Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 47 - BWW #46

Chapter 47 - BWW #46

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Sebuah ungkapan mengatakan gajah mati tinggalkan gading, orang mati tinggalkan nama.

Begitu pula halnya dengan Johan Saputra atau lebih dikenal dengan sebutan Joe. Orang-orang mengenalnya sebagai mantan preman yang insaf dan memulai hidup baru yang lebih baik dan bermartabat.

Di masa lalu, kemiskinan dan kebodohan menyeret Joe hanyut dalam arus kejahatan yang menenggelamkannya dalam pusaran caci maki orang-orang di lingkungannya.

Namun Tuhan Yang Maha Pengasih memberi Joe kesempatan untuk memperbaiki diri, melepas gelar preman yang disandangnya selama bertahun-tahun, kemudian membenamkan diri pada kehidupan agama, sosial dan menjadi penopang ekonomi keluarga kakek dan neneknya.

Apakah orang-orang berhenti mencacimakinya? Belum.

Label baru sebagai preman insaf tidak serta-merta membuat orang menerimanya dengan baik.

"Paling juga hanya tobat sambal," cibir sebagian orang. Mungkin mereka masih dendam pada Joe karena pernah dibegal atau dipalak di tengah jalan.

Tetapi sebagian orang merasakan perubahan pada diri Joe. Seperti Pak Jaja yang menjadi majikan Joe selama beberapa bulan. Menurut Pak Jaja, Joe adalah pemuda pendiam dan tekun. Dia lebih suka mengerjakan pekerjaannya di tambak tanpa banyak ngobrol. Dia selalu datang tepat waktu dan sering pulang terlambat hanya untuk memastikan bahwa semua pekerjaannya beres dan rapi.

Ayushita, Firda dan teman-teman pemuda adalah orang yang merasa paling kehilangan selain kakek dan nenek Joe. Ayushita masih tampak seperti orang linglung selama beberapa hari. Bahkan Ayushita tidak mau bicara sama sekali. Hal yang mengkhawatirkan, Ayushita kadang menolak makan. Firda harus ekstra sabar membujuk sahabatnya itu agar mau makan. Arjuna pun jadi panik dan tak lelah menghibur kekasih hatinya.

****

Sudah tiga hari pasca kematian Joe dengan tragis. Setiap malam diadakan takziyah di rumah kakek dan nenek Joe. Para pemuda Karang Taruna membuat tenda yang lumayan besar di halaman rumah Joe untuk tempat acara takziyah tersebut. Maklumlah rumah yang ditempati kakek dan nenek itu sangat sempit.

Sementara Bu Junaid menggerakkan ibu-ibu untuk bahu membahu memasak dan menyediakan menu makanan untuk warga yang ikut takziyah juga untuk kakek dan nenek Joe.

Takziyah berlangsung hingga malam ketujuh. Dan pada malam terakhir Pak Junaid memberikan penyampaian penting.

"Assalamu'alaikum. Selamat malam Bapak-bapak dan Ibu-ibu jamaah takziyah. Pada kesempatan ini saya mengajak Bapak dan Ibu sekalian untuk menyampaikan belasungkawa yang sebesar-besarnya kepada keluarga kakek dan nenek Joe.

Pada kesempatan ini juga saya mewakili kelompok usaha pemuda yang baru-baru ini dirintis oleh ibu Ayushita, Joe dan beberapa pemuda lainnya akan menyampaikan satu hal penting. Selama beberapa bulan ini ibu Ayushita, Joe dan beberapa pemuda telah berhasil membangun usaha peternakan ayam petelur sebagai usaha bersama untuk meningkatkan taraf ekonomi. Joe ikut berpartisipasi dan memberikan kontribusi yang besar dalam kelompok usaha ini. Maka berdasarkan kesepakatan para anggota kelompok, mereka akan menghibahkan 5% dari keuntungan setiap penjualan telur ayam tiap bulannya kepada keluarga kakek Joe sebagai jaminan kesejahteraan mereka. Karena kita semua tahu bahwa Joe adalah tulang punggung keluarga terlepas dari masa lalunya yang kelam.

Dan di masa lalu Joe mungkin pernah menyakiti dan melukai Bapak dan Ibu semua, maka pada kesempatan ini saya memohon kepada Bapak dan Ibu sekalian untuk membukakan pintu maaf bagi almarhum. Joe anak baik dan kita bersyukur bahwa almarhum diberi kesempatan untuk bertobat. Karena belum tentu kita yang masih hidup ini akan memiliki kesempatan untuk bertobat di akhir hayat. Bisa jadi kita malah meninggal dalam keadaan maksiat atau berbuat kejahatan. Sedangkan Joe mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi kerja keras teman-temannya. Sekian!"

