Sudah hampir tiga minggu Hanin berada di pedesaan dekat pegunungan untuk menyelesaikan tugas ujian akhir semester agar bisa naik ke semester berikutnya.
Dengan segala kesibukannya membuat Hanin sedikit melupakan semua masalahnya.
"Hanin, kamu jadi menyelesaikan tugasmu dalam minggu ini atau minggu depan?" tanya Rita teman satu timnya di desa.
"Insyaallah dalam minggu ini Rit, karena aku harus cepat pulang, aku sudah rindu masakan rumah." jawab Hanin yang tiba-tiba rindu akan sesuatu.
"Bukannya rindu suamimu ya?" tanya Rita yang tahunya Hasta adalah suami Hanin.
"Suami?" gumam Hanin dengan suara pelan tapi masih terdengar oleh Rita.
"Ya..pak Hasta suamimu bukan?" tanya Rita dengan suara penuh tekanan.
"Ya tentu saja Rit, aku sangat merindukannya." jawab Hanin dengan suara lirih.
"Ya Tuhan, sudah dua minggu lebih aku tidak tahu kabar pak Hasta dan Rafka. Bagaimana kabarnya mereka berdua?" tanya Hanin dalam hati.
"Jadi kurang dua hari lagi kamu sudah pulang dong ya? apa tugas kamu sudah selesai semua?" tanya Rita lagi merasa kagum dengan kepintaran Hanin.
"Ya kurang dua hari lagi, aku sudah menyelesaikan semuanya." jawab Hanin mulai merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Kamu melamunkan apa Han?" tanya Rita saat melihat Hanin berkali-kali menghela nafas panjang dan terlihat memikirkan sesuatu.
"Entahlah Rit, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku tapi aku tidak tahu apa itu." jawab Hanin yang merasa merindukan sesuatu.
"Di buat shalat saja Han, daripada hati kamu gelisah terus." ucap Rita sedikit penasaran apa yang meresahkan hati Hanin.
"Ya kamu benar Rit, semoga dengan aku melakukan shalat istikharah aku bisa menemukan jawaban yang di kehendaki oleh Tuhan." ucap Hanin mengambil nafas panjang.
"Ya sudah aku tidur dulu ya? sudah malam, semoga kamu segera mendapatkan jawabannya." ucap Rita sebelum meninggalkan Hanin sendiri dalam kegelisahannya.
Dengan hati dan pikiran yang masih gelisah, Hanin berjalan ke belakang untuk mengambil air wudhu.
Setelah mengambil wudhu Hanin ke ruang shalat yang sudah di sediakan oleh kepala desa.
Dalam kegelisahannya Hanin mengenakan mukenanya dan menjalankan shalat istikharah dengan sangat khusyu'. Tidak ada hal yang di pikirkan Hanin selain ikhlas menyerahkan semuanya pada Tuhan yang Maha Tahu tentang segalanya. Tuhan yang dengan mudahnya membolak-balikkan hati umatnya.
Setelah selesai menjalankan shalat dan berdoa khusyu' dengan menyerahkan hati sepenuhnya pada Tuhan, Hanin mulai merasa tenang dan menerima dengan ikhlas semua petunjuk dari Tuhan sang penguasa hati manusia.
Dengan hati yang sudah tenang, Hanin keluar dari ruang shalat. Entah kenapa udara malam terasa sangat dingin sekali. Hanin yang berniat duduk di ruang tamu untuk menonton televisi mengurungkan diri dan kembali berjalan ke kamarnya untuk segera tidur, tapi entah kenapa matanya tertuju pada almarinya yang terbuka.
Seperti ada yang menariknya, Hanin berjalan ke almari tersebut dan melihat sebuah jaket yang menggantung di almarinya.
"Kenapa jaket ini ada sini? apa aku membawanya tapi aku lupa? tapi bukankah jaket ini punya pak Hasta? kenapa aku bisa membawanya?" hati Hanin bertanya-tanya dan berusaha mengingat semuanya tapi tetap saja tidak bisa mengingatnya.
Dalam keadaan hawa yang sangat dingin Hanin melepas jaket itu dari gantungan dan memakaikannya dengan cepat. Setelah Hanin memakainya entah kenapa aroma bau tubuh Hasta sangat kental terasa di hidungnya, yang membuat seluruh tubuhnya menjadi terasa hangat.
Karena kantuk sudah menyerangnya Hanin kembali ke tempat tidurnya, dan berbaring menghadap ke atas langit-langit.
"Ya Tuhan, apa semua ini jawaban hari Tuhan?" tanya Hanin dengan pikiran yang tiba-tiba terlintas begitu saja.
