Hasta menghentikan langkahnya dan menatap Hanin dengan tatapannya yang sedikit kabur.
"Tentu saja aku merindukanmu Nin." ucap Hasta dengan suara bergetar, menahan rasa sakit di dadanya yang sudah tidak bisa di tahannya lagi.
"Aku juga sangat merindukanmu pak, sangat merindukanmu." ucap Hanin seraya berjalan mendekati Hasta dan memeluk Hasta dengan sangat erat.
"Hanin, benarkah itu Nin?" tanya Hasta yang tidak bergerak dalam pelukan Hanin.
"Ya pak, itu benar aku merindukanmu, aku mencintaimu pak." ucap Hanin menangkup wajah Hasta dengan airmata berlinang.
"Hanin." panggil Hasta tak mampu lagi berkata-kata mendengar ucapan Hanin yang tak bisa di percayainya.
"Aku mencintaimu pak Hasta, aku mencintaimu." ucap Hanin lagi semakin erat memeluk Hasta.
Kedua mata Hasta terpejam merasakan pelukan Hanin yang sudah lama di rindukannya, kata-kata cinta yang di dengarnya seperti angin semilir yang menyusup masuk ke dalam rongga dadanya yang tidak mampu lagi membuatnya bernapas.
Hasta memeluk Hanin dengan sangat erat, seolah-olah tak ingin jauh meninggalkan Hanin. Kepala Hasta bersandar di bahu Hanin dengan tubuhnya yang sudah lemas tidak mampu lagi berdiri.
"Uhukk... Uhukk... Uhukk"
Tiba-tiba Hasta terbatuk-batuk dengan mengeluarkan darah segar dari mulutnya seiring dengan tubuhnya yang hampir terjatuh jika Hanin tidak menopangnya dengan cepat.
"Hanin!... Uhukk.. Uhukk..Uhukk" panggil Hasta yang sudah di atas pangkuan dan menatap Hanin dalam tatapan matanya yang semakin meredup.
"Pak Hasta, apa yang terjadi padamu pak?" tanya Hanin menangis pilu melihat darah yang keluar terus dari batuknya Hasta yang tidak kunjung berhenti.
"Hanin, aku juga mencintaimu." ucap Hasta lirih dengan satu tangannya menyentuh wajah Hanin kemudian tangan Hasta terkulai seiring kedua mata Hasta tertutup rapat.
"Pak, pak Hasta...pak Hasta! tolonggg!! pak Rahmattttt!...mbok Minahhhh!... tolonggg!" teriak Hanin histeris meminta tolong dan memanggil Rahmat dan Minah yang entah kemana.
Rahmat dan Minah yang sedang bicara di halaman depan segera datang tergopoh-gopoh saat mendengar teriakan Hanin.
"Ya Tuhan! den Hasta!" pekik Rahmat menghampiri Hasta yang sudah pingsan di pangkuan Hanin.
"Tolong pak Rahmat, kita harus cepat membawa pak Hasta ke rumah sakit." ucap Hanin dalam isak tangisnya.
"Ya Non Hanin." ucap Rahmat dengan sigap mengangkat tubuh Hasta dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Ayo pak segera kita berangkat, aku tidak ingin pak Hasta kenapa-kenapa." ucap Hanin dengan hati yang sangat cemas.
Di usapnya wajah Hasta yang sudah sangat pucat, sambil membersihkan darah yang ada di dagu dan di lehernya Hasta dengan tissue basah.
"Apa yang terjadi padamu pak Hasta, kenapa jadi seperti ini? bukannya pak Hasta sudah berjanji padaku untuk menjaga kesehatan dan akan baik-baik saja?" ucap Hanin di sela-sela tangisnya.
"Non Hanin, sudah sampai..non Hanin tunggu di sini sebentar, biar saya bilang ke dokter jaga." ucap Rahmat seraya keluar dari mobil dan berlari menghampiri para perawat yang sedang jaga di UGD.
Setelah menceritakan semua yang terjadi beberapa perawat datang ke mobil Hanin dan memindahkan Hasta di brankar dorong.
Dengan cepat Hasta di bawa masuk ke ruang UGD dan di tangani oleh seorang dokter dan tiga orang perawat.
Hampir satu jam lebih Hanin menunggu di luar kamar dengan hati cemas dan gelisah. Berkali-kali Hanin mengusap airmatanya yang tidak bisa dia hentikan lagi.
