Rafka termenung memikirkan tentang sikap Silviana yang sangat mencurigakan, karena yang dia lihat sepertinya Silviana habis mengutak-atik ponselnya.
"Aku tidak tahu apa yang di lakukan Silviana dengan ponselku, tapi aku sangat yakin dengan sifat Silviana yang selama ini selalu licik aku jadi curiga." gumam Rafka sambil mengamati ponselnya.
Rafka bangun dari duduknya dan bergegas keluar dari kamar dan berjalan cepat ke kamar Chandra sahabatnya yang sangat paham dengan seluk beluk ponsel dari mencari jejak rekaman ataupun hal lainnya.
"Chan." panggil Rafka yang sudah masuk ke dalam Candra dan melihat Candra sedang main gitar.
"Hem, ada apa Raf? muka kamu terlihat tegang begitu?" tanya Chandra meletakkan gitarnya dan duduk menghadap Rafka yang sudah duduk di kursi dengan wajah gelisah.
"Kamu sendiri tahu kan dua hari ini aku demam? dan tadi pagi aku pingsan kebetulan yang menemukan aku Silviana, saat aku sadar aku melihat Silviana sedang pegang ponselku. Aku berpikir dia sedang menyabotase ponselku apalagi dia terlihat gugup saat aku memergokinya." jelas Rafka dengan tatapan kesal.
"Sekarang mau kamu apa?" tanya Chandra dengan santai.
"Kamu bisa lihat ponselku sekarang, mungkin ada sesuatu yang aku tidak tahu. Karena sudah beberapa hari Hanin tidak mengabariku sejak dia pulang dari ujiannya di Desa." jelas Rafka dengan sedih.
"Coba aku lihat." ucap Chandra meminta ponsel yang ada di tangan Rafka.
Dengan fokus Chandra mengutak-atik ponsel milik Rafka, dan tidak terlalu lama Chandra mengembalikan ponselnya pada Rafka.
"Hanya mengembalikan rekaman yang hilang bisa di lihat pada memori cadangan atau penyimpanan nanti bisa muncul kembali, sepertinya ada pesan dan sebuah panggilan dari Fazrani yang sudah kamu terima, bukan lagi misscall." jelas Chandra dengan pasti.
"Kamu tahu dari mana kalau aku menerimanya?" tanya Rafka penasaran.
"Karena panggilan itu tersimpan pada penerimaan panggilan ada durasinya juga ada hampir lima belas menit percakapan itu." jelas Chandra lagi sambil meraih gitarnya kembali.
"Ini pesan dari Hanin agar aku segera menghubunginya karena ada hal yang penting yang akan dia bicarakan." ucap Rafka dengan perasaan hati yang tiba-tiba tidak enak.
"Ya sudah, hubungi saja sekarang Raf?" ucap Chandra menatap penuh wajah Rafka yang benar-benar sangat mencintai Hanin.
Dari saat pertama menjadi sahabat Rafka dan akhirnya tinggal bersama dalam satu apartemen, hanya Hanin yang menjadi pokok bahasan cerita Rafka, Hanin adalah penyemangat hidup Rafka untuk meraih cita-citanya.
Dengan perasaan rindu dan gelisah Rafka menekan tombol panggilan pada Hanin.
Saat itu Hanin berada di kantin rumah sakit untuk membelikan makanan buat Hasta.
"Assalamualaikum, Hanin." panggil Rafka dengan gugup.
"Waalaikumsallam, Rafka? akhirnya kamu menghubungiku juga." sahut Hanin kembali duduk di kursinya agar bisa bicara dengan tenang.
"Hanin, maaf aku tidak tahu kalau kamu mencariku dan Silviana yang menerimanya. Aku sakit dua hari ini Han, memikirkanmu karena tidak ada kabar setelah kamu berangkat ke desa." ucap Rafka dengan suara bergetar.
"Kamu sakit Raf?" tanya Hanin tak mengerti.
"Ya aku sakit Han, dan tadi pagi pingsan dan kebetulan ada Silviana yang sedang main ke rumah." ucap Rafka dengan jujur.
"Silviana calon istri kamu? aku sudah bicara dengannya, selamat ya Raf.. semoga kalian berdua bahagia. Aku juga baru tadi pagi menikah sah dengan pak Hasta." ucap Hanin dengan perasaan lega karena sudah mengatakannya pada Rafka.
