'Menantu?? Suami?? Maksudnya??' Mata Alifah melotot. Dadanya terguncang bagaikan ada tzunami yang menghantamnya. 'Apa tadi ucapan Alif?? Menikah? Menantu? Apa apaan ini? Kenapa Alif menuduhnya akan menikah dengannya.
Jadi menantu keluarga mereka. Bukannya bu Tania hanya mengatakann bahwa dia hanya perlu menunjukka foto keluarga yang di berikannya tadi. Bahkan sebenarnya dia tidak perlu mengaku, cukup diam dan membiarkan mereka mengira bahwa dialah yang dicari. Tapi sebenarnya sama saja sih. Tak ada bedanya ' sama sama berbohong'.
Matanya ia larikan ke Bu Tania meminta penjelasan. Bukankah kesepakatannya hanya berpura pura jadi gadis yang hilang?? Bukan untuk jadi menantu, apalagi harus menikah dengan anaknya.
"Dari mana mama tau kalau Alifah adalah teman cucu eyang yang di carinya" selidik Alif. Jiwa detektifnya langsun On. "Saya masih belum percaya kalau kamu gadis itu"
"Saya tidak menyuruhmu untuk percaya" balas Alifah setenang mungkin. Dia sudah mengubah mimik wajahnya menjadi datar, fersi Alifah yang menjadi ciri khasnya.
"Sudah cukup!! Sekarang yang terpenting kita pikir dulu kesembuhan eyang". Tegur mama Alif. "Alif mama ingin bicara sama kamu. Alifah, saya minta tolong kamu jaga eyang ya! Mama pergi dulu sama Alif. Kamu bisa membawa Mawar masuk untuk istirahat. Sepertinya adikmu sudah kelelahan" Ayo Alif, ikut mama!"
***
"Apa apaan ini Ma?. Dimana mama ketemu sama Alifah? Bagaimana bisa dia jadi cucu teman eyang?? Kenapa tiba tiba di.."
"Mama juga juga belum menemukan bukti yang cukup untuk membuktikan jika dia gadis yang di cari eyang." Kata mama Alif memotong pertanyaannya yang beruntung.
"Trus kenapa mama yakin jika Alifah gadis itu Ma."
"Alifah punya foto yang sama dengan kamu. Foto yang di kasih eyang sama kamu"
"Foto??..." tanya Alif. Tapi belum sempat ia melanjutkan pertanyaannya yang menjanggal, hatinya berdegup kencang karena melihat para dokter dan suster berlarian ke kamar perawatan eyangnya. "Eyang!!!" Teriak Alif menggema sambil berlari keruangan eyangnya yang di ikuti oleh mamanya.
"Ada apa dok? Apa yang terjadi dengan mama saya?" Tanya mama Alif khawatir.
Sementara Alif langsung menuju Alifah yang berada dekat tempat tidur eyangnya.
"Kamu..! Apa yang kamu lakukan pada eyang ha??!" Tuduh Alif penuh kemarahan. Matanya merah menahan tangis dan takut. Rahangnya mengeras, urat lehernya bermunculan. Andai Alifah seorang cowok mungkin dia sudah menghancurkannya.
"Tenang eyangmu tidak apa apa" tegur dokter menengahi. Dia kaget dengan suara Alif yang keras. Dia yakin suaranya sampai ke ujung ruangan.
"Tapi kalian tad...."
"Tidak terjadi apa apa. Percayalah!" Balas dokter berusaha meyakinkan pemuda yang hampir frustrasi karena saking khawatirnya. "Tadi gadis ini melapor ke saya bahwa eyangmu tadi sempat membuka matanya sebentar lalu menutupnya kembali. Makanya kami cepat cepat berlari untuk memastikannya. Maafkan saya jika membuat kamu khawatir."
Jawaban dokter sontak saja membuat Alif dan mamanya bisa bernafas lega. Tapi belum cukup membuatnya tenang.
"Apa itu artinya kabar baik atau bagimana dok" kembali Mama Alif bertanya belum bisa menghilangkan kecemasannya.
"Ini kabar baik bu Tania. Bu Melati memberi respon yang baik atas kehadiran gadis ini mungkin. Tanda tanda vitalnya juga sudah dalam kondisi normal. Jika tanda tanda vitalnya terus normal, kemungkinan besar sebentar lagi bu Melati siuman"
Mendengar penjelasan dokter, Alif kembali menatap Alifah. Tapi kali ini tatapannya tidak semengerikan tadi melainkan tatapan penuh selidik. 'Apa Alifah yang di cari eyang?" Tiba tiba tatapannya tidak mengaja mengarah ke jari eyangnya dan secara ajaib jari itu begerak lemah. Sontak saja dia berlari menuju eyangnya dan segera menggenggan tangan eyangnya yang bergerak tadi.
