💝💝💝
Jika ada yang patut dikagumi saat ini maka itu adalah keindahan Tuhan yang terpatri dalam bingkai senja yang sedang merona jingga di garis cakrawala. Kepakan sayap burung di kejauhan menciptakan bayangan semu di atas permukaan cermin samudera. Terasa sunyi, namun damai dalam embusan angin laut yang membelai perlahan. Kidung anak perahu di kejauhan seolah bercerita tentang kisah sang ombak lautan yang tak lelah bertarung dengan karang.
Ayushita masih menatap bulatan bola emas yang hampir tenggelam di balik gugusan gunung kebiruan di kejauhan. Bibirnya tak berhenti berdecak kagum dengan keindahan yang tersaji di depan matanya. Inilah surga bulan madu yang dijanjikan Arjuna untuknya. Surga yang terletak di tengah gugusan pulau kecil dikelilingi pegunungan. Air jernih bak permukaan kaca berwarna hijau dengan gradasi biru sehingga semua yang tersembunyi di bawah permukaan air bening itu dapat terlihat. Surga yang begitu tenang dan damai. Awalnya Ayushita mengira mereka berbulan madu ke Raja Ampat, ternyata itu Pulau Sambori.
Rasa lelah setelah melakukan perjalanan puluhan jam, pindah penerbangan beberapa kali, lalu naik bus, dan terakhir naik perahu cepat, terbayar dengan panorama memanjakan mata di pulau tersebut.
"Kamu suka tempat ini, Sayang?" Tiba-tiba Arjuna telah berada di belakang Ayushita, memeluk pinggang ramping wanita itu. Tak lupa menyematkan sebuah kecupan hangat di pelipis sang istri.
Ayushita mengangguk dengan senyum manis menghias bibir. Dia berbalik dan membalas pelukan Arjuna dengan meletakkan kedua tangan di pundak pria itu.
"Tempat ini sangat indah, sangat tenang, udaranya sangat segar, dan rasanya seperti di antah berantah," ujar Ayushita. Arjuna tertawa kecil.
"Tak akan ada yang akan mengganggu kita di sini. Tempat ini agak sulit dari jangkauan jaringan telekomunikasi sehingga tidak akan ada panggilan darurat yang mengganggu," imbuh Arjuna.
"Really?" Ayushita langsung memeriksa penanda jaringan pada gawainya.
"Benar ya. Jaringan agak low sih. Wah, darimana kamu menemukan tempat ini? Ini benar-benar surga yang damai," celutuk Ayushita tersenyum lebar.
"Beberapa tahun lalu saya bertemu salah satu mahasiswa dari daerah sini. Dia mengajak saya liburan jadinya aku tahu tempat ini. Ayahnya pengelola tempat ini," jawab Arjuna.
"Maksudmu Pak Hasim yang mengantar kita ke sini tadi?" Arjuna mengangguk mengiyakan pertanyaan Ayushita.
"Hampir magrib. Ayo bersiap shalat magrib lalu makan malam. Pak Hasim sudah menyiapkan dinner untuk malam ini," tutur Arjuna. Dia segera menarik Ayushita untuk beranjak masuk ke dalam cottage. Angin laut terasa semakin dingin berhembus saat mereka berdiri di teras.
Cottage tempat keduanya menginap termasuk yang terbesar dari beberapa cottage di sekitar tempat wisata itu. Letaknya pun sedikit berjauhan dengan cottage lainnya. Semua cottage dibangun di permukaan laut di sekitar gugusan pulau Sambori. Lumayan jauh dari desa tempat pelabuhan perahu. Namun, mereka tidak perlu khawatir karena pengelola tinggal tidak jauh dari lokasi wisata dan setiap hari datang memeriksa kebutuhan penginap.
Setelah shalat Maghrib dan Isya berjamaah, Ayushita berganti pakaian sore dengan gamis biru muda dipadu kerudung praktis warna biru tua. Mereka akan makan malam honeymoon di dalam cottage saja ditemani pemandangan pulau malam hari.
