Sampai di rumah....
"Tuan Hasta, bangun...kita sudah sampai di rumah," panggil Hanin sambil menepuk pelan pipi Hasta yang tumbuh bulu-bulu halus di sekitar rahangnya.
Perlahan Hasta membuka matanya dan menatap wajah Hanin yang begitu sangat nyata.
"Apa benar kita sudah pulang Nin, kamu telah membawaku pulang?" tanya Hasta antara sadar dan tidak sadar karena pengaruh obatnya yang berdosis tinggi.
Hanin tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Ya Tuan, kita sudah di rumah. Kita sudah tinggal serumah lagi," jawab Hanin dengan perasaan senang dan gembira.
Hasta terdiam menatap wajah Hanin dengan tatapan mata yang rumit.
"Kita tinggal serumah tanpa ada cintamu untukku Nin. Bukankah itu hanya menyiksa hatiku saja?" ucap Hasta dalam hati merasa yakin ia akan lebih merasakan rasa sakit lagi jika melihat Hanin bermanis-manis dengan Rafka.
"Tuan Hasta, kita masuk ke dalam ya?" ucap Hanin setelah cukup lama menunggu Hasta yang sedang melamun.
Tanpa menjawab ucapan Hanin, Hasta keluar dari mobil dengan keadaan tubuhnya yang masih lemas.
"Non Hanin, biar saya yang memapah Den Hasta," ucap Rahmat setelah kembali dari rumah membawa masuk koper pakaian Hasta lebih dulu.
"Tidak usai Pak Rahmat biar aku saja yang memapahnya, dan mulai sekarang yang melayani Tuan Hasta adalah aku, apapun itu. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya dengan semua yang terjadi pada Tuan Hasta," ucap Hanin setelah tahu dan tidak tahan melihat keadaan Hasta karena penyakitnya.
"Alhamdulillah Non, akhirnya ada yang lebih bisa menjaga dan menyayangi Den Hasta di banding kita berdua," ucap Rahmat tanpa sadar kelepasan bicara karena terlalu bahagianya.
Hasta menghentikan langkahnya, dan menatap Hanin dengan tatapan terluka.
"Kamu akan semakin menyiksaku dengan semua perhatianmu Nin, karena aku tidak bisa memilikimu," ucap Hasta hanya bisa berkata dalam hati.
Tiba di dalam kamar, Hasta berbaring dengan keadaan yang masih lemas dan merasakan sakit pada dadanya.
"Istirahatlah Tuan, aku akan siapkan obat dulu agar anda bisa istirahat," ucap Hanin seraya melepas jaket dan ikat pinggang Hasta.
"Hanin, biar aku lakukan sendiri," ucap Hasta semakin menderita dengan perhatian Hanin.
"Biar aku saja yang melakukannya Tuan, bukankah aku sudah bilang mulai sekarang semua semua kebutuhan dan keperluan anda akan menjadi tanggung jawabku?" ucap Hanin dengan serius.
"Hanin, tolong kamu bisa mengerti. Semua tugas itu hanya di lakukan oleh seorang istri dan kamu bukan istriku Hanin," ucap Hasta tidak ingin rasa cintanya tenggelam semakin dalam.
"Aku tidak perduli itu Tuan, aku ingin melakukannya semuanya demi anda," ucap Hanin dengan hati yang sangat sedih karena keadaan Hasta.
"Apa termasuk dengan tidur bersamaku di kamar ini?" tantang Hasta yang sudah tidak sanggup lagi menghadapi keras kepalanya Hanin.
Hanin terdiam seketika, pertanyaan Hasta sama sekali di luar pemikirannya.
"Bukan seperti itu Tuan, maksudku aku akan melayani semua kebutuhan anda tapi tidak termasuk hal itu," ucap Hanin dengan perasaan aneh dan menjadi serba salah.
"Ya Nin, tidak termasuk tidur denganku karena kamu tidak mencintaiku dan kita tidak ada ikatan pernikahan yang sah. Jadi aku ingatkan padamu Hanin, tugasmu di sini bukan untuk melayaniku, tapi belajar untuk meraih cita-citamu. Sekarang keluarlah dari kamarku, aku mau istirahat sebentar," ucap Hasta dengan perasaan yang lebih sakit dari yang sebelum-sebelumnya.
Mendengar ucapan Hasta, entah kenapa airmata Hanin mengalir begitu saja dari kedua matanya. Sungguh baru kali ini ucapan Hasta sangat menyakiti hatinya.
Dengan hati terluka Hanin keluar dari kamar Hasta dan berlari ke halaman belakang menumpahkan segala kesedihan dan rasa sakitnya.
