๐๐๐
Suasana pagi di Santika Hotel sehari setelah perhelatan akbar putra pertama pemilik hotel masih sangat ramai. Keluarga inti, sebagian besar keluarga besar, dan kerabat dari luar kota menginap di hotel tersebut. Secara bersamaan mereka sarapan pagi di restoran hotel sebelum kembali ke tempat asal masing masing.
Ayushita turun ke restoran di lantai dua dari suite room mereka di lantai sembilan pada pukul delapan pagi. Suasana ramai telah sedikit berkurang. Beberapa meja masih penuh terisi para tamu dari Kampung Petak Hijau. Ketika Ayushita masuk ke dalam restoran mereka serempak berseru dan melambaikan tangan ke arahnya.
Ayushita menghampiri meja mereka. Beberapa meja disatukan agar mereka bisa sarapan bersama.
"Apa kabar pengantin baru?" sapa Dian mendahului yang lain. Gadis yang pernah berusaha dekat dengan Arjuna sekaligus asistennya itu tersenyum lembut ke arahnya.
"Alhamdulillah tidur nyenyak," jawab Ayushita kalem.
"Kemana Pak Dokter?" tanya Teddy penasaran sebab Ayushita datang sendirian.
"Dia ... ada keperluan di RS utama pagi ini," jawab Ayushita canggung. Sangat tidak mungkin dia mengumumkan kepada mereka kalau dia hanya bisa memeluk guling sepanjang malam.
"Terima kasih sudah mengundang kami ke kota, menjamu kami di hotel mewah seperti ini. Jujur ini pengalaman pertama bagi kami. Semua berkat Ibu Sita," timpal Pak Mardi. Pernyataan kepala sekolah itu disetujui semua orang, terutama kakek dan nenek Joe yang tak berhenti mengusap airmata di kedua mata renta mereka. Rasa haru dan syukur melingkupi suasana pagi itu.
Ayushita merangkul tubuh kurus kakek dan nenek Joe.
"Saya juga berterima kasih karena kalian sudah meluangkan waktu untuk datang ke sini. Pasti sangat lelah di perjalanan," pungkas Ayushita.
"Tidak, Kak. Kami naik bus yang sangat besar dan nyaman. Ada AC, ada tivinya, ada juga makanan di dalam. Bahkan kami tidak memakan bekal kami sama sekali," potong Teddy tiba-tiba. Semua mengangguk mengiyakan.
Ayushita sudah bisa menebak siapa yang melakukan hal itu. Itu pasti ulah ibu mertua yang sangat memanjakannya. Rasanya sebuah berkah memiliki ibu mertua yang sangat perhatian, bukan hanya padanya, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya.
"Apakah Ibu Ayu dan Pak Dokter masih akan kembali ke kampung?" tanya Bu Mar salah satu teman guru.
"Insyaallah, Bu. Kami masih mengatur banyak hal di sini. Kontrak saya dan Pak Dokter juga belum berakhir di sana. Kami masih memiliki tanggung jawab yang harus ditunaikan," jawab Ayushita.
"Alhamdulillah," seru mereka bersamaan. Ayushita bahagia karena penduduk kampung sangat menerima kehadiran mereka. Sesaat kemudian dia berpamitan untuk bergabung bersama keluarganya.
"Ekhm. Sepertinya ada yang gagal malam pertama nih," celutuk Charly saat Ayushita duduk di samping Nyonya Indi. Ayushita mengerutkan kening ke arah adik iparnya tersebut.
"Arjuna kemana, Nak?" tanya Nyonya Indi yang juga penarasaran karena putri menantunya datang sendiri untuk sarapan pagi.
"Aku tahu kemana perginya," potong Charly sebelum Ayushita sempat menjawab. "Semalam aku lihat dia pergi dengan terburu-buru dengan membawa tas kerjanya. Sepertinya ada hal darurat sehingga meninggalkan momen paling penting semalam."
