Setelah berpisah dengan Rafka, hati Hanin semakin merasa sedih. Tidak ada lagi memberikan semangat dalam hidupnya.
Jonathan yang mengetahui hal itu ikut merasakan kesedihan Hanin.
"Hanin, kamu jangan bersedih, bukankah kamu masih bisa berhubungan dengan Rafka dengan saling kirim surat?" ucap Jonathan yang tidak bisa lagi menghibur Hanin yang sedang sedih.
"Aku hanya sedih saja Jo, kenapa sahabatku satu-satunya yang sangat mengerti aku harus berpisah denganku," sahut Hanin dengan wajah sedih.
"Suatu saat masih bisa bertemu lagi Han, dan masih ada aku di sini untuk menjagamu. Kamu jangan sedih," ucap Jonathan dengan tulus.
"Aku tidak akan tinggal di sini lagi Jo. Apa kamu dan Amelia tidak tahu kalau aku akan di nikahkan Ibu dengan Tuan Hasta temannya Ayah?" tanya Hanin dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Apa Han?! kamu mau dinikahkan dengan Tuan Hasta? orang yang sudah tua itu? tidak!! aku akan menemui Ibu sekarang, aku tidak setuju dengan pernikahan ini!" ucap Jonathan dengan hati yang terluka.
"Sudah terlambat Jo, aku sudah menyetujui pernikahan itu. Besok pagi aku akan ke kota untuk menikah dengan Tuan Hasta di sana, setelah itu aku kembali lagi ke sini tapi tinggal di rumah Tuan Hasta," jelas Hanin sambil menangis dalam kesedihan.
"Tidak Hanin, kenapa kamu melakukan hal ini? kamu masih muda, kamu masih punya cita-cita untuk sekolah, kenapa kamu menyetujui pernikahan ini?" tanya Jonathan dengan hati yang terluka sangat dalam.
"Kamu tahu tahu sendiri Jo, bagaimana Ibu dan Amelia memperlakukanku? sampai kapan aku harus tersiksa seperti ini? setidaknya setelah aku menikah dengan Tuan Hasta, aku tidak akan merasakan siksaan lagi dan aku juga masih di perbolehkan sekolah terus sampai keperguruan tinggi," ucap Hanin dengan hati yang sedikit lega setelah bercerita pada Jonathan.
"Tidak bisakah kamu bahagia tanpa menikah dengan laki-laki tua itu, Han?" tanya Jonathan dengan rasa yang putus asa.
"Tidak bisa Jo, saat ini hanya Tuan Hasta yang bisa menolongku dari siksaan Ibu," ucap Hanin lagi menyerahkan semua apa yang terjadi pada Tuhan.
"Baiklah Han, aku juga tidak tahu harus berbuat apalagi untuk membantumu, selain ingin melihatmu bahagia," ucap Jonathan pasrah pada takdir.
"Aku mau menyiapkan pakaianku dulu Jo, siang ini Tuan Hasta mau menjemputku dan mungkin hari ini kita terakhir tinggal bersama satu atap. Setelah ini kita hanya bisa bertemu di sekolah jika kita satu sekolah yang sama," ucap Hanin dengan airmata yang berlinang karena setelah Rafka yang selalu ada untuknya adalah Jonathan. Jonathan juga selalu menjaganya.
"Aku akan meneruskan sekolah di SMA Pelita kamu minta saja pada Tuan Hasta untuk sekolah di sana, agar aku bisa menjagamu," ucap Jonathan dengan pasti, bertekad dalam hati tidak perduli Hanin menjadi milik siapa dia akan selalu ada untuk Hanin.
"Ya Jo, aku akan bilang pada Tuan Hasta jika bertemu dengannya nanti," ucap Hanin seraya masuk ke dalam kamar untuk membereskan pakaiannya.
Tepat siang hari Hasta datang menjemput Hanin. Dina dan Amelia tersenyum dengan licik, hanya Jonathan yang terdiam menatap kepergian Hanin dengan meninggalkan luka pada dirinya yang tak mungkin akan terobati.
"Hanin, kita langsung ke kota hari ini, agar saat kita kembali besok kita sudah mempunyai surat nikah yang di mata Dina dan orang-orang kita sudah menikah dengan sah," ucap Hasta dengan sangat tenang.
"Aku menurut saja apa kata Tuan," ucap Hanin duduk diam dengan pikiran yang kosong.
