Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 42 - BWW #41

Chapter 42 - BWW #41

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Ketika segalanya menjadi semakin rumit, kemana dirimu akan pergi? Apakah akan bersembunyi dari masalah? Mungkin seperti itu yang akan dilakukan oleh Danuar. Tapi hal berbeda dilakukan oleh Arjuna. Tentu saja. Karena dia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut. Terutama jika itu menyangkut segala hal tentang Ayushita.

Dia masih bergantung seperti layangan yang putus di puncak pohon tinggi. Bergoyang oleh angin dan kadang putus asa dan pasrah kemana saja angin akan mengempasnya. Namun dia berharap sang pemilik hatinya akan kembali mencarinya. Selalu ada harapan dalam hatinya. Untuk satu nama saja. Hanya untuk Ayushita Ramadhani.

Sudah seminggu sejak beredarnya video 'skandal kafe Zero'. Judul itu yang tertera untuk menarik minat orang mengintip video tersebut. Judulnya terdengar mengerikan bagi Arjuna sebab ada Ayushita yang terlibat di dalamnya. Meskipun dia tidak sepenuhnya percaya terhadap sepotong video tak bertanggung-jawab yang menjatuhkan reputasi Ayushita menjadi seorang peselingkuh dengan seorang pria beristri. Dengan mantan tunangannya? Setidaknya hingga Ayushita mau menjelaskan dengan jujur apa yang telah terjadi. Dia akan tetap percaya pada gadis lemahnya. Arjuna tahu kepercayaannya itu bisa jadi akan hancur terlindas oleh kebenaran yang sangat pahit. Tetapi dia masih bertekad untuk bertahan saat ini.

"Dok, apa Anda baik-baik saja?" tanya Dian yang sedang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Arjuna mengangkat wajahnya menatap Dian sesaat sebelum kembali menundukkan wajahnya.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana pasien anak yang baru masuk tadi?"

"Sudah lebih baik setelah memuntahkan cairan dari perutnya," jawab Dian. Arjuna mengangguk sesaat.

"Bagus. Tetap pantau kondisinya," pinta Arjuna.

"Baik. Saya permisi." Dian keluar dari ruangan Arjuna dengan kening berkerut bingung. Hampir seminggu berlalu sang dokter terlihat uring-uringan dan diam. Pada dasarnya Arjuna adalah pria yang menjaga perilaku dan tidak banyak bicara. Namun kali ini terlihat berbeda bagi Dian. Mungkin karena kepergian si ibu guru yang belum kunjung pulang.

Arjuna menghela napas dalam. Dia memandang ponselnya yang selama tiga hari ini selalu sepi. Sepi karena tak ada panggilan dari Ayushita. Sebenarnya apa yang dipikirkan gadis itu. Apakah dia dalam mode menghindar? Kepala Arjuna berputar dengan berbagai dugaan.

Hari berlalu bagai melewati terowongan sepi bagi Arjuna. Pada sore hari dia pulang ke rumah dinasnya. Hanya sesekali dia bercengkerama dengan Firda di depan rumah. Gadis itu sama bingungnya dengan dirinya karena Ayushita jarang berkomunikasi dengan gadis mungil itu akhir-akhir ini.

"Mungkin ada masalah penting yang harus diselesaikan. Kamu percaya padanya kan?" tukas Firda meyakinkan Arjuna.

Arjuna tersenyum masam. "Entahlah. Aku tidak punya pegangan apa pun. Ayushita tidak memberi alasan apa pun padaku untuk yakin dengan apa yang kami hadapi," jawab Arjuna. Dia mengusap rambutnya dengan gusar. Sedangkan Firda hanya diam mendengar argumen Arjuna. Pria itu benar. Selama ini Ayushita selalu menarik ulur perasaan Arjuna. Gadis itu tidak pernah mengatakan perasaannya secara gamblang. Hanya meminta sang Arjuna menunggu.

"Jujur saat ini aku pun gusar dengan sikap Ayushita. Bukan membelanya, hanya saja kadang aku selalu mencoba memahami masalah yang dihadapinya. Beberapa hari yang lalu dia bilang kalau dia bertemu dengan mantannya yang tidak tahu diri itu. Pria pengecut itu sedang ada masalah dengan istrinya. Dia meminta Ayushita bertemu dan mengungkapkan penyesalannya," ucap Firda.