Setelah mendengar penuturan pak Junaid, nenek Joe langsung memeluk Ayushita yang duduk di sampingnya bersama Firda. Ayushita balas memeluk sang nenek kemudian keduanya menangis tersedu penuh kesedihan. Semua warga yang hadir menyaksikan suasana muram tersebut dalam diam dan larut dalam kesedihan masing-masing.

***

Arjuna pulang bersama Ayushita dan Firda setelah acara takziyah berakhir. Semenjak kejadian pembunuhan tragis terhadap Joe, Ayushita tinggal di rumah Firda. Arjuna tidak mengizinkan Ayushita tinggal sendirian di rumahnya karena khawatir Bang Jack akan bertindak lagi dan mencelakakan Ayushita. Menurut kesaksian Teddy dan kawan-kawannya yang terlibat dalam perkelahian berdarah itu, Bang Jack sebenarnya menargetkan Ayushita. Tetapi Joe menyadarinya dan membiarkan dirinya menjadi tameng untuk Ayushita hingga merenggut nyawanya.

Arjuna tidak ingin kejadian yang menimpa Joe akan terjadi pada kekasihnya. Dia tidak bisa membayangkan hal buruk itu terjadi. Arjuna tidak ingin kehilangan Ayushita. Dia akan berusaha melindunginya.

Kini keduanya sedang duduk dalam mobil Arjuna. Firda memberikan kesempatan kepada mereka untuk bicara dari hati ke hati. Sejak kematian Joe, Ayushita sangat jarang bicara bahkan kepada Arjuna sekalipun. Firda khawatir kondisi terpuruk Ayushita akan membuat hubungan keduanya renggang. Bukan tanpa alasan jika Firda berpikir demikian. Sebab selama sepekan Ayushita hanya memikirkan Joe dan mengabaikan Arjuna.

Ayushita sedang menggenggam sebuah amplop putih kecil. Perlahan dia mengeluarkan isinya kemudian membuka lembaran putih dan lusuh itu perlahan. Arjuna melirik sekilas ke arah surat itu dengan raut penasaran.

"Surat dari siapa?" gumam Arjuna pelan.

"Dari Joe," balas Ayushita lirih.

Arjuna menyalakan lampu dalam mobil agar Ayushita bisa membaca isi surat dengan jelas.

Untuk Ayushita.

Terima kasih sudah pernah menghajarku. Terima kasih sudah pernah membuatku babak belur dan harus dirawat. Seandainya kamu tidak melakukan itu mungkin aku masih menjadi Joe yang suka memalak dan membegal orang. Mungkin aku masih menjadi preman yang terus menyakiti orang lain.

Terima kasih karena sudah menyadarkan aku kalau hidup itu bermakna dan indah. Denganmu aku memiliki hidup baru yang lebih baik. Kata nenek aku tidak boleh berharap lebih maka aku hanya bisa bersyukur karena bertemu denganmu dan kamu mau berteman denganku. Sebenarnya perasaanku sering berdebar setiap bersama denganmu. Jujur aku suka sama kamu.

Kemarin malam aku bermimpi bertemu kedua orang tuaku. Mereka memelukku dengan hangat dan mengajakku pergi dengan mereka. Aku ingin ikut tetapi aku kepikiran kakek dan nenek. Kalau aku pergi siapa yang akan merawat mereka? Siapa yang akan mencari uang untuk makan kakek dan nenek? Siapa yang akan menemani kalau mereka sakit? Tapi aku harus pergi karena kata ibu sudah waktunya aku ikut mereka.

Kalau nanti aku pergi, tolong jaga kakek dan nenekku ya. Tanyakan kalau mereka sudah makan atau belum. Karena kakek dan nenek selalu berbohong padaku katanya sudah makan padahal sebenarnya belum sama sekali. Sering-sering juga menjenguknya karena biasanya nenek sering sakit sendirian. Hanya itu yang saya minta.

Semoga Ayushita selalu sehat dan selamat. Hati-hati dengan Bang Jack. Dia bukan orang baik. Dia berteman dengan bandar narkoba bernama Kujang yang sangat kejam. Dia bisa melakukan apapun untuk menyakiti orang lain.

Semoga Ayushita berbahagia dengan dokter Arjuna. Dia memang pria yang layak untukmu. Dia tulus dan bisa membuatmu bahagia kelak.

Berbahagialah dan aku selalu menyukaimu.

Dari temanmu Joe

Ayushita menutup wajahnya dan airmatanya kembali luruh berderai. Bahunya terguncang karena tangis yang menyesakkan dada. Arjuna mengambil alih surat di tangan Ayushita dan membacanya cepat.