Ayushita menatap kesal ke arah Charly yang menampilkan seringai mengejek padanya. Dasar ipar laknat, batin Ayushita. Elvira yang menyadari raut kesal Ayushita langsung menyikut lengan Charly. Sedangkan suami Elvira hanya bisa menggeleng-geleng dengan tingkah jail kakak iparnya. Charly sangat berbeda dengan Arjuna. Mungkin karena mereka berbeda orang ibu.
"Apa benar seperti itu?" tanya Nyonya Indi. Ayushita menghela napas sebelum menjawab.
"Iya. Semalam ada panggilan dari Dokter Lukas. Ada pasien anak emergency. Dokter anak di RS utama sedang seminar di luar kota," jawab Ayushita.
"Pantas wajahnya cemberut pagi-pagi," goda Pak Ruslan. Seisi meja tertawa. Ayushita makin memberenggut.
"Ma, yang siapin akomodasi untuk teman-teman saya dari kampung itu Mama ya?" tanya Ayushita pada Nyonya Indi.
"Iya. Arjuna bilang kalau punya banyak teman-teman yang selalu membantu kalian di sana. Pak Junaid juga sudah cerita tentang penyerangan yang merenggut nyawa Joe. Mama turut berduka. Dan Mama bersyukur karena mereka sudah menjaga kalian berdua di sana. Ini hanya sedikit ucapan terima kasih kami untuk mereka," jawab Nyonya Indi sambil mengelus kepala putri menantunya yang tertutup kerudung sederhana. Ayushita langsung memeluk Nyonya Indi.
"Terima kasih, Ma. Aku juga sangat berterima kasih karena Mama peduli pada mereka," bisik Ayushita dengan mata berkaca-kaca. Nyonya Indi hanya mengangguk perlahan. Putri menantunya adalah wanita yang baik hati. Dia pantas mendapatkan hal-hal baik dalam hidupnya.
"Kami juga sudah menyediakan banyak sembako untuk mereka bawa pulang. Masing-masing dapat souvenir dari hotel sebagai buah tangan," timpal Pak Salam yang duduk bersebelahan dengan istrinya dan Pak Ruslan.
"Terima kasih, Pa." Ayushita beranjak berdiri menghampiri ayah mertuanya dan langsung mengecup pipi pria tua itu.
"Ya Allah, ini pertama kali saya dapat kecupan dari gadis cantik," seru Pak Salam dengan heboh. Mereka kembali tertawa. Secara bergantian Ayushita memeluk dan mencium pipi kedua orang tuanya, juga ibu mertuanya.
"Ngomong-ngomong Firda kemana?" tanya Ayushita saat tidak mendapati sahabatnya itu.
"Firda sedang menemani bapak ibunya berkemas untuk pulang. Sepertinya dia juga akan bersiap pulang hari ini," jawab Nyonya Aliyah melirik Ayub yang diam dengan ekspresi datarnya. Ayushita ikut menatap wajah sang kakak yang terlihat sedang gusar.
Apakah semalam dia berbaikan dengan Firda? Atau mereka malah bertengkar? Huh, dasar badak. Susah payah difasilitasi agar bisa dekat dengan cewek malah bikin anak gadis orang kesal, gerutu Ayushita dalam hati.
"Baguslah kalau Firda pulang biar dia aman dari mafia," sindir Ayushita sembari meneguk kopi yang disiapkan pelayan.
"Terus gimana kasus pengeroyokan Joe itu, Nak Ayub?" tanya Pak Salam.
"Masih penyelidikan tetapi sudah ada titik terang siapa dalangnya. Jack hanya kaki tangan saja. Dia punya bos yang merupakan bandar obat-obatan di daerah selatan. Joe dan teman-temannya hanya dijadikan pengalihan oleh si Jack sekaligus menutupi sindikat besar ini," jawab Ayub. Semua terkesiap mendengar penjelasnya. Mereka tidak menyangka jika Joe terlibat dengan sesuatu yang lebih besar. Dengan adanya kasus pengeroyokan itu, tidak menutup kemungkinan Ayushita ikut terseret dan akan menjadi target kelompok kriminal tersebut.
