Kata orang bijak, mencintai berarti mempercayai. Jika kamu hanya bisa mengumbar kata cinta tetapi sulit untuk menanamkan kepercayaan padanya, mungkin itu bukan cinta. Tapi obsesi.
๐๐๐
Setelah berjuang bangun dari tempat tidur karena didera kelelahan luar biasa, akhirnya di sinilah Ayuhsita duduk bersama teman-temannya, di sanggar Karang Taruna pemuda kampung Petak Hijau.
Joe begitu senang ketika bertemu Ayushita. Dua pekan tidak bertemu membuat Joe sangat merindukannya. Kembali dari kota, Ayushita tampak lebih cantik dan kulitnya bening. Entah mengapa orang-orang kota atau yang baru pulang dari kota setelah sekian lama tinggal di sana akan memiliki tampilan yang lebih bersih dan indah, pikir Joe. Karena Firda juga begitu sebelumnya. Beda dengan mereka yang terus-terusan tinggal di dusun, terpanggang matahari dan debu, belum lagi bersentuhan langsung dengan tanah.
Seperti biasa, Firda membuka rapat secara formal demi membiasakan formalitas organisasi dan juga melatih Joe dan teman-temannya dalam penyelenggaraan rapat formal. Joe dan para pemuda itu memperhatikan dengan seksama. Mereka sangat kagum dengan kecakapan public speaking yang dimiliki oleh Ayushita dan Firda. Bangku sekolah memberikan pembelajaran bagaimana berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
"Jadi, kita dapat donatur dari sebuah perusahaan besar kenalan ayah saya untuk menyelesaikan usaha peternakan kita. Jumlahnya lumayan besar," ucap Ayushita dengan senyum bahagia.
"Berapa banyak, Kak?" seru Teddy yang bertubuh ceking antusias. Ayushita lalu mengeluarkan buku tabungan dari dalam tasnya dan menyerahkan pada Teddy. Mereka berebut ingin melihat. Tapi Teddy berkelit dengan gerakan cepat.
"Sabar... sabar!" ujar Teddy. Dia lalu membuka dengan tidak sabar buku tabungan tersebut. Beberapa pemuda ikut bergabung di belakangnya.
Mereka langsung berseru kaget melihat nominal yang tercetak di dalam buku keramat tersebut.
"Wahh!! Angka nolnya delapan, Kak! Kak Joe lihat. Kita punya banyak uang," seru Teddy sambil mengguncang bahu Joe. Pemuda itu hanya menanggapi dengan kalem walaupun sebenarnya penasaran dan tidak sabar juga ingin melihat uang banyak itu, tetapi dia mencoba menjaga imej agar tidak kelihatan terlalu heboh. Semua berdecak kagum melihat jumlah uang yang sangat banyak itu. Maklumlah mereka belum pernah sama sekali menggenggam sejumlah uang dalam jumlah besar. Melihat deretan angka nol itu saja sudah membuat mereka tak berhenti berdecak kagum.
"Jadi, itu mengapa Kak Ayushita menyuruh kami meminta tukang membangun ulang?" tanya Joe kalem seperti biasa. Ayushita mengangguk.
"Dengan uang segitu Insyaallah proyek kita bakal rampung. Jadi kalian menjadi pegawai lapangan yang akan menjalankan proses pembibitan sampai panen telur nantinya. Pak Jaja sudah menghubungi pihak penyuluh peternakan dan ahli dari kesehatan hewan untuk mengajari kalian berbagai hal. Saya dan Firda hanya akan menangani pembukuan dan administrasi. Tetapi setiap akhir bulan kita akan melaporkan pencapaian kita kepada pak Kades, Dinas Peternakan dan juga kepada pihak perusahaan Santika Jaya yang menjadi donatur kita. Bagaimana? Apakah kalian setuju?" papar Ayushita.
Semua berseru setuju dengan semangat empat lima. Wajah mereka berseri-seri karena bahagia. Perlahan mereka mulai lepas dari dunia hitam premanisme dan akan mulai
menapaki masa depan yang lebih baik.
Setelah menyelesaikan rembug, Joe dan kawan-kawannya langsung bergegas ke lokasi proyek usaha. Euforia akan keberhasilan masa depan mereka masih mengentak dalam dada membuat semangat kerja mereka semakin tinggi. Hari ini mereka memutuskan tidak akan berleha-leha di rumah. Tetapi ikut membantu para tukang menyelesaikan bangunan yang sempat rusak.
Agar mereka bisa segera melakukan pelepasan bibit di dalamnya.