Wajah Arjuna memucat. Apakah itu berarti Ayushita mencoba memaafkan mantannya dan memberikan kembali kesempatan padanya?

"Jangan coba-coba berpikir sembarangan. Aku kenal Ayushita. Dia memang pemaaf tapi bukan seperti orang yang akan langsung terbuai dengan kata maaf dari pria pengecut itu," tegas Firda dengan mata melotot pada Arjuna. Arjuna kembali tersenyum kecut. Gadis mungil ini seperti membaca pikirannya.

"Aku akan tetap menunggunya seperti dia dulu menungguku. Aku akan menunggu dia menjelaskan semuanya."

Firda tersenyum mendengar pernyataan Arjuna. Dia tahu seberapa besar kasih sayang pria itu kepada sahabatnya. Dia terus berdoa agar kelak mereka benar-benar bersama.

Setelah menunaikan shalat Isya, Arjuna kembali membuka dan membaca data pasien baru di puskesmas. Beberapa pasien diare seperti biasanya. Sesaat kemudian ponselnya berdering. Nama ibunya tertera di layar ponsel.

"Assalamu'alaikum, Ma!" sapa Arjuna.

"Wa'alaikumussalam. Gimana kabar anak bujang Mama?" tanya sang ibu.

"Baik-baik aja, Ma. Gimana kabar Mama dan Elvira?"

"Kami semua sehat. Kamu tidak tanya kabar ayah kamu?" Arjuna menghela napas mendengar pertanyaan ibunya.

"Apakah- ayah sehat?" Suara Arjuna begitu pelan seolah bertanya pada dirinya sendiri.

"Dia selalu sehat. Dia selalu mengkhawatirkanmu. Dia ingin kamu kembali dan bekerja di perusahaan, sayang," tukas sang ibu.

"Mama tahu kan aku tidak pernah menginginkan hal itu. Aku tidak punya hak. Elvira yang pantas melakukannya. Aku sudah cukup bersyukur bisa sekolah dan menjadi seorang dokter," pungkas Arjuna.

"Tapi adikmu ingin kamu yang menggantikannya. Dia tidak bisa mengelola perusahaan. Dia ingin fokus menemani suaminya," imbuh sang ibu.

"Nak, pulanglah. Mama kesepian di sini. Seandainya kamu sudah menikah dan menetap bersama Mama mungkin keadaannya berbeda." Arjuna menghela napas lagi mendengar ucapan ibunya. Entah kapan dia akan tenang tanpa pembahasan masalah pernikahan setiap kali bersama ibunya.

Dia berniat menikah tetapi bukan dibawa paksaan atau perjodohan yang tidak masuk akal. Arjuna ingin menentukan sendiri mempelainya yang dia yakini akan cocok menghabiskan hidup dengannya.

"Ma, tolong jangan bahas masalah itu lagi," ujar Arjuna.

"Nak, kamu tidak kasihan sama Mama yang sudah tua ini. Teman Mama punya anak gadis yang sangat baik. Mungkin kamu akan tertarik padanya saat ketemu. Sekali saja, Nak. Buka hatimu," bujuk sang ibu.

"Ma, berapa kali Juna bilang kalau Juna tidak butuh dijodohkan. Biarlah Juna memilih sendiri," sahut Arjuna dengan nada gusar. Namun dia berusaha menekan suaranya agar tidak membentak sang ibu.

"Sampai kapan? Sudah waktunya kamu memiliki pendamping hidup. Maaf kalau Mama mencampuri masalah ini. Tapi Mama tidak tahan lagi dengan sikapmu. Kali ini Mama akan bergerak sendiri," ancam sang ibu.

"Mama mau ngapain?" Arjuna mulai panik.

"Kamu akan tahu sendiri nantinya, Nak. Kali ini Mama yakin pilihan Mama tepat," sahut sang ibu kesal.

"Mama stop!" cegah Arjuna.

"Maaf, kali ini Mama memaksa. Sudah ya, assalamu'alaikum!"

