembali melayangkan pujian untuk dirinya sendiri.

"Bukan cuma Mama, papa juga sejak lama menginginkan putri pak Ruslan itu. Perangainya lemah lembut tapi dia punya tekad kuat dan etos kerja yang baik. Kalau Juna tidak mau pegang bisnis hotel maka Papa mau bujuk Sita supaya mau. Juna kerja di rumah sakit pamannya saja," timpal pak Salam.

"No, no, no! Sita tidak boleh pegang bisnis. Dia hanya boleh tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga plus temani Mama arisan dan belanja habiskan uang kalian para suami," protes nyonya Indi kemudian.

"Kok kalian yang repot ngatur Ayu sih. Dia tidak akan ngikut pengaturan siapa pun. Dia akan ikut Juna kemana pun saya bertugas. Mungkin Juna akan boyong dia ke kampung dan menetap di sana," potong Arjuna melerai perdebatan kedua orang tuanya.

"Dasar posesif," cibir sang ibu.

"Juna pengen berduaan dengan dengan Ayu. Kami kan tidak pacaran lama jadi setelah nikah harus terus sama-sama. Lagian dia masih punya tanggung jawab di kampung sampai masa kontraknya selesai," imbuh Arjuna. Nyonya Indi hanya bisa memberenggut kecewa. Hayalan tentang memamerkan menantu cantik kepada teman-temannya buyar sudah. Pak Salam tersenyum geli melihat raut sebal istrinya.

***

Kurang dari seminggu jelang hari yang dinantikan Arjuna dan Ayushita. Keduanya sedang berdiri di tengah-tengah ballroom salah satu hotel milik keluarga Arjuna. Ayushita tak berhenti berdecak kagum mengamati interior dalam ruangan luas yang mampu menampung sampai seribu lebih orang tersebut.

"Jadi hotel ini juga milik keluargamu?" gumam Ayushita yang sedang memandang ukiran di salah satu pilar.

"Tepatnya milik Elvira. Saya cuma numpang nama saja," jawab Arjuna. Dia mendekati sang kekasih yang masih mengagumi seisi ballroom.

"Bagaimana cerita antara ibumu dan pak Salam ... maksudku ayahmu?" tanya Ayushita ingin tahu. Selama ini pria itu tak pernah menceritakan tentang keluarganya.

"Papaku meninggal waktu aku lima tahun. Beliau sakit keras. Mama ketemu pak Salam di pemakaman papa. Belakangan mereka saling jatuh cinta tapi nenek tidak merestui karena Pak Salam juga duda dan punya anak," urai Arjuna.

"Charly?" tebak Ayushita yang diangguki oleh Arjuna.

"Menurut nenek akan sangat merepotkan harus memelihara dua anak kecil sekaligus. Charly hanya beda dua tahun dariku. Akhirnya mereka pisah dan mama menikah dengan seorang pria muda yang ternyata lebih tak berguna lagi. Pria itu pemabuk dan suka memukuli mama bahkan hampir membunuh mama. Hingga mereka bercerai dan mama hidup sendiri selama bertahun-tahun."

Arjuna menyandarkan punggungnya pada pilar di depan Ayushita sembari menatap wajah sang calon istri yang sangat dikagumi itu.

"Lalu?" Ayushita masih berharap mendengar kelanjutan cerita ibu mertuanya. Arjuna tersenyum kecil.

"Mungkin takdir mereka memang tidak bisa dipisahkan. Mama kembali bertemu dengan pak Salam dan pria itu sama sekali belum menikah. Pak Salam kembali berjuang dan saat itu semua lebih mudah karena nenek yang menentang mereka sudah meninggal. Hanya setahun setelah menikah akhirnya mereka punya Elvira satu-satunya adik perempuan kami. Pak Salam tak membeda-bedakan kami bahkan dia bersedia menyekolahkan aku sampai menjadi dokter meskipun keinginannya adalah menjadikan aku sebagai salah satu pengelola hotel miliknya. Tapi beliau sudah membantuku jadi dokter dan membuat mama bahagia. Itu sudah cukup bagiku."

"Lalu, kenapa bukan Charly yang menjadi pewarisnya?" Rasa penasaran Ayushita belum surut.

"Si playboy itu hanya tahu bersenang-senang saja. Entah mengapa mama selalu memanjakannya," ketus Arjuna.