"Non Hanin, sabar ya Non." ucap Rahmat yang merasa bersalah tidak berterus terang pada Hanin tentang sakitnya Hasta yang sudah satu minggu berada di rumah sakit karena kondisi Hasta drop kembali karena terlalu banyak bekerja.
"Non..." panggil Rahmat yang berniat menceritakan semuanya pada Hanin, Namun terpotong oleh panggilan Dokter yang keluar dari ruang UGD.
"Dengan keluarga pasien Hasta." panggil dokter yang sudah berdiri di depan pintu dengan membawa keterangan riwayat sakitnya Hasta.
"Ya Pak Dokter." sahut Rahmat dengan hati was-was.
"Bukannya pak Hasta sudah satu minggu di rumah sakit ini dan belum di nyatakan sembuh, kenapa di sini ada laporan pagi tadi pak Hasta minta pulang paksa?" tanya Dokter jaga yang membaca laporan historis Hasta.
"Karena tadi pagi den Hasta ada keperluan mendadak pak Dokter jadi minta izin pulang." jawab Rahmat yang tidak bisa berterus terang kalau hanya karena Hanin, Hasta nekat pulang.
"Kalau keadaan pak Hasta seperti ini terus, tidak ada usaha untuk sembuh akan lebih membahayakan nyawanya. Harusnya dengan kondisi yang sudah parah seperti ini pak Hasta harus lebih baik lagi dalam mengontrol pola hidup dan pola makannya." ucap Dokter jaga itu sedikit marah.
"Ya pak Dokter, nanti saya sampaikan ke den Hasta." ucap Rahmat dengan kepala tertunduk.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Dokter jaga itu kembali masuk ke ruang UGD.
"Pak Rahmat, bisakah menjelaskan semua ini padaku?" tanya Hanin yang sedari tadi hanya mendengarkan ucapan dokter dan jawaban Rahmat.
"Maaf Non Hanin, sebenarnya den Hasta sudah satu minggu ini di rawat di rumah sakit, penyakitnya den Hasta kambuh lagi. Berhubung Non Hanin katanya pulang hari ini den Hasta kekeh tetapi minta pulang." jawab Rahmat dengan menundukkan wajahnya.
Airmata Hanin sudah tidak bisa di tahannya lagi, kenapa cintanya Hasta begitu besar padanya.
"Sudah tidak apa-apa Pak Rahmat, semua sudah terjadi. Tapi aku minta ke depan jika pak Hasta meminta pak Rahmat untuk menyembunyikan rasa sakitnya, tolong jangan di turuti lagi ya pak, tolong langsung bilang ke aku ini demi kebaikan pak Hasta juga." ucap Hanin seraya mengusap airmatanya.
"Dengan keluarga pasien Hasta Andar Wijaya." panggil salah satu perawat pada Rahmat dan Hanin.
"Ya suster." Jawab Hanin dengan tersenyum.
"Pasien sudah kita pindahkan ke kamar inap Flamboyan nomor lima ya." ucap Perawat itu dengan tersenyum ramah.
"Non Hanin, sebaiknya saya pulang dulu. Nanti saya kembali lagi ke sini sekalian membawa beberapa pakaian den Hasta." ucap Rahmat meminta izin pulang.
"Ya pak, tidak apa-apa sekalian sama handuk kecil ya pak." ucap Hanin dengan wajah sedih.
"Ya Non." sahut Rahmat kemudian pergi meninggalkan Hanin yang masih berdiri dengan rasa kesedihannya.
Dengan perasaan sedih Hanin berjalan agak sedikit cepat agar bisa segera sampai ke kamar Hasta dan melihat keadaannya.
Tiba di kamar Flamboyan lima, dengan pelan Hanin membuka pintu kamar Hasta dan menutupnya kembali.
Tanpa menimbulkan suara Hanin mendekati Hasta yang terbaring lemah di tempat tidurnya.
Tampak wajah Hasta terlihat putih pucat. Namun tak menghilangkan ketampanannya seorang Hasta. Dengan perasaan sedih Hanin mengambil kursi dan duduk dekat di samping Hasta yang terbaring.
"Pak Hasta.. kenapa semua ini harus terjadi pak? apa semua ini karena salahku?" tanya Hanin dengan suara tertahan.