💝💝💝
Bagai petir menggelegar di puncak kepalanya, Danuar terkejut mendengar ucapan Elena. Sebuah penolakan dilontarkan istrinya dengan wajah sedih dan lemah. Mulut Danuar terbuka hendak mengatakan sesuatu namun dipotong oleh Elena.
"Maafkan aku, Mas. Aku tidak ingin kembali ke rumah bersamamu," ujar Elena kembali mengangkat kepala memandang wajah terkejut Danuar.
"Mengapa, El?" tanya Danuar dengan raut sedih. "Apakah kamu membenciku?"
Elena membisu. Apakah dia membenci suaminya? Tidak. Dia tidak bisa membencinya. Dia hanya takut jika Danuar akan kembali mengabaikannya.
"Aku takut," gumam Elena. Dia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya kian memutih.
"Takut kenapa? Apakah kamu takut aku akan mengabaikanmu? Sayang, maafkan aku. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik. Aku akan berusaha merubah sifat egoisku. Tidak, mungkin aku akan sulit merubahnya tetapi akan berusaha. Kita akan kembali seperti dulu saling mencintai dan membutuhkan," bujuk Danuar.
Elena terdiam mendengar janji yang diucapkan pria itu. mungkin dia lupa kalau ada hal yang lebih krusial dari sikap mengabaikan itu. Semua berawal dari ketidakmampuannya mengandung lagi. Apakah pria itu lupa? Itu alasan mendasar hingga semua masalah ini terjadi.
"Sayang, katakan sesuatu," pinta Danuar menanggapi sikap diam Elena. Tampaknya wanita itu belum bisa menerima janji yang dia ucapkan.
"Aku tetap tidak bisa, Mas. Maafkan aku. Pulanglah, jangan membuat mama dan papa khawatir." Elena memutar kursi roda kemudian perlahan menggerakkan roda dengan tangannya.
"El, jangan begini. Katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu pulang bersamaku," cegah Danuar berdiri di depan istrinya.
"Tak ada yang perlu Mas Danu lakukan. Aku hanya menempatkan diriku pada tempat yang seharusnya dan tempat itu bukan di samping Mas Danu lagi," tukas Elena dengan pandangan kosong ke depan.
"Apa maksudmu?" Danuar mengerutkan dahi.
"Nak Danuar, Elena harus istrahat. Pulanglah," pinta ibu Elena melerai pembicaraan keduanya. Sedari tadi sang ibu hanya memperhatikan pembicaraan pasangan suami istri tersebut.
Danuar mengalah. Elena beranjak pergi meninggalkan sang suami yang lunglai menerima penolakannya. Elena telah berhenti mencintainya.
"Pulanglah, Nak. Renungkan apa yang dikatakan Elena. Dia terpukul menghadapi kenyataan bahwa tidak bisa lagi menjadi sempurna untukmu. Dia hanya wanita cacat yang selamanya takkan pernah bisa sembuh lagi. Biarkan ibu yang merawatnya," tukas ibu Elena dengan lemah lembut. Wanita itu menyadari betapa masih besar cinta pria itu pada putrinya. Hanya saja dia tidak ingin Elena sakit hati lagi.
Danuar keluar dari rumah Elena dengan putus asa. Hal yang disadari berikutnya adalah Elena memang tidak sempurna lagi. Wanita itu tidak akan bisa melahirkan seorang anak untuknya. Apakah itu yang membuat Elena mendorongnya pergi?
Pintu tertutup rapat kembali. Sayup-sayup Danuar mendengar suara Elena meraung dalam kepiluan. Suaranya menyayat hati membuat pria itu ikut meneteskan air mata. Istrinya sedang sedih akan tetapi dia tidak bisa menghiburnya. Danuar benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.
***
Sehari menjelang pernikahan. Ayushita dan keluarganya sudah check-in di hotel tempat prosesi ijab qabul rencananya akan dilaksanakan, yaitu di mushollah hotel. Malam harinya resepsi pernikahan akan dilaksanakan di ballroom yang telah disiapkan.