Hasta duduk tenang duduk di samping Hanin, Rahmat sopir pribadinya yang sudah tahu semuanya sangat kasihan dengan Hasta yang selalu baik pada Usman Ayahnya Hanin, padahal karena Usmanlah Hasta kehilangan istrinya.
"Rahmat, apa kamu sudah memesan kamar hotel untuk kita menginap?" tanya Hasta dengan suara beratnya.
"Sudah Den, dua kamar seperti yang Den Hasta perintahkan," sahut Rahmat dengan wajah serius.
"Terima kasih Rahmat," ucap Hasta kemudian bersandar dengan memejamkan matanya.
Hanin yang duduk di samping Hasta sedikit bingung dengan apa yang dilakukan Hasta untuknya.
"Kalau memang Tuan Hasta semata-mata ingin membantuku, kenapa tidak dengan mendopsiku saja? tapi kenapa harus dengan menikahiku?" tanya Hanin dalam hati, sebuah pertanyaan yang dari kemarin-kemarin bergayut kuat dalam pikirannya.
"Den Hasta, sudah sampai," ucap Rahmat membangunkan Hasta yang tertidur dalam perjalanan.
"Baiklah Rahmat, tolong antarkan Hanin ke dalam dan jaga Hanin sampai aku kembali," ucap Hasta dengan suara beratnya keluar dari mobil dan pindah duduk di depan di mana tempat untuk menyetir.
"Tuan Hasta mau kemana?" tanya Hanin sedikit merasa takut jika Hasta meninggalkan dirinya sendirian di kota.
"Aku pergi sebentar, ada Rahmat yang akan menjaga kamu," jawab Hasta yang tidak menjelaskan mau pergi kemana.
"Mari Non Hanin, ikut saya." ucap Rahmat sambil membawa tas milik Hanin.
Hanin keluar dari mobil dengan tatapan matanya yang tak lepas pada kedua mata Hasta.
"Pak Rahmat, Tuan Hasta akan kembali ke sini kan?" tanya Hanin setelah berada di dalam Hotel.
"Iya Non, nanti Den Hasta akan kembali kalau urusan Den Hasta selesai," jawab Rahmat dengan tatapan penuh kesedihan.
Hanin kembali terdiam mendengar jawaban Rahmat yang terlihat menyimpan sesuatu yang sedih.
Berada di kamar yang cukup besar Hanin duduk termenung seraya tatapannya menyapu ke seluruh sudut kamar.
"Non Hanin, ini ada ponsel yang di belikan Den Hasta untuk bisa Non Hanin pakai jika ingin menelepon Den Hasta. Di ponsel ini sudah ada nomor Den Hasta," jelas Rahmat sambil memberikan ponsel yang cukup mahal untuk Hanin.
Dan Hanin sendiri hanya bisa terpaku sambil menggenggam ponsel itu erat-erat.
"Bagaimana aku bisa menelepon Tuan Hasta? cara membukanya saja aku tidak tahu?" ucap Hanin dalam hati dengan helaan nafas panjang.
"Kalau ada apa-apa bisa panggil saya di kamar sebelah ya Non?" ucap Rahmat kemudian meninggalkan Hanin yang duduk terpekur dengan pikirannya yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hidupnya.
"Ya Tuhan, apapun yang terjadi aku hanya bisa pasrah padaMu. Aku akan menerima apapun jika semua ini memang takdirMu," ucap Hanin dalam hati.
****
Di sebuah rumah sakit, tepatnya di ruang khusus Dokter Husin, Hasta duduk dengan membawa hasil diagnosa terakhirnya.
"Hasta, aku sarankan kalau kamu memang ingin mengurangi rasa sakitmu, sebaiknya kamu harus ikuti terapi rutin ini, karena penyakit Emfisema ini hanya bisa di hambat perkembangannya tapi untuk kerusakan paru-paru itu sendiri tidak bisa di sembuhkan kecuali dengan transplantasi paru-paru," jelas Husin sebagai Dokter pribadi Hasta yang sudah lama menjaga kondisi Hasta di saat drop karena penyakit Emfisema pada paru-parunya.
"Aku akan mengambil terapi itu jika memang bisa menghambat kerusakan pada paru-paruku," ucap Hasta dengan suara berat.
"Kamu bisa kesini seminggu sekali agar aku bisa memantau dengan baik hasil terapi kamu," sahut Husin dengan serius.