"Itu karena mamamu juga tidak membeda-bedakan kalian. Dia menganggap Charly seperti anaknya sendiri. Kalian sangat beruntung memiliki orang tua yang baik," timpal Ayushita. Dia pun bersyukur bisa masuk ke keluarga Arjuna. Bukan karena mereka kaya raya dan orang terpandang, tetapi kehangatan dan kasih sayang dalam keluarga itu yang membuatnya merasa diberkati oleh Sang Maha Kasih.

"Jadi berapa banyak tamu undangan yang akan masuk ke ruangan ini?" tanya Ayushita mengalihkan topik.

"Kalau lihat daftar yang ditulis mama sekitar ... dua ribu orang," jawab Arjuna dengan gaya sedang berpikir.

"What?? Banyak sekali," pekik Ayushita. "Kita akan berdiri berjam-jam untuk menyalami para tamu? Apa kabar dengan kakiku yang harus memakai sepatu tinggi?" Ayushita sudah bergidik ngeri membayangkan situasinya nanti.

"Kan ada aku yang akan memijat kamu nanti." Arjuna langsung mendapat hadiah tamparan di bahunya. Pria itu tergelak mendapati wajah merona Ayushita. Sepertinya menggoda wanita itu akan menjadi hobi barunya.

"Makan yuk. Lapar nih," tukas Ayushita.

"Mau makan apa?" timpal Arjuna.

"Pengen makan coto Makassar. Mau tambah berat badan dikit. Kata mama aku terlalu kurus," ujar Ayushita.

"Ah, iyakah? Coba aku periksa." Arjuna dengan tatapan mesum berusaha memeluk pinggang Ayushita tapi gadis itu langsung berkelit dan berlari menghindari jangkauan tangan sang Arjuna. Keduanya saling berkejaran di dalam ruangan luas tersebut hingga akhirnya Ayushita berhasil lolos lewat pintu. Arjuna semakin gemas melihat polah tingkah Ayushita yang menggoda untuk menangkapnya.

Kebahagiaan memenuhi rongga dada Arjuna. Rasanya sulit untuk percaya jika gadis berkerudung itu yang akan menjadi teman hidup yang telah dipilihkan Tuhan untuknya. Selama ini dia bukanlah seorang hamba yang taat, tetapi Tuhan tak pernah berhenti mengirimkan orang-orang baik dalam hidupnya. Masa lalu yang pahit bersama ibunya akhirnya ditebus dengan kebahagiaan di masa sekarang.

Arjuna menatap lamat-lamat siluet Ayushita yang melangkah ringan di depannya. Gadis yang begitu sulit ditaklukkan sebelumnya kini akan menjalani ikatan suci dengannya dalam beberapa waktu lagi. Hanya satu harapannya saat ini, semua akan berjalan dengan baik dan lancar.

***

Ayushita duduk tenang di samping Arjuna yang juga telah duduk di belakang kemudi. Waktu sudah menjelang sore. Mereka telah menyelesaikan fitting terakhir baju pengantin setelah makan siang dan shalat dzuhur.

"Mas ...."

Arjuna tersenyum kecil mendengar panggilan mesra Ayushita. Gadis itu sepertinya mulai membiasakan panggilan baru padanya.

"Besok aku mau ke rumah kak Danuar mau ketemu Bibi Rosita sekalian antar undangan." Seketika senyum Arjuna pudar mendengar rencana Ayushita.

"Haruskah?" desah Arjuna. Rasanya tak rela kalau Ayushita harus bertemu mantannya itu.

"Ya harus. Mereka sudah aku anggap keluarga sendiri. Lagian mama juga pengen aku mengundang langsung dengan paman dan bibi," balas Ayushita.

"Oh, keluarga dekat ya. Sayang aja tidak jadi nikah dulu," desis Arjuna. Dengan kasar dia menghidupkan mesin mobil. Ayushita menatap heran perubahan sikap pria di sampingnya.

"Kenapa sih, Mas?"

"Yang, memangnya harus kamu yang ketemu mereka? Kan bisa mama atau kak Ayub. Di sana pasti ada Danuar kan?" Arjuna terus saja bersungut-sungut.

"Memangnya kenapa kalau ada dia? Kan bisa aku undang sekalian," timpal Ayushita. Arjuna kian memberenggut kesal.