"Pak Hasta? jaket ini milik pak Hasta, yang aku sendiri tidak ingat kenapa jaket ini ada bersamaku?" gumam Hanin dengan hatinya yang tiba-tiba berdebar-debar.
"Apakah pak Hasta yang terbaik untukku? lalu bagaimana dengan Rafka? bagaimana aku harus menjelaskan semuanya pada Rafka?" ucap Hanin dengan perasaan yang tiba-tiba merasakan rindu pada Hasta.
"Ya Tuhan tolong bantu aku, berikan aku jalan agar aku bisa menjelaskannya pada Rafka, kalau aku sudah memilih pak Hasta untuk menjadi imamku." gumam Hanin memejamkan matanya sambil merapatkan tubuhnya pada jaket yang di pakainya.
***
Mata Hanin mencari keberadaan Rahmat yang menjemputnya di kampus.
"Non Hanin!" panggil Rahmat keluar dari mobilnya menghampiri Hanin yang berdiri sambil tersenyum.
"Siang pak Rahmat, aku sudah menunggu hampir satu jam. Aku pikir pak Rahmat lupa menjemput." ucap Hanin yang sedikit heran, karena tidak biasanya Rahmat terlambat menjemput.
"Maaf Non Hanin, saya terlambat agak lama karena saya ada keperluan yang mendesak." jawab Rahmat berbohong, karena yang sebenarnya terjadi Rahmat harus menjemput Hasta yang berada di rumah sakit selama satu minggu lamanya. Dan pagi ini Hasta minta pulang paksa karena mendapat kabar dari Hanin kalau pulang hari ini, padahal keadaan Hasta di katakan masih belum sembuh.
"Ya tidak apa-apa pak Rahmat, pak Hasta di mana pak? kok tidak ikut menjemputku?" tanya Hanin yang sudah sangat merindukan Hasta.
"Den Hasta masih di kantor Non, semoga sekarang sudah ada di rumah." jawab Rahmat kembali berbohong.
"Pak Hasta sehat kan pak? harusnya pak Hasta sudah semakin sehat kan pak? karena pak Hasta sudah berjanji padaku untuk menjaga kesehatannya." ucap Hanin mulai merasa curiga dengan sikap Rahmat yang lebih banyak diam.
"Pak Rahmat? pak Rahmat mendengarkan aku kan pak?" panggil Hanin dengan tatapan penuh menatap wajah Rahmat yang tidak berani menatapnya.
"Den Hasta baik-baik saja Non." ucap Rahmat yang berkali-kali minta maaf dalam hati karena sudah berbohong pada Hanin.
"Syukurlah pak, kalau pak Hasta baik-baik saja." ucap Hanin tersenyum lega.
Tiba di depan rumah, Hanin sudah melihat keberadaan Hasta yang berdiri di depan teras yang sedang menatap dirinya.
Hanin keluar dari mobil dan segera berlari mendekati Hasta.
"Pak Hasta." panggil Hanin tersenyum, menahan dirinya untuk tidak memeluk Hasta terlebih dulu.
"Hanin." sahut Hasta tersenyum dengan suara beratnya, ingin merengkuh Hanin dalam pelukannya.
"Kenapa pak Hasta tidak menjemputku?" tanya Hanin dengan bibir sedikit cemberut.
"Maaf Hanin, aku baru datang dari kantor. Jangan marah..aku sudah berusaha untuk pulang cepat agar bisa melihatmu." jawab Hasta dengan tatapan rindu yang begitu sangat.
"Ya tidak apa-apa pak Hasta, aku juga bercanda..aku tahu pak Hasta sibuk bekerja." ucap Hanin dengan sebuah senyuman.
"Ayo kita masuk ke dalam Nin, mbok Minah sudah menyiapkan makanan kesukaanmu." ucap Hasta dengan keadaan yang sebenarnya sudah tidak sanggup untuk berdiri.
"Mbok Minah tolong, temani Hanin makan." ucap Hasta pada Minah.
"Pak Hasta memang mau kemana?" tanya Hanin dengan tatapan kecewa karena merasa Hasta menghindarinya.
"Aku harus kembali bekerja Nin, nanti malam aku pulang." jawab Hasta yang sudah tidak bisa menahan rasa sakit di dadanya.
"Apa pak Hasta tidak merindukanku?" tanya Hanin dengan suara tercekat saat Hasta hendak berjalan ke arah pintu.
Hasta menghentikan langkahnya dan menatap Hanin dengan tatapannya yang sedikit kabur.