Lampu listrik menerangi semua cottage juga jembatan penghubung antar cottage. Di kejauhan lampu kerlap kerlip berasal dari pemukiman penduduk.
Arjuna dan Ayushita duduk menghadap meja makan yang telah penuh dengan berbagai makanan laut segar dan menggiurkan. Ada ikan laut bakar dengan sambal matah segar, lobster bakar bumbu kecap, tumis kerang laut yang belum pernah dinikmati Ayushita. Nasi putih masih mengepul dengan aroma harum. Beberapa jenis sayur ikut dihidangkan. Bahkan ada dua batang lilin merah yang dipajang di atas meja.
Arjuna menyeruput teh manis sebelum mencomot daging lobster.
"Berdoa dulu," sentak Ayushita dengan mata melotot tajam ke arah pria itu.
"Sudah," kelit Arjuna semringah. Sejenak Arjuna fokus pada gawainya. Tak lama kemudian sebuah lagu romantis mengalun syahdu.
"Biar lebih romantis. Biarpun bulan madunya di pedalaman, tetapi ini tetap bulan madu," tukas Arjuna. Ayushita hanya tertawa.
Keduanya mulai makan malam dengan hikmad. Tanpa obrolan, hanya suara dentingan piring dan sendok meningkahi sunyinya alam yang diiringi lagu romantis.
Setelah makan malam berakhir, Arjuna mengajak Ayushita rebahan di bale-bale yang disiapkan di teras cottage. Pak Hasim menyediakan karpet lembut serta beberapa bantal sesuai permintaan Arjuna.
"Rasanya kenyang karena makanannya enak dan segar. Angin laut ini juga sejuk jadinya ngantuk," ujar Ayushita yang sedang bersandar di dada Arjuna. Sedangkan Arjuna menyamankan diri dengan bertumpu pada bantal-bantal di belakang punggungnya. Kedua tangannya memeluk bahu Ayushita.
"Jangan tidur dulu, Honey wife. Nikmati panorama malam ini karena belum tentu akan kita dapati di kota," kata Arjuna. Dia menyodorkan secangkir teh hangat pada Ayushita.
"Kan kita juga bisa menikmati bintang-bintang ini di Kampung Petak Hijau," sela Ayushita lalu meneguk teh tersebut.
"Hmm ... iya juga." Arjuna kembali mengambil alih cangkir di tangan Ayushita dan meletakkan di atas meja.
"Hubby!"
"Hmm?"
"Kamu pengennya tinggal dimana nanti. Di kota atau di kampung?"
"Kalau istriku maunya dimana?"
"Di kampung."
"Kenapa?"
"Lebih tenang. Lebih bisa menikmati hidup. Kita bisa berbaur dengan warga. Lebih manusiawi."
"Terserah maunya istriku saja."
"Ih, jangan gitu," protes Ayushita ketika Arjuna mencuri ciuman di bibirnya. Arjuna hanya menyeringai.
"Honey wife."
"Hmm?"
"Mau punya anak berapa?"
"Anak? Berapa ya? Kalau Hubby maunya berapa?"
"Sebelas."
"Hah? Banyak bener. Emang kuat bikin sebanyak itu?"
"Bisa. Aku kan dokter anak."
"Hah? Apa hubungannya?"
"Yuk!"
"Yuk kemana?"
"Masuk ke dalam," bisik Arjuna.
"Ngapain?" tanya Ayushita dengan wajah polos. Arjuna gusar dibuatnya.
"Bikin kesebelasan."
Dengan sekuat tenaga Arjuna menggendong Ayushita ala pengantin. Saat Ayushita protes minta diturunkan, Arjuna langsung membungkam protes sang istri dengan ciuman panjang nan panas sepanjang perjalanan menuju kamar.
Suara pintu kamar berdentam ketika Arjuna mendorong menggunakan kaki dengan tidak sabar. Pintu kamar tertutup rapat dengan suara kunci diputar.
"Istriku sayang, hadiahnya kamu bawa?" Samar suara Arjuna dari dalam kamar.
"Iya."