Kini, Ayushita sibuk melakukan rangkaian perawatan yang disiapkan oleh calon ibu mertuanya di pusat spa dalam hotel tersebut. Gadis itu menikmati berbagai perawatan pengantin dengan berbagai ramuan tradisional, mandi dengan berbagai kelopak bunga bercampur minyak esens untuk membuat seluruh tubuhnya wangi, halus dan bersinar. Perawatan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah seluruh tubuhnya bersih dan wangi, tangan dan kakinya kembali dihias dengan ukuran hena India yang sangat indah.
Ayushita mengamati kedua tangan dan kakinya yang seperti ditato. Senyumnya mengembang indah membuat perempuan yang melukis tangannya ikut tersenyum.
"Ini sangat indah. Bagaimana kamu mengukirnya?" celutuk Ayushita.
"Saya belajar selama beberapa waktu, Nona. Gambarnya disesuaikan dengan sifat dan karakter orang yang akan dilukis. Untuk warna menyesuaikan warna kulit. Kulit Nona sangat halus dan putih jadi cocok dengan warna apa saja. Saya memilih warna putih dipadu dengan warna emas agar semakin elegan dan indah," ulas si pengukir hena. Ayushita berdecak kagum mendengar penjelasannya.
"Berapa lama ini bertahan?" tanya Ayushita lagi. Dia membolak-balikkan tangannya dengan gemulai menirukan penari India.
"Bahan yang saya gunakan tahan lama. Itu akan bertahan selama beberapa hari. Tapi kalau Nona ingin segera membersihkannya, saya akan membantu," jawab perempuan itu.
"Terima kasih. Saya menyukainya," ucap Ayushita masih mengamati kuku jarinya yang tidak terlalu panjang. Perempuan spa itu tersenyum senang melihat senyum indah di wajah sang calon pengantin perempuan.
Ponsel Ayushita berdering menampilkan sebuah panggilan video dari Arjuna. Perempuan spa itu ikut mengalihkan perhatian pada layar ponsel Ayushita dan tentu dia tahu siapa yang sedang melakukan panggilan tersebut.
Dia berdecak iri dalam hati melihat betapa beruntungnya Ayushita dipersunting oleh putra pemilik hotel tersebut.
Ternyata bukan hanya sebuah rumor jika pemilik Santika Hotel mempunyai seorang putra tampan berprofesi dokter. Para karyawan perempuan sering membicarakannya namun belum pernah ada dari mereka melihat seperti apa tampang sang pangeran tersebut. Jika mereka melihatnya, tentu saja para wanita itu akan merasa iri pada Ayushita.
"Assalamu'alaikum, selamat siang Pak Dokter," sapa Ayushita sengaja memasang mode loudspeaker. Tangannya tidak memungkinkan memegang ponsel.
"Wa'alaikumussalam calon istriku yang cantik." Ayushita langsung bersemu merah mendengar balasan Arjuna. Perempuan spa di dekatnya pun tak dapat menyembunyikan senyumnya.
"Lagi dimana, Sayang?" tanya Arjuna dengan suara serak. Sepertinya dia baru bangun tidur.
"Lagi di spa untuk perawatan tubuh. Nih lagi pakai hena," jawab Ayushita seraya menggerakkan jemari lentiknya seolah Arjuna sedang melihatnya.
"Lihat dong, Honey love. Kita video call ya," pinta Arjuna.
"Gak boleh. Aku lagi buka aurat nih," tolak Ayushita.
"Makanya aku pengen lihat, Hon. Aku juga kangen pengen peluk kamu," ujar Arjuna dengan nada memelas.
"Ih, belum sah. Sabar dong sampai besok. Setelah itu kamu bisa puas-puasin lihat aku," ujar Ayushita dengan raut sedikit cemberut. Akhir-akhir ini Arjuna dalam mode manja.