"Apa maksudmu Han? Silviana calon istriku? bagaimana aku bisa menjadikan Silviana calon istri kalau aku sangat mencintai kamu Han? aku dan Silviana tidak ada apa-apa. Dan apa yang kamu bilang Han? kamu sudah menikah sah dengan pak Hasta?" tanya Rafka dengan hati yang tak percaya jika Hanin begitu tega mengkhianati dirinya.
"Bukannya kamu juga sudah bertunangan dan mau menikah Raf, Silviana yang cerita padaku tentang hubunganmu dengannya. Dan aku juga sudah titip pesan pada Silviana agar memberitahu sebelum aku menikah, dan aku juga krim pesan padamu untuk segera menghubungiku." ucap Hanin dengan perasaan yang tiba-tiba sangat bersalah pada Rafka.
"Hanin, setidaknya sebelum menikah kamu menunggu kabar dariku. Aku di sini setia menunggumu Han? aku bersungguh-sungguh mencari ilmu agar aku bisa menikahimu. Sungguh kamu tega padaku Han? apa salahku padamu? apa aku pernah menyakiti hatimu?" tanya Rafka dengan perasaan hatinya yang sangat terluka.
"Rafka, maafkan aku..aku baru menyadari di saat aku tugas di Desa aku lebih memikirkan keadaan pak Hasta dan sangat merindukannya. Maafkan aku Rafka, sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu." ucap Hanin menangis dalam diam.
"Kamu mulai mencintainya dan berpaling dariku, karena kamu tinggal lebih lama bersamanya. Aku yang jauh darimu dan bersungguh-sungguh padamu begitu saja kamu lupakan, seolah-olah cintaku tak berarti sama sekali di matamu. Terimakasih Han, atas rasa sakit yang kamu berikan padaku. Aku akan mengingat hal ini selamanya. Assalamualaikum." ucap Rafka menutup panggilannya dengan hati yang hancur.
"Rafka!.. Rafka.. jangan di tutup dulu!" teriak Hanin dengan suara tercekat saat Rafka menutup ponselnya dengan sebuah luka yang sangat dalam.
"Maafkan aku Rafka, aku yang bersalah..aku yang berkhianat, aku yang tidak telah tega menyakiti hati kamu... maafkan aku Raf, maafkan aku." ucap Hanin menangis lirih.
Setelah selesai menangis dengan perasaan bersalahnya yang sangat mendalam, Hanin mengusap airmata terakhirnya agar tidak terlihat oleh Hasta.
Hanin kembali ke kamar Hasta dengan membawa makanan buah dan bubur kacang hijau kesukaan Hasta.
"Nin." panggil Hasta dengan suara pelan, saat melihat kedua mata Hanin yang sembab.
"Ya mas." sahut Hanin sambil meletakkan makanan untuk Hasta yang di belinya.
"Kemarilah duduk dekat denganku." ucap Hasta meraih pelan pergelangan tangan Hanin agar duduk di sampingnya.
"Ada apa mas?" Tanya Hanin dengan suara lirih.
"Ada apa? kenapa kamu menangis? cerita padaku...apa kamu menangis karena Rafka?" tanya Hasta seraya mengusap lembut wajah Hanin yang sedikit pucat.
Hanin terdiam, kemudian Hanin menangis menenggelamkan tangisannya di dada Hasta.
"Menangislah Nin, kalau itu bisa membuatmu lega." ucap Hasta mengusap punggung Hanin yang ada dalam pelukannya.
"Aku telah menyakiti hati Rafka mas, ternyata Silviana membohongiku. Silviana dan Rafka tidak ada hubungan apa-apa. Rafka marah dan kecewa padaku, Rafka benci padaku karena aku telah mengkhianatinya mas." jelas Hanin di sela-sela tangisnya.
"Apa Rafka sudah tahu kita telah menikah Nin?" tanya Hasta dengan tatapan lembut.
"Ya mas, aku sudah bilang pada Rafka kalau kita sudah menikah, dan aku bilang kalau aku sudah mencintaimu mas. Rafka tidak terima karena aku telah tega menyakiti hatinya. Rafka marah dan benci padaku mas." ucap Hanin masih menangis pilu.
"Apa kamu menyesal telah meninggalkan Rafka Nin? apa kamu menyesal kita telah menikah di saat Rafka ternyata tidak pernah meninggalkanmu?" tanya Hasta dengan suara bergetar.