***
Ayushita dan Firda duduk berbincang di teras rumah Firda sambil menikmati keripik melinjo buatan Bu Junaid. Firda adalah penggemar berat camilan satu ini. Sedangkan Ayushita hanya menatap keripik tersebut tanpa berniat menyentuhnya. Hanya sesekali dia menyeruput tehnya sembari berkirim pesan dengan Arjuna.
"Jadi, hari ini mau ngapain dengan dokter Arjuna?" tanya Firda.
"Mau ngapain? Yah tidak ngapa-ngapain sih. Cuma mau ngobrol-ngobrol saja," jawab Ayushita.
"Sambil kasi penjelasan kan?" timpal Firda. Ayushita mengangguk.
"Sit, kamu tuh ya, susah sangat mau terima perasaan Arjuna. Dia itu tulus sama kamu," ujar Firda sewot.
"Bukan tidak mau terima. Aku cuma takut berharap. Aku takut nanti sakit hati lagi," tukas Ayushita.
"Kamu terlalu banyak berpikir. Jalani saja dulu. Kalau pun ada kendala-kendala itu kan sebagai pemanis hubungan kalian biar lebih erat lagi," cetus Firda.
"Okelah. Aku akan mencoba santai kali ini."
"Nah, gitu dong!"
"Terus bagaimana dengan perasaanmu sama kakakku?" sergah Ayushita membalikkan pembicaraan.
"Eh? Apa??" Firda jadi salah tingkah.
"Jangan anggap aku tidak tahu kalau kamu suka pelototi kakak aku dengan ilermu yang menetes ya," tuduh Ayushita frontal yang membuat Firda gelagapan.
"Apaan?? Siapa yang ileran lihat kak Ayub? Hihhh kakakmu seram banget mana berani aku pelototin dia," kilah Firda dengan tubuh digerakkan seolah merinding.
"Alaahh ... sok-sok merinding bilang saja kalau salting. Eh kak Ayub titip salam sama kamu lho, Fir," goda Ayushita.
"Oh, ya?? Alhamdulillah kalau gitu," sahut Firda dengan mata berbinar.
"Emang kak Ayub tidak pernah chat kamu?" tanya Ayushita. Binar di mata Firda berubah menjadi sayu.
"Mana ada kak Ayub punya waktu chat sama aku. Siapa juga aku ini? Hanya seonggok butiran debu bagi kak Ayub," sendu Firda. Ayushita hanya tertawa geli memandang wajah nelangsa sahabatnya.
"Apaan sih? Tidak simpati sama nasib aku? Aku begini karena kakakmu. Dia membuat hatiku pecah berkeping-keping," sembur Firda sewot. Lagi. Ayushita langsung merubah ekspresi ke mode prihatin.
"You know-lah kak Ayub itu orangnya super sibuk. Banyak tugasnya. Kalau kamu jadi bininya siap-siap sering ditinggal tugas ke luar kota," tutur Ayushita.
"Yah tidak apa-apa kan? Namanya juga petugas atau pegawai negara. Yah kudu siap ditinggal-tinggal," bela Firda.
"Segitu sukanya ya kamu sama kak Ayub?" tanya Ayushita dengan senyum licik.
"Ya mau gimana lagi. Kak Ayub itu kaya super hero gitu. Dia cakep, tinggi dan berwibawa. Hmm... tipe suamiable banget. Dia perpaduan antara Superman dan Lee Min Ho." Firda mulai menerawang jauh ke awang-awang.
Tiba-tiba terdengar nada bip dari ponsel Ayushita. Firda menoleh.
"Apaan tuh?" tanya Firda was-was setelah melihat senyum licik Ayushita.
Ayushita menggoyangkan ponselnya di depan Firda. "Rekaman pengakuanmu-- aku kirim ke kak Ayub hehehehe ..."
Firda ternganga beberapa saat. Hingga dia sadar saat Ayushita sudah melarikan diri dengan tawa kemenangan.
"OMG! OMG! SITAAAAAA!!!" Firda langsung histeris.
"Hush! Nih anak gadis teriak-teriak kaya kesurupan saja," tegur Bu Junaid dari ambang pintu.
Firda langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia langsung terduduk lemas di kursinya.
'Habislah aku! Habis. Habis. Matilah aku di tangan kak Ayub,' ratap Firda dalam hati.
Ayushita tega menjebaknya ke kandang raja singa.
***
Sementara di sebuah perumahan kumuh yang jauh dari keramaian di pinggiran kota.
Ayub sedang bersiap-siap melakukan penyergapan bersama anak buahnya. Mereka sedang mengepung sebuah rumah yang disinyalir sebagai basis kurir dan pengedar obat-obatan terlarang alias narkoba. Ayub sedang serius memantau situasi. Dia sedang menanti kode dari mata-mata yang disusupkan ke dalam komplotan penjahat perusak generasi itu.