Selesai bertelepon dengan Arjuna, Ayushita mengedarkan pandangannya mencari seseorang. Di sebuah ranjang, Firda sedang terlelap dengan masker lumpur yang masih menempel di wajahnya. Suara dengkuran halus terdengar mengalun di mulutnya. Rupanya gadis itu sudah terlelap sejak tadi. Mungkin karena kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh dari kampung Petak Hijau.
Sehari penuh dihabiskan Ayushita untuk memanjakan diri sebelum menjalani hari besar dalam hidupnya. Peristiwa bersejarah yang akan merubah jalan hidupnya dari gadis bebas menjadi seorang istri yang akan lebih banyak mengabdi pada sang suami.
***
Pukul sembilan pagi, mushollah Santika hotel yang telah diatur sedemikian rupa telah ramai dengan tamu undangan yang akan menyaksikan prosesi akad nikah Arjuna dan Ayushita. Kebanyakan tamu yang hadir saat itu adalah keluarga dekat dari pasangan tersebut.
Arjuna pun sudah duduk apik di depan sebuah meja berhias bunga mawar putih dan lili. Di depannya, Pak Ruslan, calon mertuanya duduk tenang bersama petugas dari KUA yang akan menikahkan pasangan calon pengantin. Keduanya sesekali bercakap-cakap lirih.
Berbeda dengan calon mertuanya, Arjuna tampak sangat tegang dan sulit mengurai senyum sedikit pun. Berbagai kekhawatiran berkecamuk di hatinya. Dia takut tidak bisa mengucapkan kalimat akad dengan lancar atau tiba-tiba dia pingsan karena rasa gugup.
Charly yang duduk di samping kanannya bersama Pak Salam terus menerus tersenyum jail ke arah sang kakak.
"Pst, gak usah gugup. Ingat malam pertama sebentar," celutuk Charly dengan seringai menyebalkan. Seketika sebuah pukulan mendarat di kepalanya. Ketika dia berbalik, Charly hanya bisa tersenyum menggoda ke arah Nyonya Indi yang melotot kesal kepadanya.
Suasana masih ramai sambil menunggu calon pengantin wanita masuk ke ruangan tempat prosesi akad nikah. Arjuna semakin gelisah. Rasanya seperti menunggu setahun. Dia tidak sabar ingin melihat calon istrinya yang tak bisa ditemui selama seminggu. Masa pingit membuatnya tersiksa.
Tiba-tiba keramaian itu teralihkan ke pintu masuk ruangan. Ketika mereka menatap ke sumber keributan mereka mendapati Ayushita yang melangkah perlahan diapit oleh Firda dan salah satu pegawai hotel yang ditugaskan membantu persiapannya.
Arjuna menahan napas sesaat tatkala menatap betapa cantik dan anggunnya Ayushita dalam balutan kebaya hijau muda yang menjuntai panjang seperti ekor burung merak. Kain batik berwarna putih gading bersulam benang emas membungkus rapi kaki jenjangnya yang dilapisi kaos kaki berwarna kulit. Sebuah mahkota berwarna putih di atas kerudung sutra putih yang membungkus kepalanya, melengkapi pesona Ayushita bak putri keraton Jawa. Riasan wajahnya tidak terlalu tebal akan tetapi menegaskan sifat ayu dalam diri Ayushita. Setiap undangan yang menatapnya seolah tersihir oleh sebuah mantra kecantikan yang berhembus misterius dalam ruangan itu.
Ketika Ayushita dibimbing untuk duduk di samping Arjuna, pria itu belum bisa mengalihkan perhatiannya dari wajah sang kekasih. Seakan jika mengalihkan pandangannya sedetik pun maka raga Ayushita akan menghilang seketika.
"Ekhm, calon mempelai pria? Apakah sudah siap?" Pak penghulu berdehem keras sehingga membuyarkan fokus Arjuna pada Ayushita.