"Besok dipakai ya."
"Tidak mau. Malu. Eh, kamu ngapain?"
"Sama suami sendiri malu. Kan sudah halal aku lihat dan pegang, sayang."
"Hubby ...!"
Desau angin semakin kencang mengembus di sela-sela pohon hijau. Riak angin laut menyentuh permukaan pasir putih menemani gelombang malam penyatuan dua hati dalam ikatan cinta yang halal sebagai rangkaian ibadah kepada Sang Maha Cinta.
***
Charly mengelus dagu sambil mengamati laporan pencapaian Santika Hotel selama dua kuartal. Keningnya berkerut dalam menyembunyikan wajah jail yang biasa dia perlihatkan. Bukan tanpa alasan Charly begitu menekuni lembaran demi lembaran dokumen di depannya. Sejak Arjuna menikah dan tetap menolak posisi Direktur Utama di hotel tersebut, Pak Salam menyerahkan posisi tersebut kepada Charly. Pria itu tak bisa mengelak karena Elvira pun menolak dan segera melarikan diri bersama suaminya ke pulau Kalimantan. Jabatan itu juga sebagai cara Pak Salam untuk menghentikan kebiasaan hura-hura Charly. Sudah saatnya dia diberi tanggung jawab.
Sebuah ketukan di pintu membuyarkan konsentrasi Charly sejenak.
"Masuk!" titah Charly tanpa mengalihkan perhatian dari kertas di atas meja. Pintu terbuka dan seorang perempuan bersetelan kantor resmi dengan rambut cokelat panjang melangkah masuk.
"Selamat pagi, Pak. Saya Ameera, sekretaris Pak Salam," sapa perempuan itu.
Mendengar suara merdu di depannya, perlahan Charly mengangkat wajah hingga mendapati sebentuk senyum sopan namun manis di wajah perempuan yang baru saja memperkenalkan diri itu. Charly tercengang sampai tak mampu mengalihkan pandangannya dari makhluk indah di depannya.
"Maaf, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ameera canggung melihat Charly menatapnya intens.
"Oh ... ya, hmm ... buatkan kopi. Gak usah terlalu manis. Melihatmu saja sudah bikin diabet saya naik," jawab Charly sedikit tergeragap.
"Baik, Pak." Ameera berbalik.
"Tunggu!" seru Charly menghentikan langkah Ameera yang sudah hampir membuka pintu. Perempuan muda itu kembali berbalik.
"Siapa namamu tadi?" tanya Charly.
"Ameera, Pak."
"Lalu, saya harus panggil apa? Ami, Mira, atau sayang?"
"Ameera saja, Pak."
"Oke, Ameera sayang. Segera buatkan kopi."
Ameera segera keluar dari ruangan itu dengan jengah. Dia tidak menyangka kalau atasan barunya tipikal playboy. Dia harus ekstra sabar menghadapi sang bos.
Pak Salam orangnya baik dan sopan banget, kok anaknya yang itu rada menyimpang ya? batin Ameera.
Lima menit kemudian Ameera kembali dengan secangkir kopi di atas nampan perak. Perlahan dia meletakkan cangkir di atas meja kerja.
"Silahkan kopinya, Pak. Tidak terlalu manis."
"Terima kasih," ucap Charly mengedipkan sebelah matanya. Ameera langsung merinding.
"Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?"
"Gak ada. Nanti kalau ada sesuatu saya perlukan saya panggil kamu. Stay aja di meja kamu."
"Baik. Saya permisi." Ameera berbalik.
"Satu lagi." Ameera kembali menghadap Charly.
"Kalau ada yang cari saya, nona-nona atau nyonya-nyonya selain Nyonya Indi tentu saja, kasi tahu saya tidak ada. Bilang saja saya lagi bulan madu ke Maladewa," titah Charly. Dahi Ameera berkerut.
"Paham?" Ameera mengangguk cepat.