"Eyang..." panggil Alif lirih. Panggilan Alif membawa kesadaran eyangnya. Matanya terbuka dan mencari sember suara yang memanggilnya yang tak lain cucu kesayangannya.
"Alif..." Panggil eyangnya lemah
"Alhamdulillah eyang sadar??!" Seru Alif menyadarkan semua orang yang ada di ruangan itu. Termasuk Alifah yang sedari tadi hanya diam.
"Mama.."panggil bu Tania.
Dengan sigap dokter Hans menempelkan stetoskopnya kedada bu Melati kemudian menekan nadinya yang ada di pergelangan tangan pasiennya.
"Apa ada keluhan bu?" Tanya si dokter memastukan kondisi pasiennya.
Bu Melati hanya menggeleng sebagai respon.
"Bilang sama Alif eyang...apanya sakit? Apa yang eyang rasakan bilang sam Alif eyang!!." Tanya Alif responnya berlebihan.
"Apa eyang lama tidurnya?" Tanya eyang sambil tersenyum mengabaikan pertanyaan Alif.
Alif mengangguk lucu " Iya, eyang lama banget tidurnya. Sampai sampai Alif mengira eyang enggak akan bangun lagi"
"Kamu berharap eyang enggak bangun lagi? Tanya eyangnya lemah pura pura merajuk.
"Iya enggaklah eyang. Siapa yang akan jewer telinga Alif jika Alif nakal" balas Alif terharu setelah melihat eyang bercanda. Dia optimis pasti kali ini eyangnya akan sembuh lagi seperti sebelumnya jika kondisinya drop seperti ini.
Alifah tersenyum sangat tipis, ikut terharu melihat interaksi eyang dan cucunya. Dia tidak menyangka Manusia perfect punya melankonis juga ternyata. Satu rahasia lagi yang ia pegang yang tidak di miliki oleh para Bucin Alif di sekolahnya dan dunia maya tentunya.
"Dia siapa??" Tanya eyangnya. Pandangannya tertuju pada gadis cantik yang memakai pakaian terusan dan penutup kepala hingga di bawa dadanya.
Pegangan Alifah pada Mawar mengetat. Sepertinya ini saatnya ia berakting. Bakat terpendam yang ia miliki akan ia pakai lagi kali ini setelah sekian lama.
Sambil tersenyum tulus Alifah memperkenalkan dirinya "Saya Alifah eyang"
"Dia gadis yang kita cari selama ini Ma" jawab mama Alif mengambil Alih.
Mata bu Melati berbinar. "Benarkah??" Tanyanya takjub." Kemarilah sayang!" Alifah dan mawar mendekat. "Apa kamu yang membangunkan eyang sayang?" Pertanyaan bu Melati sempat membuat kening Alifah mengerut. "Kenapa kamu lama datangnya. Eyang sudah lama menunggumu nak"
Alifah hanya terdiam tidak tahu harus merespon seperti apa. Air matanya ikut terjatuh yang ia tidak tahu alasannya. Dia bingung apakah dia mendalami perangnya.
"Alifah tunjukan foto yang kamu punya" perintah mama Alif yang di ikuti Alifah.
"Ternyata benar, kamu cucu teman saya. Kamu cantik mirip eyangmu" kata bu Melati terharu setelah Alifah menyerahkan fotonya dari dalam tas. Foto pemberian mama Alif agar mereka percaya tanpa harus mengaku.
" Foto itu kan,,,,?!!. "Seru Alif dalam hati. kaget setelah melihat foto yang di tunjukan Alifah.
"Sebenarnya saya tidak tahu seperti apa wajah mama saya. Saya di adopsi sepasang suami istri yang tak punya anak saat umur saya 2 bulan. Itu informasi yang saya tau dari ayah" kata Alifah jujur.
"Mungkin seserang membawamu ke panti Asuhan saat kecelakaan itu" kata eyang." Tapi yang terpenting kamu sudah saya temukan. Mau kan kamu ikut eyang. Saya akan meminta pada orang tua angkatmu. Atau bolehkah saya sering sering menemuimu?"