Sekilas ada rasa cemburu tatkala membaca pernyataan rasa suka Joe untuk Ayushita. Sejak dulu Arjuna memang memiliki intuisi kalau Joe juga menyukai Ayushita. Terlihat dari cara pemuda itu memandang kekasihnya. Begitu hangat dan lembut.

Ayushita masih tersedu di sampingnya. Dengan ragu Arjuna menarik bahu Ayushita perlahan kemudian meletakkan kepala Ayushita di dadanya, membiarkan gadis itu menumpahkan semua rasa sedih dan sesaknya. Perlahan jemari Arjuna mengusap lembut puncak kepala Ayushita yang tertutup kerudung tanpa bicara sepatah kata.

Ayushita menangis selama beberapa saat dalam rengkuhan tangan Arjuna. Airmata dan ingusnya membasahi kemeja putih Arjuna. Arjuna melepaskan Ayushita setelah tak terdengar lagi isakan gadis itu. Sementara Ayushita tersipu malu karena dengan tidak tahu malunya menangis di depan Arjuna. Baru kali ini dia memperlihatkan sisi lemahnya kepada sang kekasih.

"Apakah sudah tenang?" tanya Arjuna. Dia menyerahkan beberapa lembar tisu kepada Ayushita, "hapus ingusmu."

Ayushita langsung menatap Arjuna dengan wajah masih bersemu merah. Tatapannya jatuh ke kemeja bagian depan Arjuna yang penuh dengan pola-pola abstrak tak jelas.

"Ya Allah, kemejamu kotor," pekik Ayushita langsung mengelap kemeja Arjuna dengan tisu di tangannya. Wajahnya panik. Kemeja itu harganya pasti mahal dan dia menggunakannya untuk mengusap airmata dan ingusnya.

Arjuna menegang ketika tangan lentik Ayushita menyentuh permukaan kemeja yang melekat di dadanya saat membersihkan bekas ingusnya di sana. Sentuhan Ayushita menyebabkan gelenyar aneh merambat ke seluruh tubuhnya yang menyebabkan rasa panas di permukaan kulitnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai seorang pria normal pasti akan bereaksi spontan terhadap sentuhan wanita. Arjuna segera menghentikan tangan Ayushita dan menjauhkannya dari area sensitif itu.

"Mengapa?" Ayushita menatap Arjuna dengan mata polos. Arjuna mengerang dalam hati melihat ekspresi polos Ayushita itu.

"Besok saja dibersihkan. Aku harap kamu tidak keberatan mencuci untukku besok," bisik Arjuna tanpa melepaskan tatapannya dari manik mata Ayushita yang kini membulat menatapnya. Jejak-jejak airmata menambah indah pancaran mata bening itu.

"Oo ...!" gumam Ayushita salah tingkah.

Tatapan Arjuna turun ke bibir Ayushita yang juga setengah terbuka menampilkan deretan gigi putihnya sedang mengintip di antara dua bilah kenyal berwarna merah muda.

Arjuna menelan salivanya kasar. Wajahnya kian dekat dan dekat ke arah wajah Ayushita. Gadis itu pun tak menghindar sama sekali. Dia malah terbengong menatap wajah Arjuna yang kian mendekat. Tanpa sadar, dalam keadaan kritis tersebut Ayushita masih mengagumi wajah tampan dan berkarisma di depannya. Bola mata dengan retina hitam pekat yang dibingkai dengan bentuk mata sedikit sipit serta bulu mata panjang nan hitam. Alis hitamnya tipis dan lurus. Hidungnya juga bangir dan lurus. Bibirnya ... oh bibir sedikit tebal dan menggoda itu kian dekat dengan bibirnya.

Dan entah sejak kapan suasana dalam mobil telah gelap karena lampu telah padam.

Kini tingal beberapa centimeter. Ayushita menahan napas dan memejamkan mata.

Tok tok tok ...!

Seseorang mengetuk kaca jendela mobil di samping Ayushita. Pasangan yang sedang kasmaran itu seketika terlonjak kaget dan mundur ke posisi duduk semula. Ayushita menoleh ke kaca jendela di sampingnya. Di luar sana Firda berdiri dengan wajah datar menatap keduanya. Ayushita buru-buru menurunkan kaca mobil.

"Ekhm ... ini sudah hampir larut. Apakah kalian masih mau bertahan di sini dan tertangkap petugas kamtibmas sedang berciuman mesum?" sindir Firda sambil mengetuk-ketuk permukaan jam tangannya.

Ayushita menunduk malu karena tertangkap basah oleh sahabatnya sendiri. Dia sungguh terbawa suasana dan hampir khilaf. Sedangkan Arjuna tidak sudi menoleh kepada gadis mungil yang telah mengganggu keasyikan mereka. Dasar cowok.