"Ma ...!"

Tut ... tut ... tut !!

Sambungan terputus meninggalkan Arjuna yang menganga tak percaya. Mamanya akan menjodohkannya lagi. Dan kali ini dengan sikap memaksa.

Tidak!!!

Bagaimana dengan Ayushita? Apa yang harus dilakukannya? Haruskah dia segera melamar gadis itu dan memaksanya menerimanya?

Panik. Arjuna mulai panik. Dia tahu kalau ibunya menginginkan sesuatu maka dia tidak pernah main-main. Itulah sebabnya dia selalu menghindar dari semua rencana-rencana ibunya. Melarikan diri hingga ke dusun Petak Hijau ini.

Apakah dia harus konsultasi dengan Firda.

Arrrggghhh ...! Arjuna mengerang frustasi sambil membanting data pasien.

***

Ayushita menarik napas lega. Dia berdiri di depan Santika Hotel, dengan telapak tangan menghalangi sinar matahari siang menusuk retina matanya, sejenak menatap papan nama hotel mewah itu. Seulas senyum tersungging di bibir tipisnya.

Setelah selama tiga hari mondar-mandir mengurus berbagai hal terkait dana yang akan dikucurkan oleh Santika Jaya Corporation, akhirnya Ayushita bisa menyelesaikan berbagai negosiasi yang lumayan rumit. Maklumlah sebagai sebuah perusahaan korporasi, Santika Jaya yang menjadi induk dari Santika Hotel memiliki aturan ketat dalam hal arus keluar masuk dana perusahaan, baik yang menghasilkan profit ataupun non-profit.

Ayushita telah mengantongi MoU kerjasama juga bukti transferan dana untuk usaha mereka. Dia tinggal mencairkan cek yang diberikan. Ini adalah amanah yang sangat besar baginya dan harus dijaga dengan baik.

Kegembiraan ini harus dibagi. Dan orang pertama tempatnya berbagi adalah Firda, sahabatnya. Firda harus menjadi orang pertama mendapat berita gembira ini. Ayushita masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di pelataran parkir hotel. Meletakkan tas cangklongnya yang dia gunakan sejak masa kuliah ke kursi penumpang di sampingnya. Meraih ponsel dan bersiap menekan nomor kontak Firda. Namun ternyata sahabatnya itu mendahuluinya. Sebuah panggilan masuk dari Firda tertera di layar ponsel.

Dengan tidak sabar, dengan senyum merekah lebar Ayushita mengusap ikon penerima panggilan.

"Assalamu'alaikum, Fir. Aku baru mau telepon kamu. Tapi kamu sudah mendahului. Sudah kangen banget ya?" Ayushita semringah.

"Wa'alaikumussalam. Kamu kemana sih selama ini, Sit? Tidak pernah kasi kabar pula," balas Firda dengan nada gusar.

"Aku lagi sibuk negosiasi dengan pihak Santika. Dan kabar gembira. Proposal kita diterima dan kita sudah mengantongi cek dananya. Akhirnya usaha kita akan berhasil," seru Ayushita gembira. Seandainya dia bisa berjingkrak-jingkrak maka dia akan melakukannya. Namun dia masih waras untuk tidak melakukannya sekarang.

"Alhamdulillah. Aku senang banget akhirnya kita diberi jalan kemudahan. Tapi aku juga mau kasi kabar tidak enak nih, Sit," timpal Firda terdengar cemas sesaat kemudian.

"Ada apa?" Senyum di wajah Ayushita langsung memudar. Tiba-tiba wajah Arjuna terlintas di benaknya. Sudah tiga hari dia tidak menghubungi pria itu. Apakah dia sakit? Atau ....

"Ada yang menghancurkan rumah peternakan kita. Teman-teman Joe sempat melihat kelompok Bang Jack melakukan pembongkaran di lokasi. Bahkan mereka mengancam teman-teman Joe yang berusaha mempertahankan rumah peternakan tersebut," ucap Firda dalam satu tarikan napas. Ayushita langsung mengucap istigfar, terkejut dengan berita tidak menyenangkan tersebut. Namun hatinya sedikit lega karena berita buruk tersebut bukan tentang Arjuna.

