Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 54 - BWW #53

Chapter 54 - BWW #53

💝💝💝

"Ayu." Semua yang ada dalam ruangan itu menoleh ke arah pintu. Danuar berdiri di sana dengan tatapan merindu kepada gadis yang disebut namanya. Ayushita beranjak dari duduknya lalu menghampiri Danuar.

"Kak, kita bicara di belakang," ajak Ayushita pada Danuar. "Mas, tunggu di sini sebentar." Gadis itu menoleh sekilas kepada Arjuna.

"Aku ikut ...." Arjuna hendak menyusul kedua orang itu tapi langsung dicegah oleh nyonya Rosita.

"Mohon beri kesempatan calon istrimu bicara dengan Danuar. Hanya Sita yang akan didengar oleh anakku," ujar nyonya Rosita dengan tatapan memohon pada Arjuna. Dengan menahan rasa cemburu dan kesal, pria itu kembali duduk di tempatnya. Dengan gusar dia meneguk teh yang sudah hampir habis di cangkirnya.

Nyonya Rosita tersenyum melihat tingkah Arjuna yang kelihatan sedang cemburu. Dia merasa bahagia karena Ayushita menemukan seorang pria yang sangat menyayangi dan melindunginya. Pria yang pantas bersanding dengannya.

Danuar mengikuti langkah Ayushita dan berhenti ketika gadis itu berbalik menghadapinya. Tiba-tiba ....

Plak.

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Danuar. Pria itu memegang sisi wajah yang terkena tangan mulus Ayushita sembari melotot tidak senang.

"Hei, kenapa kamu memukulku?" teriak Danuar kesal.

"Oh, belum sadar juga. Apa perlu satu pukulan lagi di wajah sebelah kanan?" hardik Ayushita tak kalah garang. Danuar segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Siapa sangka tangan kurus dan lemah gadis itu mampu memberikan pukulan yang membuat telinganya berdengung.

"Stop! Apakah kamu mau bertanggung jawab kalau wajahku bengkak karena pukulanmu?" bentak Danuar tak mau kalah.

"Hah. Dasar cengeng. Hanya lebam segitu saja kamu minta pertanggungjawaban gadia lemah sepertiku. Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab dengan nyawa Elena yang hampir melayang? Apakah kamu akan melimpahkan tanggung jawab pada orang lain atau menyalahkan Elena seorang diri?" sela Ayushita menohok Danuar telak. Pria itu terdiam seraya mengelus wajahnya yang kena tamparan.

"Mungkin nasehat papa dan mamamu belum cukup menyadarkanmu. Makanya aku menamparmu untuk mengingatkan betapa pecundangnya dirimu. Apakah setiap kali kamu menemukan kalau wanita yang berjalan di sisimu tidak sesuai dengan apa yang kamu inginkan maka kamu akan membuangnya begitu saja. Jika kamu berhadapan dengan masalah yang membuatmu tak nyaman maka dengan mudahnya kamu menghindar tanpa menyelesaikan masalah itu. Kamu pria paling egois yang pernah kutemui. Kamu pecundang yang tak berguna. Aku menyesal pernah begitu tergila-gila padamu sampai menjadi gadis bodoh. Aku menyesal, Kak," geram Ayushita berapi-api didepan Danuar.

Ayushita menghela napas panjang sebelum melanjutkan. Dia berusaha menetralisir emosinya sesaat.

"Dulu aku terima begitu saja ketika kamu meninggalkanmu demi menghindari pertunangan kita tanpa penjelasan. Kamu melukai banyak orang bukan hanya diriku sendiri. Kini kamu akan melakukan perbuatan yang sama, aku tidak akan tinggal diam. Aku tahu dia bersalah di masa lalu tapi bukan sepenuhnya kesalahannya. Jika bukan karena dirimu yang merayunya, juga karena rasa suka di masa lalu yang belum kesampaian membuat Elena gelap mata. Kamu turut andil dalam membuat dia seperti sekarang. Lalu, kamu mencoba meninggalkan dia lagi seolah kamu tak bersalah sama sekali. Kamu akan kembali menyakiti kedua orang tuamu dan juga keluarga Elena. Berapa banyak lagi yang akan menjadi korban keegoisanmu." Ayushita mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Dia terlalu emosional.