Beberapa kerabat tergelak melihat wajah salah tingkah Arjuna yang tepergok tak berhenti menatap Ayushita. Bahkan, Charly tertawa sangat keras dan berhasil mendapat pelototan dari Ayub yang duduk di samping kiri Ayushita. Seketika Charly membungkam mulutnya.
"In- insyaallah saya siap, Pak," gumam Arjuna menahan rasa malu. Pak penghulu tersenyum sejenak.
Sesaat kemudian, pembawa acara mulai memandu acara ijab kabul tersebut. Dimulai dari pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang terlantun hikmad memenuhi seluruh ruangan. Suasana hening merayapi sukma seolah mengizinkan para malaikat turut mengucapkan puji-pujian kepada Sang Maha Pemberi kasih sayang.
Prosesi dilanjutkan pada pengucapan akad. Pak Ruslan maupun Arjuna mengucapkan kalimat ijab kabul dengan lancar tanpa ada kendala berarti. Ketika dua orang saksi yang ditunjuk berhasil mengesahkan akad tersebut, seketika gemuruh ucapan hamdalah menggema dalam ruangan.
Arjuna dan Ayushita menghela napas lega dengan ucapan syukur terlantun di bibir mereka. Petugas KUA membimbing Arjuna untuk membaca zigat taklik kemudian kedua mempelai menandatangani dokumen nikah yang telah disiapkan.
Dengan semburat malu di wajahnya, Ayushita menyodorkan jemarinya kepada Arjuna yang telah siap memasangkan sebuah cincin berlian mungil di jari manis kanannya. Setelah itu giliran Ayushita menyematkan cincin versi pria ke jari Arjuna. Sebuah kecupan ringan dihadiahkan Arjuna di kening sang kekasih yang telah sah menjadi istrinya.
Tepuk tangan bergemuruh memenuhi ruangan. Keduanya melakukan sungkem kepada kedua orang tua mereka. Berbagai nasihat diberikan kepada keduanya. Ayushita memohon restu kepada ayahnya, Ayub, serta ibunya dengan air mata berlinang. Ayub memeluk erat sang adik seolah berat melepas sang adik diambil orang. Sejenak dia melirik Arjuna yang telah menjadi adik iparnya. Tatapan matanya mengisyaratkan sebuah ancaman jika-kamu-menyakiti-adikku-maka-kamu-akan-berurusan-denganku.
"Selamat ya sayang. Alhamdulillah semua lancar dan sekarang kamu sudah menjadi Nyonya Arjuna Prawira. Kamu lihat kan tadi Arjuna terpesona sama kamu. Dia sampai tidak berkedip," goda Firda ketika keduanya berpelukan erat.
"Alhamdulillah. Ternyata perawatan kemarin berhasil," balas Ayushita.
"Jadi, sudah siap untuk malam pertama?" goda Firda lebih lanjut. Ayushita langsung mendaratkan sebuah cubitan di lengan sahabatnya itu. Bukannya kesakitan, Firda semakin tergelak lebar. Ayub menatap keduanya dengan tatapan datar.
Di sisi lain, Nyonya Indi dan Nyonya Aliyah berpelukan sambil menangis haru. Nyonya Rosita yang turut hadir bersama ayah Danuar ikut meramaikan tangis haru kedua sahabatnya tersebut. Meskipun dia tidak berhasil memiliki Ayushita sebagai menantunya, tetapi dia bahagia sebab Ayushita memiliki seorang ibu mertua sebaik Indi sahabatnya. Dia tidak akan menyesalinya lagi dan tetap menganggap Ayushita sebagai putrinya.
***
Suasana ballroom Santika Hotel di malam hari lebih meriah lagi. Bunga mawar dan bunga lili putih mendominasi dekorasi seluruh ruangan yang bernuansa hijau muda. Kain tirai berwarna putih dan emas digantung sedemikian rupa di langit-langit ballroom yang menjulang tinggi.
