Empat tahun kemudian....
Tak terasa sudah hampir empat tahun Hanin tinggal satu atap dengan Hasta, dan semuanya berjalan dengan keadaan yang baik-baik saja.
Hasta begitu perhatian dan sangat menyayangi Hanin, begitupun sebaliknya Hanin sangat menyayangi Hasta.
Namun perhatian Hanin itu bukanlah karena cinta. Bagi Hanin, Hasta sudah seperti orang tuanya sendiri karena itu Hanin sangat menyayanginya.
Selain hubungan dengan Hasta yang semakin baik, hubungan Hanin dengan Rafka juga semakin erat.
Bahkan Rafka sendiri sudah menyatakan keinginannya untuk menjalin hubungan serius dengan Hanin sebagai sepasang kekasih dan Hanin menerimanya dengan senang hati.
Hubungan Hanin dan Rafka masih sembunyi-sembunyi dan tidak seorangpun yang tahu. Namun begitu Hasta mengetahui dengan benar kalau Hanin dan Rafka telah menjalin hubungan cinta di belakangnya.
Hasta hanya pasrah dengan jalannya takdir, dan tidak ada hak bagi dia untuk melarang Hanin berhubungan dengan siapapun termasuk Rafka cinta pertamanya Hanin.
Hanin sudah menyelesaikan sekolahnya dengan nilai yang sangat baik dan melanjutkan kuliah di universitas yang cukup bagus di desanya. Hanin tidak meneruskan kuliah di kota, hanya karena alasan tidak bisa meninggalkan Hasta sendirian. Dan itu sedikit mengganggu pikiran Rafka sebagai kekasihnya Hanin.
"Hanin, apa kamu masih berhubungan baik dengan Jonathan walau sudah tidak bertemu setiap hari?" tanya Rafka setelah beberapa bulan sibuk dengan aktifitasnya sebagai mahasiswa kedokteran di Universitas yang sangat ternama di Kota. Akhirnya ia menghubungi Hanin karena sudah sangat merindukannya.
"Ya... masih sangat baik, walau Jonathan tidak melanjutkan kuliah dia masih sering ke sini. Bagiku dia sahabat dan saudara yang sangat baik. Dia selalu melindungi aku dari kenakalannya Sony sejak masuk SMA hingga saat ini," jawab Hanin dengan jujur kalau Sony masih saja suka mengganggunya.
"Apa Tuan Hasta tahu kalau Sony masih suka mengganggumu?" tanya Rafka yang sudah tahu sejak lama tentang pernikahan palsu Hanin dengan Hasta.
"Tidak, aku tidak ingin Tuan Hasta menjadi cemas hanya karena masalah kecil. Sudah cukup kebaikan Tuan Hasta selama ini yang sudah menyayangiku dan memberikan apa saja yang aku inginkan," ucap Hanin seolah-olah tidak ingin membuat Hasta merasa terbebani dengan masalah lainnya.
"Kamu sangat perhatian sekali dengan Tuan Hasta ya Han? aku takut suatu saat kamu jatuh cinta padanya," ucap Rafka dengan nada bercanda.
Pada saat itu tanpa sengaja Hasta yang berniat ke belakang mendengar percakapan antara Rafka dan Hanin.
"Tidak lah Raf, mana mungkin aku jatuh cinta pada Tuan Hasta. Dari segi usia saja Tuan Hasta lebih pantas menjadi Ayahku. Aku menyayangi Tuan Hasta karena sudah aku anggap seperti Ayahku sendiri. Dan kamu jangan cemburu dengan Tuan Hasta ya? karena aku dan Tuan Hasta tidak ada perasaan apa-apa selain saling menyayangi seperti Ayah dan anak." jawab Hanin tidak ingin membuat Rafka cemburu.
Mendengar jawaban Hanin, Hasta merasakan kesedihan yang sangat dalam. Entah kenapa ada rasa sakit dan pedih di hatinya saat mengetahui kenyataan yang ada.
"Syukurlah Han, aku harap kita saling setia hingga saatnya tiba di mana aku datang menjemputmu. Masih kurang dua tahun lagi aku menyelesaikan gelar Dokterku. Masih sangat lama. Doakan aku agar secepatnya bisa datang untuk menjemputmu," ucap Rafka dengan hati bahagia.