"Bukankah kamu meninggalkan aku karena cintamu pada Elena. Mengapa kamu berubah hanya karena dia cacat. Kesempurnaan seperti apa yang kamu cari tidak akan pernah kamu dapatkan. Jika kamu tidak bisa menerima kekurangannya maka jangan memberikan harapan padanya di awal. Semakin banyak kamu menyakiti wanita, kamu tidak akan menemukan kebahagiaan. Semua kembali padamu. Berhenti menjadi seorang pengecut," tukas Ayushita kemudian meninggalkan Danuar berdiri tak bergeming di tempatnya.

Ketika Ayushita keluar dari ruang makan tersebut, Arjuna telah menunggunya di depan pintu. Suara tamparan Ayushita membuatnya khawatir kalau Danuar akan balas menyakiti kekasihnya. Meskipun kekhawatirannya hanya sia-sia. Calon istrinya itu melenggang dengan elegan ke arahnya sambil tersenyum manis. Sepertinya balas dendam membuat dia puas. Balas dendam dalam artian menumpahkan semua rasa sesak yang selama ini ditahan di depan Danuar agar pria itu sadar jika dia telah begitu melukai perasaannya selama ini.

"Ayo pulang, Honey love," ajak Arjuna yang diangguki oleh Ayushita. Keduanya berpamitan kepada nyonya Rosita yang tak putus-putusnya tersenyum mengantar mereka ke pintu.

"Bibi dan paman akan datang ke pernikahan kalian. Sampaikan salamku pada mamamu. Begitu juga dengan Indi, katakan padanya untuk berkunjung pula. Sahabatnya bukan cuma Aliyah. Jangan membuatku cemburu," cetus nyonya Aliyah. Arjuna dan Ayushita tersenyum lalu masuk ke dalam mobil.

"Honey, apa yang kalian bicarakan tadi?" tanya Arjuna ketika mobil mereka telah melaju di jalanan kota yang mulai ramai. Waktu hampir masuk jam makan siang bagi para pegawai kantoran.

"Aku rasa kamu ikut menguping tadi," sindir Ayushita.

"Aku tidak mendengar apapun," kilah Arjuna. Ayushita memutar bola mata menanggapi ucapan Arjuna.

"Aku hanya berharap Danuar berhenti bersikap pengecut. Dia pria penyayang, hanya saja dia sering menurutkan egonya sendiri. Cukup aku yang harus menanggung rasa malu. Kasihan Elena. Dia hanya menjadi korban obsesi cintanya di masa lalu hingga mengorbankan dirinya sendiri. Semiga mereka berdua bisa belajar dari masalah mereka. Begitu juga dengan kita," ujar Ayushita melirik ke arah Arjuna.

"Hmm ... semoga kita bisa melalui semua kendala dan rintangan dalam rumah tangga kita," timpal Arjuna diaminkan oleh Ayushita. Mereka saling pandang sejenak dan melemparkan senyum penuh arti satu sama lain.

Ketika hati telah terpatri pada satu nama yang ditakdirkan untuk berjalan bersama dalam bentangan jalan kehidupan ini, aku tidak meminta kemudahan dalam segala hal. Aku hanya berharap agar Allah akan memberikan kekuatan dan rasa saling percaya kepada kami untuk menghadapi semua kesulitan yang pasti akan menghadang di depan, batin Ayushita.