"Orang tua angkat saya sudah meninggal eyang" kata Alifah lirih. Setetes air matanya kembali terjun kepipinya.
"Maaf sayang, eyang tidak tahu. Jangan sedih lagi. Mulai sekarang kamu sama eyang kamu tidak sendiri lagi"
Alifah terharu mendengarnya. Jujur saja ia sangat bahagia di perlakukan demikian. Tapi di sisi lain dia sedih karena membohongi orang tua yang sebaik dan selembut ini.
"Kalau Alifah memamg di temukan saat kecelakaan dan di bawa kepanti Asuhan saat ia masih bayi, kenapa foto itu bisa bersama Alifah? Saya rasa itu sesuatu hal yang aneh. Tidak mungkin kan foto itu di bawa setiap saat. Seakan akan dia tahu kalau Alifah akan hilang." tanya Alif penuh dengan kecurigaan. Mendengar itu Alifah merasa was was, untuk meyakinkan Alif memang tidak mudah. Cukup susah berhadapan dengan kadar otak yang di beri kecerdasan di atas rata rata.
Diam diam Alifah mendengus tidak suka.
"Tapi saya di temukan di depan pintu Asuhan. Bukan sesorang yang telah sengaja menyerahkan saya. Itu kata bu Panti pada ayah saya. Dan mengenai kecelakaan, saya tidak tahu akan hal itu. Ibu panti juga tidak pernah menyinggung itu." Balas Alifah sedikit kesal. Jangan harap Alif bisa membongkar sandiwaranya dengan mudah. Kalaupun Alif mau membongkarnya berarti dia harus memiliki bukti. Jangan cuma omongan atau presepsi saja, karena Alifah tidak mudah untuk di kalahkan jika hanya dugaan saja. Tidak tahu kah sebelum berhijrah dia jago berkilah jika sudah tersudut. Meskipun sejujurnya Alifah berharap Alif mencari bukti dan dia diusir. Dan yang pasti dia tidak perlu berbohong.
"Ehemm." Dehaman dokter Hans mengalihkan suasaana yang agak tegang. "Sepertinya saya harus kembali dulu ya bu. Jika ada keluhan yang ibu rasa silahkan cari saya". Potong dokter Hans memghentikan perdebatan yang sesungguhnya bukan ranahnya. Dan keberadaannya sepertinya di lupakan di sini.
"Bu Tania saya harap emosi bu Melati di jaga. Jauhkan dari tekanan yang akan membuatnya drop kembali. Jika di kemudian hari bu Melati kembali drop bisa jadi akan mengakibatkan fatal pada pembulu darahnya." Pesan dokter Hans pada bu Tania sebelum keluar dari ruangan.
"Iya dok. Terimah kasih banyak. Maaf dokter berada di situasi seperti ini." Kata mama Alif merasa kurang nyaman dengan dokter Hans.
Dokter Hans hanya tersenyum, "Mari bu, saya permisi" katanya sambil berlalu. Tapi sebelum itu ia menepuk bahu Alif.
"Alif...mama harap kita hentikan berdebatan kecil ini"
"Tapi Ma..Alif cuma.."
"Sudah cukup. Biarkan eyang istirahat dulu. Kita bicarakan jika kita sudah di rumah, dan tentunya kondisi eyang sudah membaik". Tegur mama Alif tidak mau di bantah. "Mama istirahat dulu ya. Tania pulang dulu membawa Alifah istirahat juga."
"Mama ikut pulang ya Tania. Mama di rawat dirumah aja" rengek eyang manja.
"Iya tapi mama harus di rawat minimal malam ini" bujuk bu Tania. "Atau mama akan di sini sampai sembuh?" Sambungnya saat mertuanya di rasa mau protes. Dan tentu saja itu terlihat lucu di mata Alifah.
"Tunggu Ma, Alif ingin bicara sama Alifah dulu!" Cegah Alif saat mereka akan keluar ruangan.
"Tapi Al..."protes mamanya tak setuju.
"Ma..pliss ku mohon" bujuk Alif." Hanya sebentar" sambungnya. "Ayo, kita butuh bicara sebentar" ajaknya pada Alifah. Tapi yang di ajak hanya diam saja mematung di tempatnya. Pegangnya kencang pada pergelanga adiknya. Sampai sampai Mawar meringis.
"Perlu aku seret dulu biar kamu mau ikut?" Ancam Alif mendekat, dan sontak saja Alifah refleks mundur dua langkah karena posisinya terlalu dekat.