"Tentu saja aku berdoa untukmu Raf, terima kasih sudah bersamaku sampai saat ini. Aku pasti akan menunggumu pulang. Rafka, maaf ya, aku harus kembali ke dalam. Sekarang sudah waktunya makan malam, Tuan Hasta harus makan dan minum obatnya. Lagi aku belum melihat keadaan Tuan Hasta dari sore," ucap Hanin tiba-tiba saja merasakan tidak enak hatinya.
"Oke Han, jaga diri baik-baik ya..aku sayang kamu," ucap Rafka dengan perasaan sedikit kecewa karena tidak rela kalau Hanin begitu perhatian pada Hasta.
"Aku juga sayang kamu Raf, jaga diri baik-baik juga ya," ucap Hanin setelah itu menutup ponselnya.
"Di mana ya Tuan Hasta? sejak sore aku tidak melihatnya? dan sekarang sudah harusnya makan malam dan minum obatnya," gumam Hanin seraya bangun dari duduknya dan masuk ke dalam rumah untuk mencari Hasta.
"Mbok Minah, apa Mbok Minah tahu di mana Tuan Hasta?" tanya Hanin dengan perasaan cemas.
"Bukannya Den Hasta tadi ke belakang untuk makan malam ya Non?" jawab Minah sambil merapikan dapur setelah selesai memasak.
"Aku sudah dari tadi menunggu Tuan Hasta di belakang Mbok," sahut Hanin dengan heran.
"Kenapa aku tidak melihat Tuan Hasta ya? kalau memang Tuan Hasta ada di belakang, sudah pasti aku melihatnya kan?" tanya Hanin dalam hati penuh tanda tanya.
"Apa Non Hanin mencari Den Hasta?" tanya Rahmat yang tiba-tiba ada di belakangnya.
"Ya Pak, apa Pak Rahmat tahu di mana Tuan Hasta?" tanya Hanin merasa ada sesuatu yang terjadi pada Hasta.
"Den Hasta ada di teras depan sedang mengerjakan sesuatu Non," Jawab Rahmat dengan wajah sedikit kuatir melihat kesedihan di wajah Hasta.
"Terimakasih Pak Rahmat, aku akan mengajak Tuan Hasta untuk makan malam lebih dulu," ucap Hanin kemudian pergi ke teras depan.
Di teras depan Hanin melihat Hasta sedang serius mengerjakan sesuatu.
"Tuan Hasta," panggil Hanin dengan suara pelan sambil duduk di samping Hasta.
"Ya Nin, ada apa?" tanya Hasta dengan tatapan matanya tak lepas dari laptopnya.
"Makan malam dulu Tuan," ucap Hanin menatap wajah Hasta yang akhir-akhir ini terlihat sangat pucat.
"Sebentar lagi Nin, kamu makanlah dulu. Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini, karena nanti malam aku harus berangkat ke luar kota," jelas Hasta masih serius dengan pekerjaannya.
"Apa tidak bisa di tinggalkan sebentar untuk makan Tuan? dengarkan aku Tuan, kesehatan anda lebih penting dari pada pekerjaan," ucap Hanin dengan lemah lembut.
"Ya Hanin, aku tahu itu. Makanlah dulu ya, biar aku menyelesaikan pekerjaan ini. Sebentar lagi selesai," ucap Hasta tanpa melihat wajah Hanin.
Entah karena apa, Hanin merasakan sesuatu yang lain dari sikap Hasta yang tidak seperti biasanya.
"Aku bawa makanannya ke sini saja ya Tuan? sambil anda kerja biar aku yang menyuapi anda, bagaimana?" tanya Hanin berusaha melunakkan hati Hasta yang tiba-tiba keras kepala.
Hasta menghentikan pekerjaannya setelah mendengar ucapan Hanin yang berniat menyuapinya.
"Apa kamu tidak keberatan melakukan itu?" tanya Hasta masih sedih saat mengingat kata-kata Hanin di telepon.
"Kenapa harus keberatan Tuan? aku melakukannya dengan senang hati kalau untuk anda," jawab Hanin sedikit memuji Hasta tapi setulus hati.
"Baiklah Nin, aku menurut apa katamu saja," ucap Hasta dengan tatapan penuh kebahagiaan.
Hanin tersenyum manis merasa senang melihat Hasta kembali tersenyum dan sudah mau menatap wajahnya.
"Aku akan mengambil makanannya sekarang," ucap Hanin segera berdiri dari duduknya untuk mengambil makanan untuk Hasta.
Tidak beberapa lama kemudian, Hanin kembali datang dengan membawa sepiring nasi dan segelas air putih.