***

Tiga hari berlalu sejak Ayushita menyemburkan semua kemarahannya kepada Danuar, pria itu lebih banyak berdiam diri di kamarnya bersama Elena. Sesekali netranya mengamati suasana kamar hasil dekorasi sang istri. Selera Elena tidaklah buruk. Kamar itu tertata apik dengan warna-warna yang sesuai juga dengan seleranya. Pemilihan perabot juga memanjakan mata sehingga dia betah berlama-lama di dalamnya.

Selama merenung, Danuar mengingat kembali semua yang dia dan Elena telah lalui bersama, bagaimana dia memperjuangkan istrinya dikala kedua orang tuanya menolak karena murka. Bagaimana dia harus membela Elena mati-matian saat orang lain menghinanya karena dianggap sebagai perebut tunangan orang.

Elena pun hampir tidak pernah mengeluh menghadapi sikap keras kepalanya. Wanita itu selalu menuruti keinginannya dan berusaha menyenangkannya. Dia pun pernah berbuat salah dan mengelak untuk disalahkan. Mungkin benar kata Ayushita. Dia yang egois.

Entah bagaimana keadaan Elena sekarang. Apakah dia masih kesakitan? Apakah dia dia belum sembuh sepenuhnya? Apakah dia makan dengan baik dan tidur nyenyak? Apakah ... akh, sial! umpat Danuar.

Tak dapat dipungkiri jika Danuar juga merindukan istri mungilnya. Wanita yang dipilih karena dia mencintainya. Hingga kini pun perasaan itu masih sama. Semoga Elena masih merasakan hal yang sama kepadanya.

Danuar memutuskan akan memperbaiki segalanya. Kali ini dia akan menunjukkan kalau dia bukan pria pecundang yang selalu lari dari masalah. Ayushita benar, dia harus berhenti menyakiti perasaan orang-orang terdekatnya. Dia harus berubah. Harus bisa menerima keadaan Elena seperti apapun adanya. Dia harus membujuk Elena agar kembali ke rumah mereka. Sesulit apapun nantinya.

Keesokan harinya. Jalanan begitu basah setelah hujan lebat tercurah ke bumi hampir sepanjang malam. Langit pun belum menampakkan tanda-tanda akan cerah kembali.

Danuar memacu perlahan kuda besi berwarna hitam miliknya menuju ke kediaman ibu mertuanya. Sejak menikah, hanya sekali dia dan Elena mengunjungi rumah mertuanya dikarenakan kesibukannya. Namun hal itu tidak membuat dia lupa dengan arah tujuannya.

Ketika Danuar memarkirkan mobilnya di halaman rumah Elena, suasana sepi langsung menyergap. Pintu rumah tertutup rapat. Daun jendela pun tak ada yang terbuka dengan tirai yang menutupi pandangan dari luar.

Danuar mengernyitkan kening keheranan. Mungkinkah Elena dan keluarga sedang tidak berada di rumah. Atau jangan-jangan mereka sudah pindah? Tiba-tiba Danuar merasa tidak nyaman dengan asumsinya. Segera dia menghampiri pintu dan mengetuk dengan keras sembari memberi salam.

Berkali-kali dia mengetuk tanpa mendapat jawaban. Danuar mulai merasa cemas seandainya benar Elena telah pergi dari rumahnya. Danuar terus mengetuk hingga tanpa diduga pintu terbuka perlahan.

Ibu Elena melongok dari balik pintu. Wajah wanita paruh baya tersebut manampilkan raut terkejut kemudian berubah datar.

"Ada apa kamu datang kemari?" tanya ibu Elena dengan nada tidak suka.

"Boleh saya masuk, Bu?" mohon Danuar.

"Untuk apa?" tanya ibu Elena lagi.

"Saya mau ketemu Elena, Bu," jawab Danuar.

"Untuk apa?" Nada bicara ibu Elena kian ketus. Dia belum bersedia membuka pintu seiinci pun untuk menantunya.