"Ya sudah." Charly mengibaskan tangan mengisyaratkan sang sekretaris agar keluar. Ameera menutup pintu perlahan lalu kembali ke belakang meja. Sebagai sekretaris Direktur Utama, Ameera bertugas melayani semua keperluan bosnya selama di kantor, menyiapkan keperluan rapat, hadir dalam rapat tertentu, juga menerima tamu atasan.
Sepertinya tugasku kali ini bertambah menjadi penghalau nona-nona dan nyonya-nyonya yang ingin bertemu Pak Charly. Dasar player cap kapak. Repot sendiri kan? Eh, malah saya dilibatkan, gerutu Ameera.
Telepon di meja kerja Ameera berdering. Telepon dari ruangan direktur.
"Ada apa, Pak?" tanya Ameera.
"Kamu menggerutu tentang saya tadi ya?" tanya Charly.
"Hah? Maaf, tidak Pak." Telepon ditutup. Ameera menoleh ke arah pintu ruang direktur dengan wajah masam.
***
Charly sedang menemui seorang klien di sebuah restoran Jepang bersama Ameera. Kali ini seorang investor yang akan bergabung dalam rencana pembangunan hotel baru milik Santika Corporation di kota M. Pembicaraan berlangsung serius dilanjutkan makan siang. Demi kenyamanan, mereka menggunakan salah saru ruang VIP.
Sore hari, Charly dan Ameera selesai menemui klien. Beriringan mereka menuju parkiran restoran bersiap kembali ke kantor.
"Charly sayang." Sebuah suara lembut mendayu menghentikan langkah keduanya. Ketika mereka menoleh ke sumber suara, seorang wanita berkulit putih mulus dengan porsi tubuh menggoda berusia hampir empat puluhan berjalan anggun ke arah mereka. Dari pakaiannya Ameera bisa menerka jika wanita itu adalah seorang sosialita.
Ketika telah sampai ke hadapan Charly, wanita itu langsung mencium pipi Charly kiri dan kanan.
"Regina? Ngapain di sini?" tanya Charly sedikit canggung karena ada Ameera di sana. Namun, rasa canggung itu dia sembunyikan dengan sengaja mengelus lengan Regina. Wanita itu langsung memeluk tubuh jangkung Charly.
"Aku lagi ada arisan bareng teman-teman sosialita aku di sini. Kebetulan lihat kamu keluar dari salah satu ruang VIP," jawab Regina dengan nada manja. Charly memaksakan senyum manis yang mampu membuat para wanita bertekuk lutut padanya. Sekilas dia memberi kode kepada Ameera yang berdiri bengong di belakang Regina untuk menyelamatkannya. Ameera yang memahami isyarat Charly segera bertindak cepat.
Ameera pura-pura menjauh dan menempelkan gawai ke telinga seolah sedang menerima telepon. Sesaat kemudian dia menghampiri Charly yang masih kerepotan menghadapi Regina.
"Pak, ada telepon dari kantor. Katanya ada hal urgent," lapor Ameera.
"Oh ya? Regina, sorry aku harus balik ke kantor sekarang. Nanti kapan-kapan kita ngumpul dengan anak-anak lainnya."
"Really? Oke, kutunggu kabar dari kamu. Telpon ya?" tukas Regina tak rela. Charly mengacungkan jempolnya dan segera berlalu dari tempat itu diikuti oleh Ameera.
Keduanya masuk ke dalam mobil. Charly duduk di belakang kemudi sedangkan Ameera duduk di kursi penumpang depan. Charly langsung melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya kemudian menarik napas lega.
Ameera hanya melirik sejenak sang bos. Dia segera mengenakan sabuk pengaman setelah meletakkan tas kerja di kursi belakang.
"Hampir saja. Good job, Ameera. Bulan ini bonusmu saya tambah," cetus Charly.
Ameera menggigit bibir dengan senyum kecut. Charly tertawa melihat reaksi sekretarisnya.
Tbc.
💝💝💝
Nb :
Jujur rada malu tulis adegan honeymoon Arjuna dan Ayushita 🙈🙈🙈.
Karakter Charly mengingatkan pada teman yang playboy banget. Hadeeh repot juga jalan dengan playboy.