"Apa Bu?? tidak Bu, aku masih kecil. Aku masih SMP bagaimana aku bisa menikah dengan Tuan Hasta yang sudah tua. Aku tidak mau Bu," ucap Hanin di sela-sela tangisnya.
"Aku tidak perduli Tuan Hasta sudah tua atau tidak!! yang penting kamu akan segera menikah dengannya. Untuk kapannya semua terserah Tuan Hasta!" ucap Dina dengan suara datar dan tidak bisa di ganggu gugat.
"Aku tidak mau Bu, aku masih mau sekolah," ucap Hanin menangis tersedu-sedu mengingat Hasta adalah teman Ayahnya yang sudah ia anggap sebagai Ayahnya sendiri.
"Tidak perlu sekolah, di sini semua anak gadis juga nantinya di dapur!" ucap Dina dengan nada ketus.
"Sudah jangan menangis lagi, kamu bisanya hanya menangis saja. Cepat cuci piring yang kotor di belakang, setelah itu kamu boleh istirahat," ucap Dina lagi dengan sambil menghitung uang dari hasil penjualan kue Hanin.
Dengan menangis tersedu-sedu Hanin berjalan ke belakang untuk mencuci piring-piring yang kotor di belakang.
Setelah menyelesaikan tugas terakhirnya, Hanin masuk ke dalam kamarnya berbaring seraya menatap langit-langit kamarnya.
"Kenapa hidupku begitu sangat menyedihkan, apa di usiaku yang masih tiga belas tahun ini harus menikah dengan Tuan Hasta orang yang sudah ku anggap sebagai Ayahku? walau sebentar lagi aku lulus SMP aku masih ingin melanjutkan sekolahku di SMA. Aku tidak ingin menikah," ucap Hanin dengan setitik airmata yang menetes di sudut matanya.
Tanpa terasa dengan hati yang sedih dan nelangsa akhirnya Hanin bisa tidur dengan tubuh yang teramat lelah.
****
Hari Minggu bagi Hanin adalah hari yang ingin di lewatkannya. Karena di hari Minggu semua tugas rumah Hanin yang mengerjakan dan itu tidak ada habisnya.
"Hanin! kemari!" panggil Dina berteriak keras dari dalam rumah.
"Ya Bu," jawab Hanin seraya datang tergopoh-gopoh dengan pakaian yang sedikit basah karena sedang mencuci pakaian di belakang.
"Cepat ganti pakaianmu, setelah itu ikut aku ke depan. Di depan ada Tuan Hasta, dia sudah menunggu sekarang," ucap Dina seraya merapikan pakaiannya.
Tanpa berani membantah lagi, Hanin masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian untuk menemui Hasta.
"Sudah siap Han? ingat jangan tunjukkan wajah sedihmu itu! kamu harus tersenyum dan menjawab semua pertanyaan Tuan Hasta nanti," ucap Dina dengan tatapan tajam.
"Kamu dengar tidak Hanin!" sentak Dina dengan keras karena melihat Hanin diam saja .
"Aku mengerti Bu," sahut Hanin menahan tangisnya agar tidak pecah.
Dengan sebuah senyuman Dina keluar menemui Hasta dengan menggandeng lengan Hanin.
"Beri salam pada Tuan Hasta, Hanin," ucap Dina dengan nada manis setelah berhadapan dengan Hasta.
Hasta menatap wajah Hanin dan tersenyum ramah.
"Hanin, kamu sudah besar ya?" ucap Hasta dengan sebuah senyuman yang ramah dan tatapan mata yang teduh.
"Ya Tuan," sahut Hanin dengan wajah tertunduk.
"Hanin, kamu kan sudah mau lulus tinggal hitungan hari saja, kamu sebaiknya menikah dengan Tuan Hasta agar ada yang bisa mengurusmu. Kamu tahu sendiri kan, Ibu sudah tidak sanggup untuk membiayai kamu belum lagi kedua saudaramu," ucap Dina dengan matanya yang berkaca-kaca agar Hasta iba kepadanya.
"Kenapa bukan Ibu saja yang menikah dengan Tuan Hasta," ucap Hanin memberanikan diri memberikan pendapatnya.
Dina terdiam dengan salah satu tangannya terkepal kuat.
Dengan sebuah senyuman Dina menatap tajam mata Hanin.
