"Ini beneran sudah jadi sampah kan?" kata Alifah bermonolog dengan hatinya sendiri, apakah dia harus membuang kertas itu atau bagimana. Alifah bernafas dalam dalam, mengisi paru-parunya dengan oksigen agar kembali berfikir jernih. Ini bukan urusannya,apapun yang terjadi dengan mereka bukan urusanya. Biarkan mereka sendiri yang menyelesaikannya.
Alifah teringat dengan permintaan maaf Alif sebelum insiden kejadian luar nalarnya yang ia saksikan secara live.
Fleshback
"Pak pak...tolonglah pak!saya mohon!!"pinta Alifah pada pelatih ilmu beladirinya.
"Mana mungkin saya setuju dengan permohonan kamu ini. Ini tidak masuk Akal FARADIBA ALIFAH AZ ZAHRA..."balas guru pelatih Alifah dengan menekankan nama lengkap Alifah karena mulai jengah dengan Alifah. Dari tadi kerjaan muridnya yang satu ini terus merecokinya. Bahkan teman teman yang lainnya sudah mulai berbaris dan mulai berlatih sambil melakukan pemanasan jurus-jurus dasar, muridnya ini selalu mengikutinya kemana pun ia pergi seperti anak ayam takut kehilangan induknya.
"Lagian memisahkan tempat latihan wanita dan pria itu sulit" lanjut sang pelatih menghidari menatap wajah Alifah yang mulai menampakkan wajah minta dikasihani sehingga siapa pun yang melihatnya akan menuruti permintaannya dan dia tak mau tergoda untuk kali ini.
"Enggak akan sulit kok pak..tinggal bapak menabuhkan tanda tangan bapak di kertas ini, beres deh. Selesai!!"bujuk Alifah semakin menjadi jadi tak mau menyerah. Dia bertekad kali ini, dia tidak boleh mendapatkan hasil yang sia sia.
Kreekkk. Kertas yang disodorkan Alifah untuk mendapatkan izin bahwasanya latihan ilmu beladiri harus terpisah antara laki-laki dan perempuan dirobek terbelah dua. Tapi Alifah tidak kaget lagi atas penolakan sang pelatih,ini bukan yang pertama kalinya tapi sudah yang ketinga kalinya dalam dua minggu ini. Alifah hanya menarik nafas sambil menyodorkan kertas baru. Dan sang pelatih pun kembali merobeknya.
"Walaupun sepuluh kali kamu mengajukan surat permohonan, sebanyak itu juga saya akan merobeknya!!" kata sang pelatih tegas berharap Alifah menyerah. Tapi tidak, Alifah membalasnya dengan senyum berbau kelicikann. Sang pelatih yang biasa dipanggil pak Rahmat itu waspada, dia tau Alifah pasti menyiapkan persiapan yang matang kali ini.
Wajahnya tidak lagi menampakkan wajah yang minta dikasihani tapi sinar mata yang cerah, secera matahari yang tak pernah redup menyinari bumi. Seperti itulah semangat yang dilihat oleh pak Rahmat. Ditambah senyumnya yang misterius siap melontarkan bantahan yang akan sulit untuk ditolak. Pak Rahmat bersiap siap, jangan sampai Alifah berhasil membujuknya dengan argumentnya, seperti saat Alifah mempertahankan seragamnya didepan para guru.
"Berarti bapak akan merobek kertas sebayak 500 lembar hari ini." Kata Alifah memperlihatkan kertas yang sudah disiapkannya.
"Dan bapak akan merobek kertas 1000 lembar lagi jika bapak merobek kertas 500 lembar hari ini" ancam Alifah yang membuat pak Rahmat melotot dan mulutnya menganga. Andai kejahilan Alifah kumat, sudah pasti wajah pak Rahmat sangat lucu dalam kamera. Pak Rahmat menarik nafas sebanyak mungkin, setelah sadar dari kagetnya.
"Tempat kita tidak akan cukup Alifah. Perlu dana lagi jika kita ingin membuat ruangan baru."
"Kalau itu masalah yang bapak pikirkan, itu sih gampang" lihatkan anak ini selalu menggampakkan setiap masalah. Pak Rahmat hanya diam, menunggu Alifah melanjutkan perkataannya. Kita liat jawaban apa yang dia sodorkan kali ini.