"Rahmat!! Rahmat!" panggil Hasta dengan panik dan dadanya yang terasa sesak.
Rahmat yang mendengar panggilan Hasta segera datang tergopoh-gopoh.
"Ya Den Hasta, ada apa?" tanya Rahmat dengan tatapan iba saat melihat Hasta tampak lebih menderita.
"Tolong kejar Hanin, aku telah menyakiti hatinya lagi. Kenapa aku tidak mati saja, agar aku tidak lagi merasakan semua rasa sakit ini, Rahmat," ucap Hasta sambil menekan dan memukul dadanya yang terasa sangat sakit untuk di buat bernapas.
Rahmat berdiri terpaku di tempatnya, antara mau mengejar Hanin atau menjaga Hasta yang terlihat terluka.
"Rahmat tunggu apalagi? aku tidak ingin Hanin pergi meninggalkan rumah ini. Cepat tenangkan dia," ucap Hasta di sela-sela suara batuknya yang tidak berhenti.
"Tapi Den Hasta, Aden sedang kesakitan?" ucap Rahmat menjadi bingung apa yang harus ia lakukan.
Karena merasakan sakit yang luar biasa sakitnya, Hasta sudah tidak tahan lagi menahan batuknya yang tidak bisa berhenti. Dengan perasaan putus asa Hasta semakin menekan dadanya sekeras mungkin hingga batuk dan mengeluarkan darah kental dari mulutnya.
"Uhukk.. Uhukk..Uhukk," Hasta mencengkeram kuat dadanya dengan sangat keras.
Darah kental kembali keluar dari mulut Hasta, kemeja Hasta di penuhi muntahan darah.
"Minah!! Minahhh!" teriak Rahmat memanggil Minah yang ada di dapur.
Mendengar panggilan Rahmat yang sangat keras, Minah segera berlari tergopoh-gopoh datang ke kamar Hasta.
"Ada apa Rahmat? Ya Tuhan!! Den Hasta!!" pekik Minah saat melihat Hasta yang batuk-batuk dengan mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Panggil Non Hanin untuk segera ke sini Minah," ucap Rahmat sambil mengangkat kepala Hasta agak lebih tinggi dengan memberi dua bantal sebagai penyangga.
Segera Minah kembali keluar untuk mencari keberadaan Hanin.
"Rahmat, aku tidak apa-apa. Biarkan saja aku di sini. Cari Hanin saja, aku mencemaskannya," ucap Hasta dengan tubuh lemas.
"Non Hanin sudah di cari Minah, Den, kita sekarang ke rumah sakit saja Den," ucap Rahmat sangat panik, merasakan dadanya ikut merasa sesak.
"Tidak Rahmat, kita tidak akan kemana-mana," jawab Hasta dengan suara lirih di sela-sela batuknya.
"Den Hasta, saya mohon kita harus ke rumah sakit Den. Anda mengeluarkan darah cukup banyak," ucap Rahmat saat melihat Hasta masih mengeluarkan darah yang mengalir di sela sudut mulutnya.
"Tuan Hastaaaa!!" tiba-tiba terdengar suara Hanin berteriak sambil menangis berlari menghampiri Hasta. Hanin menangis sedih setelah di beritahu Minah tentang keadaan Hasta yang muntah darah.
"Apa yang terjadi denganmu Tuan Hasta?" tanya Hanin menangkup wajah Hasta dengan deraian airmata.
"Aku tidak apa-apa Nin, jangan kuatirkan aku." jawab Hasta dengan suara lemah.
"Kita harus ke rumah sakit sekarang pak." ucap Hanin dengan rasa takut kehilangan yang sangat dalam.
"Tidak Nin, aku tidak apa-apa..aku hanya batuk biasa saja aku..." belum lagi Hasta meneruskan ucapannya bibir lembab Hanin sudah me***um bibirnya dengan sangat kasar.
Jantung Hasta seketika berhenti sesaat, dengan apa yang dilakukan Hanin kepadanya.
"Jangan lagi bilang kalau pak Hasta baik-baik saja, kita harus ke rumah sakit sekarang." ucap Hanin dengan penuh kemarahan saat melihat Hasta yang tidak jujur dengan penyakitnya.
"Hanin, biarkan aku di sini saja..aku mohon Nin." ucap Hasta yang sudah merasa putus asa dalam dengan hidupnya.
"Tidak pak, aku tidak akan membiarkan pak Hasta di sini dalam keadaan sakit. Kita harus ke rumah sakit sekarang, percayalah padaku pak! aku tidak akan membiarkan pak Hasta sendirian, ada aku yang akan menemani dan menjaga pak Hasta." ucap Hanin dengan menggenggam kedua tangan Hasta.