Ayub terkesiap saat merasa ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Pesan suara dari Ayushita. Sepertinya penting karena adiknya sangat jarang menggunakan pesan suara kepadanya.
Ayub memberi kode kepada anak buahnya agar tetap bersiaga. Tanpa curiga dan tanpa menurunkan volume suara media terlebih dahulu Ayub langsung menekan tanda Play pada pesan suara. Tiba-tiba ...
"Yah mau gimana lagi. Kak Ayub itu kaya super hero gitu. Dia cakep, tinggi dan berwibawa. Hmm... tipe suamiable banget. Dia perpaduan antara Superman dan Lee Min Ho."
Suara imut Firda memecah kesunyian kegiatan pengintaian para pria bersenjata tersebut. Ayub langsung tegang. Bulu kuduknya meremang. Suasana pengepungan yang tegang menjadi lebih mencekam. Dia langsung mematikan rekaman dan meremas ponselnya geram.
Entah siapa dengan beraninya tertawa tertahan di antara suasana mencekam tersebut. Sementara Briptu Rudi yang berdiri tak jauh darinya mengatupkan bibirnya rapat-rapat karena takut. Ayub langsung mendelik ke arah suara tawa. Jika bukan dalam kondisi pengepungan mungkin ada yang terbaring tiarap di tanah.
Kini amarah Ayub sudah sampai di ubun-ubun. Kasihan para komplotan penjahat itu akan menjadi sasaran kemarahan Ayub nantinya. Mereka pasti tidak akan diberi ampun, desah para polisi itu prihatin.
***
Ayushita melangkah ke dalam ruang tunggu puskesmas. Dian sedang duduk di meja resepsionis dan langsung menengadahkan kepala saat Ayushita masuk.
"Assalamu'alaikum!" sapa Ayushita.
"Kum salam," jawab Dian ogah-ogahan. Cewek satu ini kayanya belum ikhlas kalah dari Ayushita dalam rangka merayu dokter Arjuna.
Big No! Ayushita merinding protes jika dikatakan dia dan Dian bersaing memperebutkan Arjuna. Baginya tak ada istilah saling berebut dalam hal perasaan. Masalah hati tak bisa dipaksakan. Siapa pun yang dipilih Arjuna itu adalah hak dia.
"Mau ketemu siapa?" Bih, intonasi suara Dian masih sepahit empedu.
"Mau ketemu dokter Arjuna," jawab Ayushita menahan rasa sewotnya dengan intonasi bicara si perawat.
"Ada urusan apa?"
Fix. Ayushita jadi bernafsu mau menabok kepala gadis di depannya. Dia mengepalkan tangannya yang sudah benar-benar gatal.
Ayushita hampir membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Dian ketika terdengar suara berat dan seksi Arjuna dari arah pintu ruang kerjanya.
"Hai, honey love!" seru Arjuna dengan senyum lebar selembar senyum the Cheshire cat, kucing tersenyum dalam film Alice in Wonderland.
Ayushita dan Dian menoleh bersamaan. Ayushita mendadak malu dengan panggilan mesra Arjuna di tempat umum. Kalau Dian malah makin cemburu melihat perlakuan mesra sang dokter kepada Ayushita.
"Sudah lama?" tanya Arjuna mendekati Ayushita. Jas snelinya tersingkap ke belakang karena kedua telapak tangannya terbenam dalam saku celananya. Dia terlihat tampan dengan kemeja hitam itu lagi.
"Baru saja sampai," jawab Ayushita.
"Kita ngobrol di ruanganku, ya!" ajak Arjuna. Ayushita menyetujui. Arjuna mempersilahkan Ayushita masuk lebih dahulu.
"Dian, buat teh dua," pinta Arjuna kepada sang perawat. Dian mengangguk dengan berat hati. Tatapannya mengikuti arah langkah Arjuna masuk ke dalam ruang kerjanya. Pria itu sengaja tidak menutup rapat pintu dan dibiarkan terbuka satu kaki.
Dian menghela napas panjang meratapi nasibnya yang gagal mencuri perhatian sang dokter. Entah dia masih punya kesempatan nantinya. Bukankah selama janur kuning belum melengkung masih bisa diperjuangkan? Dian hanya bisa menyemangati diri sendiri.
***
Ayushita dan Arjuna masih saling berdiam diri hingga Dian masuk membawa baki minuman. Setelah Dian keluar barulah Arjuna memulai percakapan.
"Silahkan minum tehnya, honey love," ucap Arjuna. Ayushita meraih cangkir teh lalu menyeruput isinya perlahan.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Ayushita setelah meletakkan cangkirnya.