"Kita tidak perlu tempat yang baru, cukup memisahkan jadwal latihannya saja. Lagian kan pelatihnya juga cukup. Kita ada pelatih laki-laki dan perempuan. Kalaupun pelatihnya berhalangan datang Kan ada saya pak sebagai asiste pelatih. Dan kalau dua duanya berhalangan juga, kan jadwalnya bisa diatur kembali." Demo Alifah berapi api.
"Baiklah bapak menyerah" kata pak Rahmat pasrah yang membuat senyum Alifah secerah matahari. Segera mungkin dia memeberikan surat izin yang baru sebelum pak Rahmat berubah pikiran.
"Tapi jangan bahagia dulu!!" Sambung pak Rahmat memudarkan senyuman Alifah.
"Kamu harus izin dulu sama Alif. Bapak memang pelatih inti kalian. Tapi Aliflah yang memiliki wewenang dalam club pelatihan bela diri ini. Jadi segala keputusan juga tergantung padanya. Keputusan bapak memberi kalian izin bukan hak mutlak"
"Apa bapak bisa membantu Alifah berbicara" wajah Alifah kembali kemode menjengkelkan bagi pak Rahmat.
"Sepertinya tidak bisa. Jadi kamu sendiri yang meminta izin ke Alif! Jika Alif memberi izin baru bapak akan tanda tangan"
"Harus ya pak, Alifah kesana??"
"Emm" kata pak Rahmat menagangguk.
Kini giliran Alifah yang menarik nafas pasrah. Apakah ia bisa bernegosiasi dengan manusia perfecsionis itu?
"Cobalah ajak berbicara dulu dianya. Pake segala cara agar dia bisa bertekuk lutut mengikuti pendapatmu. Jangan pernah nyerah, sama kaya kamu membujuk saya" kata pak Rahmat memberi semangat sekaligus menyindirnya
Bukannya Alifah tidak mau, tapi jika berhubungan dengan Alif dia kurang yakin. Masalahnya dia itu manusia yang susah untuk diajak berdebat. Jika dia mengatakan TIDAK ya berartik Tidak. Dan akan susah untuk mengubah keputusannya.
***
"Apa begini kelakuan kamu sebagai asisten pelatih? Telat 45 menit. Kamu sengaja minta dihukum?"kata Alif menyindir Alifah saat muncul depan pintu.
Alifah hanya diam, pandangannya ia edarkan untuk mencari dua sahabatya. Dan dia mendapatkannya melakukan gerakan ogah-ogahan apalagi Fira. Yah mereka ikut itu karena paksaan Alifah.
"Kamu..."
"...Aku ingin bicara" kata Alifa memotong perkataan Alif yang sepertinya akan marah karena Alifah mengabaikan pertanyaannya.
"Apa?"
Sebelum Alifah mengatakan maksud dan tujuannya dia menarik nafas yang banyak seperti orang yang tidak akan bernafas lagi. Alif hanya mengerutkan kening melihat kelakuan Alifah. Heran dengan cewek ini.
"Tidak mungkin kan Alifah ingin mengatakan perasaannya" Alif membuang jauh pemikiran itu.
"Kamu gugup?" tanya Alif setelah beberapa detik karena Alifah tak kunjung berbicara.
Bukannya menjawab pertanyaan Alif, Alifah menyodorkan kertas surat izin yang sama pada pak Rahmat. Tanpa membaca surat itu, Alif menyerahkan kembali surat itu. Dia sudah diberi tau sama pak Rahmat mengenai pemisahan pelatihan sejak pertama kali Alifah meminta izin sama pak Rahmat.
Kenapa kamu berikan surat izin itu ke saya? Kan yang harus tanda tangan pak Rahmat?
"Masalahnya pak Rahmat tidak akan tanda tangan kalau kamu tidak memberi izin" jawab Alifah terdengar seperti mengadu.
Alif merasa takjub dengan gadis aneh yang ada dihadapannya. Pasalnya inilah kalimat terpanjang yang Alif pernah dengar. Biasanya hanya kata' iya, tidak, terserah, yang jelas hanya satu atau dua kata, kecuali jika ia akan menjelaskan materi maka cerewetnya barulah kumat.
"Kenapa ingin dipisah?"
"Teman teman siapa yang setuju jika latihannya dipisah?" Bukannya menjawab pertanyaan Alif dia malah melempar pertanyaan keteman temannya.
Semua teman cewek Alifah menaikkan tangannya satu persatu hingga kita liat semua teman cewek Alifah mengangkat tangannya kecuali..