"Yang di inginkan Tuan Hasta kamu sayang, bukan Ibu. Bukan begitu Tuan Hasta?" tanya Dina pada Hasta yang hanya tersenyum melihat keberanian Hanin untuk bicara.
"Bu Dina, apa aku bisa mengajak Hanin keluar sebentar? aku mau bicara dengan Hanin hanya berdua saja," ucap Hasta dengan tenang.
Dina menatap Hasta dengan hati yang berat, karena dia tidak akan tahu apa yang akan di bicarakan mereka berdua nanti.
Dengan terpaksa Dina mengabulkan permintaan Hasta.
"Baiklah Tuan Hasta, kalau bisa jangan terlalu lama, karena Hanin masih ada tugas sekolah yang belum selesai Hanin kerjakan," ucap Dina mencari alasan agar Hasta tidak membawanya terlalu lama.
"Tenang saja Bu Dina, tidak akan lama hanya sebentar saja," ucap Hasta dengan sebuah senyuman bangun dari duduknya.
"Mari Hanin, ikut aku keluar sebentar. Kita jalan kaki saja," ucap Hasta menatap Hanin dengan tatapan penuh.
Entah karena tatapan teduh Hasta atau kesabarannya Hasta, Hanin berdiri dari duduknya dan mengikuti Hasta yang keluar rumah dan menunggunya di luar.
"Kita ke jalan-jalan ke sawah saja ya Han?" ucap Hasta berjalan tenang dengan Hanin yang berjalan di sampingnya.
"Apa benar kamu tidak mau menikah denganku Hanin?" tanya Hasta sambil berjalan di area persawahan yang sangat sejuk dan nyaman.
"Aku masih kecil Tuan, usiaku masih tiga belas tahun. Dan lagi, aku masih ingin sekolah. Aku tidak perduli walau aku harus kerja keras untuk mendapatkan uang, yang penting aku bisa melanjutkan sekolah." Jawab Hanin dengan suara pelan.
"Ikutlah denganku Hanin, aku ingin menjagamu dan melindungi kamu dari Ibu kamu. Percayalah padaku, kamu tetap bisa melanjutkan sekolah kamu, dan kamu tidak harus menikah denganku. Tapi di hadapan Ibu kamu, kamu harus bilang kalau kamu mau menikah denganku. Hal ini hanya kita berdua yang tahu dan akan menjadi rahasia kita berdua. Bagaimana Hanin?" tanya Hasta yang sudah lama hidup sendiri sejak istrinya meninggal karena kecelakaan.
Hanin terdiam sesaat memikirkan apa yang Hasta katakan.
"Dengar Hanin, kalau kamu tidak ikut denganku. Ibu kamu akan tetap menikahkan kamu dengan orang lain yang belum tentu berniat baik sama kamu," ucap Hasta dengan suara tenang yang mampu membuat Hanin percaya pada ucapan Hasta.
"Baiklah Tuan, aku percaya pada anda," ucap Hanin dengan suara lirih.
"Syukurlah Hanin, hidup kamu tidak akan menderita lagi setelah ini. Dan kamu bisa melanjutkan sekolah kamu tanpa harus bekerja keras lagi," ucap Hasta dengan tersenyum bahagia, karena permintaan sahabatnya, Ayah Hanin telah dia penuhi. Dan yang sebenarnya terjadi sebelum Ayah Hanin meninggal Hanin telah dititipkan padanya dan meminta padanya untuk menikahi Hanin. Ayah Hanin melakukan hal itu karena merasa bersalah pada Hasta. Dia yang menyebabkan kematian istri Hasta meninggal.
"Tapi benarkan Tuan? Tuan tidak akan menikahiku?" tanya Hanin lagi untuk memastikan niat baik Hasta.
"Ya Hanin, kita tidak akan menikah. Kita hanya bersandiwara saja agar Ibu kamu tidak berbuat jahat lagi padamu," ucap Hasta yang sudah minta tolong pada temannya di kota untuk membuat surat nikah palsu untuk bukti yang akan di berikan pada Dina.
"Baiklah Tuan, aku akan ikut anda," ucap Hanin dengan perasaan tenang.
"Kalau begitu, kita kembali sekarang. Dan bilang pada Ibu kamu, kalau kamu mau menikah denganku," ucap Hasta dengan hati lega karena semuanya telah berjalan dengan baik.