"Banyak yang ingin aku tanyakan tetapi setelah melihatmu semuanya menguap. Rasanya semua pertanyaan-pertanyaan itu tak ada gunanya lagi. Karena setelah melihatmu aku hanya ingin percaya padamu," jawab Arjuna lugas.
"Apakah-- kamu tidak ingin tahu tentang video kafe Zero itu?" tanya Ayushita lagi.
"Kalau kamu tidak ingin menjelaskannya maka aku tidak akan memaksa."
"Tapi aku akan menjelaskannya," ujar Ayushita.
"Apakah karena desakan Firda?" Arjuna bersandar ke sandaran kursi sambil menatap pujaan hatinya. Berusaha menyelami pikiran sang gadis.
"Tidak. Ini murni keinginanku. Agar tidak ada lagi kesalahpahaman. Aku tidak mencintai Danuar lagi. Tetapi aku tidak bisa memutuskan hubungan silaturahmi karena ibuku dan ibunya bersahabat baik sejak remaja. Aku pun sudah menganggap kedua orang tuanya seperti orang tuaku sendiri. Kami tumbuh bersama. Dulu-- aku menyukainya tetapi tidak dengan dia. Dia hanya menganggap aku adik kecilnya."
Kemudian mengalirlah cerita tentang pertemuannya dengan Danuar di kafe Zero, masalah rumah tangga Danuar yang membuat dia marah hingga kesalahpahaman Elena yang memergoki mereka di kafe itu dan mengira mereka berselingkuh. Ayushita juga menceritakan tentang ancamannya jika ada yang berani menyebarkan foto atau video.
"Jadi, kamu tidak tahu kalau ada video kalian yang beredar sehingga kamu tidak menjelaskan apa-apa padaku?" tanya Arjuna lebih pada mencari kepastian.
"Iya. Seandainya aku tahu maka pelaku pasti sudah diurus oleh pengacara papa," jawab Ayushita. Dia meneguk habis sisa tehnya. Bercerita panjang lebar membuat kerongkongannya haus.
Arjuna menghela napas lega. "Maafkan aku."
"Maaf untuk apa?" tanya Ayushita bingung.
"Karena aku sempat meragukanmu sedikit," tukas Arjuna.
"Tidak apa-apa. Sekarang semuanya sudah jelas kan?" Arjuna mengangguk.
"Jadi, kapan aku bisa melamar kamu?" tanya Arjuna dengan wajah penuh harap. Ayushita merenung sejenak.
"Bagaimana kalau bulan depan?" jawab Ayushita kemudian.
"APA??? SERIUS?" pekik Arjuna seketika. Dia seakan tidak percaya dengan pendengarannya.
"Maksud aku, bulan depan kan aku sudah libur ngajar. Kalau memang kamu niat melamar aku, kita bisa sama-sama pulang ke kota untuk meyakinkan papa dan mama," cetus Ayushita.
Binar bahagia tergambar di wajah Arjuna. Akhirnya Ayushita memberi lampu hijau baginya.
"Aku jadi tidak sabar untuk bulan depan. Cepat-cepat ketemu calon mertuaku untuk melamar kamu," ujar Arjuna dengan senyum merekah. Ayushita terkekeh.
"Kamu harus bisa meyakinkan papa dan kak Ayub kalau kamu beneran serius sama aku dan tidak mencoba melarikan diri sebelum ijab qabul," kata Ayushita serius.
"Meyakinkan papamu dan kak Ayub?" Tiba-tiba Arjuna merinding membayangkan wajah Ayub. Kalau kakaknya sesangar itu, bagaimana ayahnya?
"Berani tidak?" tantang Ayushita dengan senyum gelinya.
"Ekhm... Berani. Kalau tidak berani berarti aku pengecut dalam memperjuangkan kamu. You know honey love. Kamu gadis yang pantas diperjuangkan," ucap Arjuna tak kalah serius.
Ayushita langsung merona mendengar kalimat rayuan sang Arjuna. Pria dengan prospek masa depan yang bagus. Pria yang menurutnya bisa menjadi pemimpin dalam rumah tangga, menjadi imam yang baik baginya dan anak-anaknya kelak. Pria yang menghargai prinsipnya untuk tetap menjaga batasan-batasan sebelum mereka halal dalam ikatan pernikahan.
Ayushita hanya bisa berdoa semoga hatinya dan hati Arjuna ditetapkan dalam pilihan dan terhidar dari keragu-raguan.
Bersambung ....
๐๐๐
Jangan lupa batu kuasanya kawan.
See you next chapter ๐