"Tenang saja Ayah. Kami sedang memburu sindikat itu. Bang Jack sudah tertangkap. Berkat informasi dari dia kami bisa melacak sindikat ini. Beberapa waktu kemudian saya akan ke Kampung Petak Hijau untuk melakukan penyelidikan ulang sekaligus menyusuri mata rantai peredaran obat-obatan organisasi ini," imbuh Ayub dengan mimik serius. Kapan sih pria itu tidak pernah serius.
Semua mengangguk-anggukkan kepala. Ayub memang sangat serius dengan masalah yang menimpa Ayushita. Ada banyak yang dia khawatirkan. Bukan hanya adiknya dan Arjuna. Dia pun khawatir komplotan itu akan menargetkan Firda yang berteman dengan Ayushita maupun Joe. Tidak ada rasa aman bagi mereka selama pimpinan organisasi itu belum dibekuk.
***
Pukul sepuluh mereka mengantar keberangkatan rombongan Kampung Petak Hijau juga beberapa kerabat jauh mereka. Bus-bus yang akan membawa mereka sudah terparkir di depan hotel. Penduduk Kampung Petak Hijau berpamitan sebelum naik ke bus pariwisata kelas eksekutif yang akan mengantar mereka pulang. Lambaian tangan mereka menyisakan kenangan yang tak terlupakan. Mereka membawa cerita tentang pengalaman yang akan mereka ceritakan sesampainya di kampung.
Ayub masih sempat membantu Pak Junaid dan istrinya mengangkut barang ke atas bus. Sesaat dia berdiri di sisi bis dekat dengan jendela tempat duduk Firda. Gadis itu enggan menoleh padanya sama sekali.
Ayub mengetuk jendela kaca dan memberi isyarat pada Firda untuk membuka kaca jendela. Dengan enggan gadis itu menuruti permintaannya.
"Maafkan ucapanku semalam. Aku hanya bercanda," ucap Ayub.
"Mana ada orang bercanda dengan wajah datar gitu. Dasar tidak berperasaan," sela Firda dengan raut kesal.
"Pokoknya maafkan saya. Hati-hati di jalan dan jaga dirimu." Ayub diam sesaat. Bus mulai berjalan perlahan meninggalkan pelataran hotel.
Firda kesal karena Ayub tidak mengatakan apa pun lagi. Ayushita benar. Kakaknya itu seperti batu karang.
Sesaat dia melihat bayangan Ayub yang berlari di sisi bus. Ketika dia menoleh, dia mendengar Ayub berteriak padanya.
"Minggu depan saya akan ke kampung. Saya akan menemuimu di sana. Tunggu saya."
Seketika pipi Firda bersemu merah. Dia membalas lambaian tangan Ayub, Ayushita dan juga keluarga mereka.
Tadi pagi, Firda sempat bercakap-cakap berdua dengan Ayushita. Sahabatnya itu memiliki harapan agar dia bisa melelehkan hati Ayub yang dingin terhadap suatu hubungan. Sudah lama pria itu menutup diri dari wanita sejak sebuah peristiwa tragis yang menimpanya di masa lalu.
Firda gamang. Apa yang bisa dia lakukan untuk mengabulkan permohonan sang sahabat. Dia pun tak punya pengalaman memiliki hubungan khusus dengan seseorang. Apalagi menghadapi Ayub yang serius, tegas, dingin, dan sulit tersentuh. Rasanya ini lebih sulit dari menghadapi preman kampung. Firda menghela napas.
Biarlah semua berjalan apa adanya. Biarkan takdir Tuhan yang menggiring mereka ke jalan yang seharusnya. Dia tidak bisa menebak dengan siapa dia akan berjodoh nantinya.
***
Ayushita sibuk membereskan pakaian yang mereka pakai kemarin ke dalam sebuah kopor besar. Sesekali dia melirik gawai yang sampai sekarang sama sekali belum berdering. Suaminya belum pernah meneleponnya sejak berangkat ke rumah sakit semalam.
Apakah dia lupa kalau sudah punya istri di rumah. Aku juga khawatir tetapi dia tidak khawatir denganku? sungut Ayushita.