"Kamu kenapa, Mas?" sentak Ayushita kesal. Dia memutar kunci kontak agar mesin mati. Pria di sampingnya mulai berwajah datar dan membiarkan mesin menyala tanpa bergerak maju.

"Mas cemburu?" selidik Ayushita. Wajahnya didekatkan ke depan Arjuna yang berusaha mengalihkan pandangan ke luar jendela.

"Ya Allah, ternyata kekasihku cemburu karena berpikir calon istrinya mau ketemu mantan." Ayushita terbahak. Sang Arjuna makin cemberut dengan bibir manyun.

"Mas Arjuna sayang, mau tidak temani aku ke rumah bibi Ros besok?" rayu Ayushita.

"Malas ah. Mau ngapain juga," jawab Arjuna masih jual mahal.

"Tidak mau ya. Yah besok jalan sendiri deh. Mudah-mudah kak Danu bisa ngantar pulang nantinya." Ayushita berlagak pasrah. Arjuna langsung melotot ke arah Ayushita.

"Besok jam berapa? Jangan berangkat sebelum aku jemput," titah pria itu.

"Yakin mau temani?"

"Ekhm, iya. Aku tidak mau mama marah kalau nanti mantunya lecet apalagi diculik orang," tampik Arjuna sambil menyalakan kembali mesin mobil. Ayushita tersenyum senang karena berhasil menggoda sang suami. Ekhm, maksudnya calon suami.

***

"Mamamu juga sudah telepon saya untuk menyampaikan hari pernikahanmu," ujar nyonya Rosita kala menyambut Ayushita dan Arjuna yang berkunjung ke esokan paginya.

"Mama dan tante Indi sibuk berdua menyiapkan acara kami. Bahkan kami dilarang ikut campur. Sebenarnya siapa yang mau menikah nih, kami atau mereka?" timpal Ayushita. Nyonya Rosita tergelak.

"Tidak terasa kamu sudah tumbuh sedewasa ini. Bibi hanya sekali bertemu denganmu waktu ... kalau tidak salah kamu sepuluh tahun." Nyonya Rosita mengalihkan perhatiannya pada Arjuna yang duduk diam di samping Ayushita.

"Saya tidak ingat lagi, Bi. Waktu kecil saya lebih banyak tinggal dengan nenek," ujar Arjuna.

"Kamu beruntung mempersunting gadis cantik ini. Tolong jaga dia dengan baik. Dia sudah seperti putri kandungku. Nanti kalian juga harus sering-sering berkunjung agar wanita tua ini tidak kesepian," pinta nyonya Rosita.

"Memangnya Elena kemana?" tanya Ayushita.

"Elena tidak tinggal di sini lagi. Dia sudah kembali ke rumah ibunya setelah di rawat pasca operasi," terang wanita paruh baya itu.

"Hah??" Ayushita tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Elena sakit apa?"

"Dia ... ah, entah bagaimana mengatakannya. Dia harus menjalani operasi pengangkatan rahim dan Danuar si brengsek itu bersikap tak peduli pada istrinya. Bibi sedih memikirkan nasib rumah tangga mereka yang sudah di ambang kehancuran," keluh nyonya Rosita.

"Maksudnya ... mereka akan bercerai?" tanya Ayushita.

"Mungkin ... entahlah, Nak," cetus wanita itu dengan raut putus asa. Ayushita kian terbelalak mendengar kenyataan yang tidak menyenangkan itu. Hatinya sakit mengetahui bahwa untuk kedua kalinya Danuar bersikap pengecut dan menyakiti hati seorang wanita. Danuar perlu disadarkan dari sikap bajingannya.

"Ayu?" Suara pria di depan pintu membuat mereka serempak menoleh. Di sana Danuar berdiri dengan tatapan merindu ke arah Ayushita. Tatapan yang membuat Arjuna terbakar hingga hampir menghanguskan semua yang ada di ruangan itu. Ketika pandangan dua pria tersebut bertemu, aura kelam menyelimuti Ayushita. Seolah ada genderang perang yang sedang ditabuh.

Arjuna langsung siaga satu.

Bersambung ....

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Nb : Sekwal dipending dulu kelanjutannya ya. Author fokus selesaikan BWW dulu plus selesaikan 1 event yang akan berakhir bulan Desember. Insyaallah akan dicoba selip up juga sih ๐Ÿ˜Š