"Aku-- saya mau meminta maaf pada Elena. Saya juga minta maaf sama ibu karena sudah mengecewakan ibu. Beri saya kesempatan untuk bicara dengan istri saya, Bu," tukas Arjuna memelas.

"Permintaan maafmu tidak akan mengembalikan keadaan tubuh dan mental Elena kembali seperti sedia kala. Pulang saja. Jangan datang lagi. Saya dan putriku tidak sudi melihatmu lagi. Saya tidak ingin melihat putriku disakiti oleh suaminya yang tidak bertanggungjawab," sentak ibu Elena lalu menutup pintu.

Danuar mencoba menahan daun pintu yang hampir tertutup. Bahkan dia harus merelakan tangannya terjepit. Dia meringis menahan sakit yang berdenyut di pergelangan tangannya. Ibu Elena melihat hal tersebut dan kembali membuka pintu.

"Apakah kamu bodoh. Tidak perlu bertindak seperti itu hanya untuk meminta belas kasihan. Aku tidak akan mengizinkan kamu masuk," bentak ibu Elena kesal.

"Bu, saya mohon. Sekali saja saya ketemu Elena. Saya ingin meminta maaf dan bicara padanya. Saya masih mencintai Elena, Bu. Tolong izinkan saya ketemu dia. Tolong, Bu," pinta Dengar dengan sangat.

"Cih, cinta katamu. Kalau kamu mencintai putriku kamu tidak akan mengabaikan dia dalam keadaan sakit seperti itu," umpat ibu Elena.

"Saya salah, Bu. Mohon kasi saya kesempatan ...."

"Mas ...." Sebuah suara lirih memanggil dari balik punggung ibu Elena. Keduanya langsung menoleh ke sumber suara. Di sana, Elena sedang menatap mereka dari atas kursi rodanya. Matanya yang cekung dengan lingkar hitam tebal dibingkai wajah tirus pucat. Kedua tangannya yang kurus memegang roda kursi. Air matanya membentuk aliran di permukaan pipinya yang sudah tidak merona lagi.

Danuar terpaku sejenak menatap Elena yang seperti mayat hidup. Seketika dia mendorong pintu yang masih menghalanginya dan menghambur ke hadapan Elena. Danuar tersedu di depan kaki Elena yang masih memandnagnya dengan tatapan tak percaya.

"Maafkan aku, El," isak Danuar dalam keadaan berlutut. "Maafkan aku sayang."

"Kenapa kamu datang, Mas?" gumam Elena lirih.

"Aku ingin menjemputmu pulang, El. Kita pulang ke rumah kita," jawab Danuar sembari memegang kedua tangan ringkih Elena. "Kamu mau pulang kan?" bujuk Danuar lagi.

Elena menunduk menatap tangan kokoh sang suami yang menggenggam tangannya. Hatinya terasa nyeri. Ada bilah tak kasat yang terasa menyayat hatinya mengingat semua sikap abai suaminya. Dia merasa terbuang dan dicampakkan.

"Maaf, aku-- aku tidak mau pulang lagi," lirih Elena.

Bersambung .....

💝💝💝💝

Nb : Maaf terasa seperti sinetron di channel ikan terbang. Drama banget, tapi tidak dipungkiri seperti itulah kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari. Lebay? Jangan memungkiri kalau diri kita sering berada di titik terlemah dan terendah sehingga membuat kita lebay. Nobody's perfect because we're still human being not angel or gods. Right?!

Kepada teman-teman pembaca, saya memohon doa kalian untuk almarhumah nenek saya yang meninggal Senin kemarin. Mohon doanya semoga beliau dibebaskan dari siksa kubur dan dilapangkan kuburnya dalam penantiannya menuju alam perhitungan amal kebaikan. Semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT serta diampuni dosa-dosanya. Aamiin ya robbal'alamin.

Barakallah untuk doa kalian semua. Semoga Allah membalas dengan kebaikan di dunia dan akhirat.