Seharian dia hanya berputar-putar dalam kamar luas itu. Sejenak menonton acara pada tivi layar lebar di depan tempat tidur. Ketika mulai suntuk, Ayushita memilih berjalan-jalan di sekitar hotel.
Beberapa bulan lalu dia dan Firda pernah mengunjungi hotel ini dalam rangka membicarakan proposal dana. Tidak menyangka sekarang dia malah menjadi bagian dari keluarga pemilik hotel ini.
Sore menjelang, belum ada kabar dari Arjuna. Beberapa kali dia mencoba menghubunginya, tetapi tidak dijawab sama sekali. Ayushita kian kesal.
Setelah shalat Ashar Ayushita memilih bersantai di balkon sembari membaca novel salah satu teman kuliahnya yang baru saja memulai debut sebagai penulis profesional. Tiba-tiba gawainya berdering nyaring. Panggilan video dari Arjuna.
"Halo, assalamu'alaikum, Honey wife," sapa Arjuna sambil melambaikan tangan. Tak lupa senyum lima senti menampilkan gigi putihnya.
"Wa'alaikumussalam," balas Ayushita tanpa senyum sama sekali.
"Sayang, marah ya?"
"Sudah tahu tanya lagi." Ayushita kian meradang dengan kekurangsensitifan Arjuna.
"Maaf sayang. Suamimu ini sibuk semalaman. Pasiennya gawat banget. Makanya aku tidak jawab telepon. Nih baru istirahat."
Tampak gurat lelah di wajah Arjuna membuat Ayushita merasa bersalah. Bahkan suaminya masih memakai kemeja yang dipakai semalam. Bisa jadi dia belum mandi. Bahkan, mungkin belum makan sama sekali.
"Hubby, sudah makan?" tanya Ayushita prihatin.
"Sudah. Tadi sempat makan di kantin. Cuma belum mandi saja. Belum shalat Zuhur dan Ashar. Mau mandi dan jamak shalat saja," tutur Arjuna. Hati Ayushita mencelos mendengar penjelasan suaminya. Dia sibuk kesal karena berpikir Arjuna tidak memedulikannya, ternyata suaminya sedang bekerja keras tanpa peduli dengan kondisi dirinya sendiri.
Aku menerima dia sebagai suami, artinya aku harus siap dengan konsekuensi pekerjaannya, pikir Ayushita.
Ayushita menunduk menyembunyikan rasa bersalahnya.
"Sayang, kita honeymoon, yuk!" ajak Arjuna.
"Hah? Honeymoon? Dimana?" balas Ayushita antusias.
"Sekarang kamu bersiap, bawa perlengkapan secukupnya saja. Yang paling kita butuhkan. Minta supir papa antar ke RS. Tunggu saya di lobby," pinta Arjuna.
"Sekarang?"
"Iya, sekarang."
"Oke." Ayushita langsung beranjak dari ranjang.
"Tunggu," tukas Arjuna kemudian.
"Ada apa?"
"Jangan lupa bawa hadiah yang sudah kusiapkan untukmu. Ada dalam kotak ungu di bawah tempat tidur," titah Arjuna lagi.
Ayushita langsung menengok ke tempat yang disebutkan Arjuna. Wanita itu menemukan sebuah kotak ungu dengan pita putih. Segera dia menempatkan kotak tersebut di atas ranjang dan membukanya.
Dengan hati berdebar Ayushita menarik keluar isi kotak. Ternyata ....
"Lingerie?" pekik Ayushita syok.
Bagaimana tidak syok, Arjuna memberi hadiah sebuah lingerie seksi berwarna merah yang sangat transparan dengan tali kecil serta hampir tidak bisa menutupi apa pun.
"Aku baru tahu kalau suamiku punya otak mesum," desis Ayushita tidak percaya.
Tbc.
๐๐๐
Nb.
Kira-kira kemana Arjuna akan mengajak Ayushita bulan madu? Maladewa, Bali, Jepang, atau malah bulan madu di Kampung Petak Hijau? ๐ ๐