"Jadi apa sudah dilaporkan pada bapakmu?" tanya Ayushita.

"Sudah. Tapi bapak belum bisa menindaki karena ketika kami tiba di lokasi komplotan preman itu sudah pergi. Dan kita tak punya bukti kuat. Joe dan teman-teman lain sudah mengumpulkan kembali puing-puing yang bisa diselamatkan. Bagaimana ini, Sit?"

Ayushita terdiam sejenak.

"Apakah tukang kita masih bisa dihubungi?" tanya Ayushita setelah berpikir.

"Masih. Apakah kita meminta mereka membangun kembali?" tanya Firda.

"Iya. Minta mereka membangun kembali yang rusak. Jangan khawatir dengan biayanya. Hari ini aku akan mencairkan cek dan mentransfer ke rekening kelompok usaha. InsyaAllah besok aku akan pulang ke Petak Hijau," pinta Ayushita.

"Oke, Sit. Jangan cemas dengan masalah di sini. Ada aku dan Joe. Dan ... please, beb! Hubungi Dokter Arjuna. Kasihan dia uring-uringan mikirin kamu," tukas Firda.

"Apakah sesuatu terjadi sama dia?" tanya Ayushita was-was.

"Tanyakan langsung saja sama dia." Ayushita menggigit bibir bawahnya cemas mendengar ucapan sahabatnya.

"Sit, bisakah kamu memberikan kejelasan pada Arjuna? Kasihan dia kamu gantung terus kaya jemuran yang lupa diangkat." Ayushita tertawa mendengar analogi Firda.

"Aku serius, Sit," sentak Firda sebal. "Bisa kan sesekali kamu bergantung sama dia dan menceritakan masalahmu sama dia. Dia sudah berjuang membuka hati untukmu, maka hargai usahanya. Dia sayang banget sama kamu," ujar Firda.

"Oke, aku akan mencoba, Fir. Tapi jangan paksa aku. Aku juga tidak akan mengekang Arjuna. Dia tetap punya pilihan selain aku," cetus Ayushita.

"Apakah kamu yakin memberi dia pilihan? Bagaimana kalau dia beralih memilih yang lain dan bukan kamu. Apakah kamu tidak akan menyesal?" pancing Firda. Ayushita terdiam. Menghirup udara dingin yang begitu menyesakkan dadanya. Apakah Arjuna akan berpaling darinya?

"Jika dia mengambil pilihan lain ... berarti ... kami tidak berjodoh," ucap Ayushita terbata. Rasanya dia juga tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan. Tapi dia harus belajar dan sudah terbiasa menikmati rasa sakit. Dan dia yakin kelak dia akan tetap baik-baik saja.

"Beb, aku berharap tidak ada pilihan lain untuk kalian berdua. Dan please, pulang dengan selamat ya. Kami merindukanmu. Kita akan ngobrol lagi nanti," tukas Firda.

"Sure. Dan jaga Arjuna untukku," tutup Ayushita. Dia menutup percakapan setelah mengucap salam.

Ayushita lalu kembali menatap ponselnya. Sesaat kemudian dia membuka kolom pesan. Mengetik beberapa kalimat di sana.

๐Ÿ“ค

To : Dokter Arjuna

Assalamu'alaikum. Besok aku balik ke kampung. Bisa jemput aku di terminal?

Pesan terkirim. Dan sepersekian detik kemudian balasan tiba.

๐Ÿ“ฅ

From : Dokter Arjuna

Wa'alaikumussalam.

Apapun untukmu my honey love

I miss U a lot

Ayushita tersenyum lebar dan membaca balasan pesan itu hingga tiga kali.

Apakah dia benar-benar sanggup memberi pilihan lain kepada Arjuna? Mengapa rasanya sakit memikirkan hal itu?

Bersambung ....

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Nb : Yang belum baca novel author berjudul Sekretarisku Pengawalku, segera pantengin ya. Karena author berniat membukukan dan setelah tiba di meja penerbit, sebagian besar cerita akan dihapus nantinya.

Makasih banyak untuk dukungan kalian untuk author. I love U all.