Tamu berjumlah seribu orang sesuai yang tercatat dalam buku daftar tamu memenuhi ruangan megah tersebut. Keluarga kerabat, teman-teman seprofesi Ayub, Arjuna, maupun Ayushita, serta kolega bisnis kedua keluarga besar hadir memberikan ucapan selamat kepada mereka.
Siapa pun sudah bisa menebak siapa yang mengatur ruang acara semewah itu. Nyonya Indi sebagai salah satu sosialita berpengaruh di kota P sudah tentu tidak akan main-main merancang acara pernikahan putra kesayangannya. Apapun permintaan menantunya dipenuhi, termasuk menyiapkan banyak meja dengan pengaturan jarak sedemikian rupa agar tidak ada tamu yang makan atau minum sambil berdiri apalagi berdesak-desakan. Setiap meja akan dilayani oleh beberapa pelayan yang disiapkan pihak hotel. Bahkan, semua tamu diperlakukan sama tanpa membedakan jabatan mereka. Agar terasa nyaman, para tamu bisa duduk dengan kerabat atau teman yang dikenalnya.
Bintang utama malam resepsi itu tidak kalau berkilau. Ayushita berhasil memesona seribu pasang mata dengan mengenakan gaun berkerah serta lengan panjang yang didominasi warna putih dengan beberapa aksen lipatan berwarna hijau disemat beberapa batu berlian. Sebuah tiara kecil melengkapi kerudung hijau serta kain renda putih transparan.
Arjuna mengenakan tuksedo warna putih dan dasi hijau. Beberapa orang tak bisa menahan diri dengan menggumamkan kekaguman mereka pada pasangan yang sangat serasi tersebut.
"Sayang, apakah kamu lelah?" bisik Arjuna di dekat telinga Ayushita saat mereka masih berdiri di atas panggung menerima ucapan selamat dari para tamu.
"Bukankah kita sudah mempersiapkan diri untuk hari ini? Aku tidak apa-apa. Masih banyak tamu yang akan menghampiri kita," balas Ayushita dengan berbisik pula. Dia segera memasang senyum manisnya saat beberapa tamu yang tidak dikenalnya mengucapkan selamat. Dia hanya bisa menangkupkan tangan demi mematuhi aturan menjaga jarak.
"Bilang ya kalau kamu lelah. Aku akan meminta Firda mengantarmu ke kamar," cetus Arjuna.
"Acaranya tidak lama lagi selesai kok," balas Ayushita.
Ketika Ayushita mengarahkan pandangannya ke tangga naik panggung, tatapannya bersirobok dengan Danuar yang sedang menuju ke arah mereka. Pria datang seorang diri. Hati Ayushita mencelos melihat wajah Danuar yang jauh dari kata segar. Wajah pria itu begitu kuyu dengan lingkar hitam menggelap di kelopak matanya.
"Selamat ya, Bro," ucap Danuar ketika dia telah berdiri di depan pasangan pengantin itu. Dengan canggung dia menepuk lembut bahu Arjuna yang hanya bisa memasang senyum sama canggungnya. Mereka belum pernah berkenalan secara resmi.
"Mas, ini Kak Danuar," kata Ayushita. Arjuna pun hanya mengangguk pelan. Sementara Danuar mengarahkan tatapannya pada Ayushita.
"Maafkan atas apa yang pernah aku lakukan di masa lalu. Semoga kamu berbahagia selalu," lirih Danuar sendu. Ayushita tersenyum dan mengangguk.
"Boleh aku memelukmu terakhir kali?" pinta Danuar.
Bersambung ....
💝💝💝
Assalamu'alaikum ....
Annyeonghaseyo ....
Hai ... hai lama tak bertemu. Maaf kalau baru muncul. Kali ini saya akan berusaha segera menamatkan BWW.
Sampai ketemu di episode selanjutnya.
Annyeong ....