"Aku masuk dulu ya," gumam Ayushita lirih. Arjuna hanya mengangguk.

"Tunggu!" seru Arjuna kemudian.

Ayushita yang telah membuka pintu dan bersiap turun kini mengurungkan niatnya. Dia menoleh ke arah Arjuna. Tiba-tiba pria itu melepas kemejanya.

"Mau ngapain?" pekik Ayushita dan Firda bersamaan. Dan kedua gadis itu refleks menutup mata mereka dengan tangan. Arjuna terkekeh dibuatnya.

"Kamu sudah janji mau mencuci kemejaku. Nih, cuci sampai wangi ya." Arjuna menyodorkan kemeja ke depan wajah Ayushita. Gadis itu membuka mata dan mendapati Arjuna telah memakai jaketnya. Ayushita meraih kemeja tersebut kemudian turun dari mobil. Arjuna pun ikut turun dan mengunci pintu mobil kemudian menghampiri kedua gadis cantik tersebut.

"Besok aku antarkan ke rumahmu," ujar Ayushita.

"Makanan juga ya? Aku rindu masakanmu honey love," rayu Arjuna dengan nada manja. Ayushita mengangguk seraya mengulas senyum manisnya.

"Hei, sampai kapan kalian berdua saling menggoda di luar gini. Banyak nyamuk nih," rengek Firda masih dengan wajah kesal.

"Dasar jomblo akut. Tidak bisa lihat orang lain senang dikit," cibir Arjuna.

"Biarin. Ayo masuk!" Firda menggamit tangan Ayushita. Dengan secepat kilat Arjuna mendaratkan kecupan di puncak kepala Ayushita sebelum pujaan hatinya berhasil ditarik oleh Firda.

"Good night and nice dream honey love." Arjuna melambaikan tangan kepada Ayushita yang telah melewati pintu pagar. Ayushita balas melambai.

Arjuna memutuskan masuk ke rumah dinasnya setelah Ayushita lenyap di balik pintu rumah Firda. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, Arjuna merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Arjuna meraih ponsel di atas nakas. Menatap foto Ayushita yang dia jadikan wallpaper di sana. Seulas senyum tersungging mengingat tingkah mereka dalam mobil sebelumnya. Hampir saja dia khilaf dan merebut ciuman pertama Ayushita. Firda pernah membocorkan fakta bahwa Ayushita belum pernah berciuman dengan pria bahkan dengan Danuar mantan tunangannya. Gadis itu sungguh menjaga dirinya hanya untuk suaminya kelak. Dan Arjuna kian mantap dan penuh tekad akan menjadikan Ayushita istri pertama dan terakhirnya kelak.

Dengan lincah Arjuna mengetik sesuatu di ponselnya.

๐Ÿ“ค

To : My Honey โค

Aku cemburu ketika membaca surat Joe. Aku cemburu karena kamu menangis untuknya.

๐Ÿ“ฅ

From : My Honey โค

Aku menyukai Joe tetapi sebagai teman. Hai Arjunaku, sesungguhnya kamu telah menawan hatiku dalam penjara cintamu. Kamu sudah memenangkan hatiku. Mana mungkin aku sanggup berpaling lagi?

Arjuna tersenyum lebar membaca balasan Ayushita.

๐Ÿ“ค

To : My Honey โค

Oh, gadisku. Aku cinta padamu!

***

Pagi yang cerah bagi Arjuna. Senyumnya merekah indah seperti matahari pagi yan mulai bersinar terang di ufuk timur.

Setelah shalat Subuh Arjuna melakukan jogging di lapangan sepakbola di samping puskesmas. Setelah lari beberapa putaran, Arjuna kembali ke rumahnya. Sambil mengelap keringat yang bercucuran di wajah dan lehernya, Arjuna meneguk air minum yang baru saja diambil dari kulkas.

Ponselnya berdering nyaring dari dalam kamar. Arjuna bergegas memeriksa siapa yang meneleponnya pagi-pagi. Mungkin panggilan darurat dari dokter Hendry.

Ternyata panggilan dari ibunya.

"Halo, assalamu'alaikum Ma!" sapa Arjuna.

"Wa'alaikumussalam. Apa kabar sayang?" balas ibunya.

"Kabar baik. Kalau dengar suara Mama kayanya Mama sehat-sehat saja bahkan terdengar sangat bahagia," ujar Arjuna.

"Kamu bisa saja, Nak. Mama mau kasi berita gembira."

"Apa, Ma?"

"Mama sudah siapkan calon istri buat kamu," jawab sang ibu frontal.

Arjuna membeku di tempatnya.

Bersambung ....

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

See you next chapter.